Terkadang apabila kita melihat di toko online, ada beberapa orang yang menjual uang kuno dengan harga yang sangat fantastis. Ada yang menjual uang lima ratus rupiah tahun 1973 berwarna kuning tembaga dengan harga diatas Rp. 300,000 bahkan ada yang sampai 1 juta keatas. Lantas terpikir dalam benak penulis apakah hal tersebut diperbolehkan oleh Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam? Mari kita ikuti beberapa penjelasan dari beberapa hadits shahih berikut:
1. Tukar menukar mata uang yang sama jenis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيعُوا الوَرِقَ بِالوَرِقِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ
"Janganlah kalian menjual emas dengan emas, kecuali beratnya sama. Jangan melebihkan berat yang satu melebihi berat lainnya. Janganlah kalian menjual perak dengan perak, kecuali beratnya sama. Jangan melebihkan berat yang satu melebihi berat lainnya. Dan janganlah menukar emas-perak yang satu tunai sementara yang satu terhutang." (HR. Bukhari 2177).
Dalam hadis di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan aturan tukar menukar emas dan perak. Bahwa jika emas ditukar dengan emas, atau perak ditukar dengan perak maka beratnya harus sama dan secara tunai. Sementara untuk pertukaran yang berbeda, misalnya emas dengan perak, boleh ada selisih berat, namun tetap harus dilakukan secara tunai (tidak boleh kredit atau hutang).
Diantara aturan tukar menukar uang yang sama adalah harus dilakukan secara tunai dengan nilai nominal yang sama. Misalnya, Rp 20.000 ditukar dengan pecahan Rp 5.000. Proses tukar harus dilakukan tunai, dengan nilai nominal yang sama. Rp 20.000 satu lembar, ditukar dengan Rp 5.000 sebanyak empat lembar. Jika hanya diserahkan Rp 5.000 sebanyak 3 lembar, dan yang satu lembar menyusul, hukumnya dilarang, karena termasuk transaksi riba.
2. Tukar menukar mata uang yang berbeda jenis
Ketika terjadi tukar-menukar mata uang yang berbeda jenis, terjadi perbedaan nilai mata uang (kurs). Akan tetapi, transaksi tersebut wajib taqabudh yadan bi yadin, karena jenis mata uang yang ditukar adalah sesama benda riba, yang transaksi tukar-menukarnya harus secara taqabudh (tunai), sebagaimana disebutkan dalam hadits:
فَإِذَا اخْتَلَفَ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Jika jenisnya berbeda, berjual-belilah antara jenis tersebut sesuai kehendak kalian selama dilakukan tunai dari tangan ke tangan.” (HR. Muslim, dari Ubadah bin ash-Shamit radhiallahu ‘anhu)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya, “Bolehkah seorang muslim membeli mata uang dollar atau mata uang lain dengan harga rendah, kemudian saat kursnya naik, dia jual kembali?”
Beliau menjawab, “Tidak mengapa seseorang membeli uang dollar atau mata uang lain untuk disimpan lalu dia jual ketika kursnya naik di kemudian hari. Akan tetapi, hendaknya dia membelinya dengan transaksi tunai, yadan bi yadin (dari tangan ke tangan), dan tidak secara kredit atau utang".
Misalnya, mata uang USD (United States Dollar) dibeli dengan mata uang SAR (Saudi Arabian Riyal), dinar Saudi, atau dinar Irak secara tunai. Transaksi mata uang harus dilakukan secara tunai dari tangan ke tangan (dalam satu majelis, pen.). Sama halnya seperti menukarkan emas dengan perak, harus tunai dari tangan ke tangan. Allahul musta’an.” (Majmu’ Fatwa Ibnu Baz, 19/60)
3. Aturan tukar menukar diatas berlaku untuk semua benda yang dijadikan mata uang,
Karena illahnya (latