Berikut cerita KH. Nur Hasanudin Pengasuh Pondok Pesantren Darussa’adah Gubugklakah Malang, yang menuturkan kisah pertemuannya dengan guru besarnya sekaligus ulama besar Aswaja yang tak lain adalah Prof. DR. Muhammad bin Alawy Al Maliki. Saat itu ia bertemu dengan ulama besar tersebut di Mekkah Al Mukarramah.
Dalam kisahnya Sayyid Maliki mendengar dari salah satu cucunya bahwa di sebuah daerah di Mekkah terjadi pertemuan antara ulama' Sunni dengan ulama Syiah. Dalam kesempatan tersebut, ulama' Syiahlah yang mengundang ulama' Sunni untuk memberikan ceramah di rumahnya. Namun undangan yang ditujukan pada ulama Sunni tersebut tidak pernah dipenuhinya kecuali setelah melakukan undangan yang ketiga kalinya.
Ketika menyetujui undangan yang ketiga dan datang ke rumah ulama Syiah, ulama' Sunni tersebut melupakan sebuah ibadah yang rutin ia lakukan saat pagi hari yakni shalat dhuha. Ia pun meminta izin untuk bisa melakukan shalat sunat di rumah tersebut. Dengan sikap ramah, ulama Syiah itu pun mempersilakannya untuk melakukan shalat dhuha.
Saat sedang melakukan shalat, ia mendengar sekilas tentang perbincangan antara ulama Syiah dengan keluarganya. Dalam pembicaraannya tersebut, ia mendengar bahwa keluarga Syiah sangat gembira dengan kedatangan dari ulama' Sunni dan akan menghidangkan Aisyah dengan terlebih dahulu disembelihnya.
Alangkah terkejutnya ulama' Sunni tersebut. Ia pun segera mempercepat shalatnya dan mendatangi sang empunya rumah. Dengan nada sedikit keheranan ia berkata, “Mohon maaf tadi saat saya sedang shalat, saya mendengar bahwa anda akan menghidangkan sesuatu untuk saya. Jika diperbolehkan apa yang akan Anda hidangkan untuk saya?”
Dengan gampangnya ulama Syiah menjawab, “Saya akan menyembelih Aisyah untuk Anda. Saat undangan yang pertama saya sebenarnya telah menyembelih Abu Bakar. Sementara saat undangan yang kedua, saya telah menyembelih Umar namun Anda tetap tidak bisa datang. Kini yang tersisa hanya kambing bernama Aisyah dan sudah jelas akan saya potong sebagai persembahan hidangan dari saya untuk Anda.”
“Benarkah yang saya dengar? Kamu akan menyembelih kambing yang kamu namai Aisyah? Tunggulah aku akan ke rumah dahulu untuk mengambil sesuatu.”Tukas ulama Sunni.
Setelah cukup lama berselang, akhirnya ulama Sunni datang kembali ke rumah ulama' Syiah. Namun kali ini ia datang dengan membawa pedang yang cukup tajam. Sang ulama' Sunni pun menghunuskan pedangnya kepada ulama Syiah sambil berkata, “Sebelum engkau menebas Aisyah, lebih baik engkau aku tebas terlebih dahulu.”
Hal ini tentu saja disaksikan oleh pihak keluarga ulama Syiah dengan penuh ketakutan.
Benar saja sang ulama Sunni berhasil menebas leher dari ulama Syiah hingga putus. Setelah itu ia pun pulang dan tak sengaja tertidur.
Kegaduhan muncul di tengah keheningan malam tersebut dan setelah dicek ternyata bahwa para penduduk tengah mengitari rumahnya guna menghakimi sang ulama Sunni. Karena ketakutan, sang ulama pun kemudian masuk ke kamarnya lagi dan tanpa sengaja tertidur.
Dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan berkata kepadanya, “Keluarlah dan katakan: Aku tidak membunuhnya!”
Karena kaget, ulama Sunni pun terperanjat dan bangun dari tidurnya. Masih bingung apakah kejadian tadi merupakan sebuah mimpi, ulama Sunni pun kembali menengok jendelanya dan ternyata rumahnya memang benar-benar dikepung oleh warga terutama mereka yang pendukung Syiah.
Ia pun kembali mengurungkan niatnya untuk menemui mereka karena saking ketakutannya. Namun kembali lagi ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan mengucapkan kata yang sama. Sempat merenung setelah bangun dari tidurnya, ulama ini pun seperti tak kuat menahan kantuk yang sangat dan benar saja ia bertemu kembali dengan Rasulullah dengan perkataan yang berbeda.
ما قتلته إﻻ خنزيرا
“ Keluarlah sekarang dan katakan kepada mereka: Saya tidak membunuhnya karena sesungguhnya yang saya sembelih adalah satu ekor babi.”
Setelah mantap dengan mimpinya tersebut, ia mulai mendekati kerumunan warga dan berkata,
“Wahai para penduduk, saya bukanlah pembunuh ulama Syiah itu.”
Namun sebagian besar penduduk Syiah berkata:
“Bohong kamu, kamulah yang benar-benar membunuh ayah kami” jawab salah seorang anak dari ulama Syiah tersebut.
Ulama Sunni tersebut kemudian menjelaskan bahwa ia tidak pernah memenggal leher ulama Syiah. Justru yang dibunuhnya adalah seekor babi. “Jika tidak percaya, ayo kita lihat ke rumahnya.”
Karena ingin mendapatkan bukti yang kuat, para masyarakat pun kemudian menyetujui untuk membiarkan ulama Sunni membuktikan ucapannya.
Sesampainya di rumah ulama Syiah, tak ada yang didapati oleh masyarakat kecuali seekor babi yang sudah hilang atau putus kepalanya.
Dalam kisah tersebut para penduduk kemudian mempercayai apa yang telah dikatakan oleh ulama Sunni.
Itulah kondisi bagi orang yang menghujat para sahabat Nabi maupun istri Nabi. Sesungguhnya Nabi sendiri tidak rela jika sahabat maupun keluarganya dihina sedemikian rupa.
Dalam kitab Subulul Huda War Rasyad yang dikutip dari riwayat Ibnu Asakir dan Abu Hasan Al Khal’i dijelaskan bahwa Rasulullah pernah berkata kepada istrinya yakni Siti Aisyah dengan perkataan:
“Aisyah, mati terasa kaku bagiku dan aku tahu engkau tetap menjadi istriku di surga."
Oleh karena itu hati-hatilah, Jangan sampai ikut-ikutan menghina maupun mencaci para sahabat dan istri Nabi karena mereka merupakan orang-orang yang shalih dan 'uduul, Sebagian besar dari mereka mendapatkan jaminan surga dan keimanan kita tak akan sebanding dengan iman yang tertancap di hati mereka, Radliyallahu 'anhum. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah dalam hadistnya.
"Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika seandainya seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, (hal itu) tidak akan menyamai infak satu mud atau setengah mud dari salah seorang mereka" (Muttafaq 'alaih)
Wallahu A'lam.
Sumber:
http://www.kabarmakkah.com/2016/01/sayyid-muhammad-al-maliki-ulama-syiah.html
Semoga bermanfaat,
Ded Lee
Sumber:
http://www.kabarmakkah.com/2016/01/sayyid-muhammad-al-maliki-ulama-syiah.html
Semoga bermanfaat,
Ded Lee
No comments:
Post a Comment