Hai sobat blogger, di Bulan Sya'ban ini ada banyak amalan yang sekiranya kita patut berlomba-lomba untuk mencarinya, karena pahalanya sangat besar. Apa saja amalan yang di janjikan Allah dan Rasulnya di bulan Sya'ban tersebut, ikuti penjelasan di bawah ini.
Dinamakan Sya’baan (شَعْبَانَ) diambil dari lafazh شَعْبٌ yang artinya kelompok atau golongan, karena orang-orang Arab dahulu pada bulan tersebut berpencar-pencar (يَتَشَاعَب) untuk mencari sumber air. Juga karena mereka berpisah-pisah (تَشَاعُب / terpencar) di gua-gua.
Dan dikatakan sebagai bulan Sya’ban karena bulan tersebut muncul (شَعَبَ) di antara dua bulan mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan. Bentuk jamaknya adalah شَعَبَنَات dan شَعَابِيْن. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dinamakan Sya’ban karena sibuknya mereka mencari air atau sumur setelah berlalunya bulan Rajab yang mulia. Dan ada juga yang berpendapat selain itu.” Wallaahu a’lam.[Lihat Lisanul ‘Arab dan Fat-hul Baari (IV/251)]
Kenapa di bulan Sya'ban, Rasulullah mengajarkan kita untuk memperbanyak amal ibadah? karena di bulan Sya'ban semua amal manusia diangkat Allah, maka disaat semua amal diangkat maka perbanyaklah ibadah.
Hal ini berdasarkan hadits dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhu, ia mengatakan, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa di suatu bulan seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
ذٰلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِـيْ وَأَنَا صَائِمٌ.
“Bulan itu, banyak manusia yang lalai, yaitu (bulan) antara Rajab dan Ramadhan, bulan diangkatnya amal-amal kepada Rabb semesta alam, dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaan aku sedang berpuasa.” [HR. An-Nasaa-i (IV/201), Ahmad (V/201), dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1898)]
Berikut beberapa amalan yang perlu kita lakukan selama bulan Sya'ban sesuai hadits shahih:
1. Perbanyak Puasa Sunah
Hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma,ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berpuasa hingga kami mengatakan beliau tidak pernah berbuka; dan pernah beliau senantiasa berbuka hingga kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aisyah Radhiyallahu anhuma melanjutkan, …
وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِـيْ شَعْبَانَ.
“Aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan, kecuali Ramadhan. Dan aku tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan-bulan yang lain melainkan pada bulan Sya’ban.” [HR. Al-Bukhari No. 1969 dan Muslim No. 1156 (175)]
عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ، أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَصُوْمُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، وَكَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، وَكَانَ يَقُوْلُ: خُذُوْا مِنَ الْعَمَلِ مَاتُطِيْقُوْنَ، فَإِنَّ اللهَ لَايَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا، وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مَادُوْوِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ، وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا
Dari Abu Salamah, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah menceritakan kepadanya, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban sepenuhnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Lakukanlah amalan (sunnah) semampu kamu. Sesungguhnya Allah tidak akan merasa bosan (terhadap amal yang terus-menerus kalian lakukan), hingga kalianlah yang merasa bosan.’Shalat yang paling dicintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah shalat yang dikerjakan secara terus-menerus (konsisten), walaupun hanya sedikit.Apabila beliau mengerjakan suatu shalat, beliau mengerjakannya secara terus-menerus (konsisten).” [HR. Al-Bukhari No. 1970 dan Muslim No. 782]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ قَيْسٍ أَنَّهُ سَمِعَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُوْل: كَانَ أَحَبُّ الشُّهُوْرِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أَنْ يَصُوْمَهُ شَعْبَانَ ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانِ .
Dari Abdullah bin Abi Qays, bahwasanya dia mendengar ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata: “Bulan yang paling disukai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa adalah bulan Sya’ban. Karena itulah, beliau menyambungkan puasa pada bulan itu dengan puasa bulan Ramadhan.” [HR. Ahmad (VI/188), Abu Dawud (no. 2431), an-Nasaa-i (IV/199), Ibnu Khuzaimah (no. 2077), dan al-Hakim (I/434)]
2. Perbanyak amal ibadah
Selain puasa sunah, amal ibadah sunah lainnya yang harus kita biasakan sebelum menyongsong bulan Ramadhan yaitu: Sholat sunah rawatib, sholat dhuha, shalat tahajut dan witir, mulai perbanyak baca Alqur'an, bersodaqoh, dan amal ibadah lainnya, karena pada bulan sya'ban semua amal manusia akan diangkat, maka ada baiknya pada saat diangkat kita tambahkan lagi amal ibadah kita.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
… وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِـيْ وَأَنَا صَائِمٌ. “…
..."Di bulan itu diangkat amal-amal (manusia) kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila saat amalku diangkat aku sedang berpuasa.”...[HR. An-Nasa-i (IV/201). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (I/595, No. 1022).]
Salamah bin Kuhail Radhiyallahu anhu berkata, “Dahulu dikatakan bahwa Sya’ban adalah bulannya para qurraa’ (pembaca Al-Qur-an).” Juga diriwayatkan dari ‘Amr bin Qais al-Mula-i Radhiyallahu anhu "Apabila bulan Sya’ban telah masuk, maka ia menutup tokonya dan meluangkan waktu (khusus) untuk membaca Al-Qur-an". [Lathaa-iful Ma’aarif fiimaa Limawaasimil ‘Aam minal Wazhaa-if (hlm. 258-259) karya al-Hafizh Ibnu Rajab V, tahqiq: Yasin Muhammad as-Sawaas, cet. V, th. 1420 H, Daar Ibnu Katsir–Beirut.]
3. Sempatkan mengqadha puasa tahun sebelumnya yang batal
Wajib untuk diperhatikan dan menjadi peringatan bagi orang yang masih mempunyai utang puasa Ramadhan sebelumnya untuk membayarnya sebelum masuk bulan Ramadhan berikutnya.Dan tidak boleh mengakhirkannya hingga Ramadhan berikutnya, kecuali darurat.Misalnya, udzur yang terus berlanjut sampai dua Ramadhan. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata,
كَانَ يَكُوْنُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيْعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِـيْ شَعْبَانَ.
“Suatu ketika aku memiliki hutang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadha’nya selain pada bulan Sya’ban.” [HR. Al-Bukhari (No. 1950) dan Muslim (No. 1146)]
Selanjutnya beberapa amalan yang tidak di ajarkan oleh Rasulullah dan kita tidak boleh mengikutinya yaitu:
1. Mengkhususkan Bulan Sya’ban untuk Berziarah Kubur
Sya’ban adalah bulan menjelang Ramadhan yang diyakini banyak orang sebagai waktu utama untuk ziarah kubur, yaitu mengunjungi (jawa=nyadran) kubur-kubur orang tua, karib kerabat, atau para wali, kyai, dan sebagainya.
Ziarah kubur tidak khusus pada bulan Sya’ban saja. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan ummatnya untuk berziarah kubur supaya melembutkan hati dengan mengingat kematian. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
زُوْرُوْا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ.
“Ziarah kuburlah kalian karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada kematian.” [HR. Muslim (no. 976 (108)), Abu Dawud (no. 3234), an-Nasa-i (IV/90), dan lainnya]
Karena itu, ritual sebagian masyarakat dimana mereka mengkhususkan berziarah kubur (nyadran atau nyekar) pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang bulan Ramadhan, adalah suatu kesalahan karena tidak ada keterangannya dari syari’at Islam yang mulia.
2. Ritual Ruwahan
Sebagian masyarakat mengadakan ritual kirim do’a bagi kerabat yang telah meninggal dunia dengan membaca surah Yaasiin (Yasinan) atau disertai juga dengan Tahlilan. Ritual ini dikenal dengan Ruwahan.
Orang Jawa menyebut bulan Sya’ban dengan Ruwah, yang berasal dari kata arwah, sehingga bulan Sya’ban menjadi identik dengan kematian. Karena itu, tradisi Yasinan atau Tahlilan di bulan Sya’ban menjadi laris. Padahal semua ini tidak ada contoh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat Radhiyallahu anhum. Semua perbuatan ini adalah bid’ah.
3. Ritual Malam Nisfu Sya'ban
Sebagian masyarakat mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban untuk mengerjakan shalat dan berdo’a. Perlu diketahui bahwa mengkhususkan suatu amalan ibadah pada waktu-waktu tertentu memerlukan dalil/keterangan yang jelas dari Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih. Jika tidak, maka amalan tersebut adalah bid’ah yang tercela.
Adapun tentang amalan tertentu di malam Nishfu Sya’ban, maka tidak ada hadits yang shahih tentangnya.Seluruh hadits yang menyebutkan tentang amalan di malam Nishfu Sya’ban adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dandha’if (lemah).
Sehingga, tidak ada amalan khusus apapun di malam ini, baik itu membaca Al-Qur-an (Tadarusan), shalat Alfiyah, do’a jama’ah, dan sebagainya. Inilah pendapat dari kebanyakan ulama, dan ini adalah pendapat yang benar.Wallaahul Muwaffiq.
4. Berpuasa pada siang hari setelah malam nisfu Sya'ban
Dalam kitab “Al Mukhtashar” Syaukani melanjutkan : Hadits yang menerangkan shalat Nisfu Sya’ban adalah batil. Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Ali radhiallahu ‘anhu:
إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها
“Jika datang malam Nisfu Sya’ban bershalat malamlah dan berpuasalah pada siang harinya“, adalah dhaif. Dalam buku Allaali’ diriwayatkan bahwa: Seratus rakaat dengan tulus ikhlas pada malam Nisfu Sya’ban adalah pahalanya sepuluh kali lipat.
Hadits riwayat Ad Dailamiy, hadits ini maudhu’ tetapi mayoritas perawinya pada jalan ketiga majhul dan dhaif (leman). Imam Syaukani berkata: Hadits yang menerangkan bahwa dua belas rakaat dengan tulus ikhlas pahalanya adalah tiga puluh kali lipat, maudhu’. Dan hadits empat belas rakaat … dan seterusnya adalah maudhu’ (tidakbisa diamalkan dan harus ditinggalkan, pent).
KESIMPULAN:
Itu saja yang bisa penulis sampaikan, semoga bisa menambah inspirasi sobat blogger untuk memperbanyak ibadah di bulan Sya'ban. Catatan penting dari penulis adalah, jangan sampai kita mengikuti amalan yang tidak diajarkan oleh Rasulullah diatas, seperti dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat amalan yang tidak ada tuntunannya. Karena (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)
Orang yang beramal sesuai tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, itulah yang akan merasakan nikmat telaga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kelak. Sedangkan orang yang melakukan ajaran tanpa tuntunan, itulah yang akan terhalang dari meminum dari telaga yang penuh kenikmatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui ajaran yang tanpa tuntunan yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari no. 7049).
Semoga bermanfaat,
Wassalam,
DK
Sumber:
No comments:
Post a Comment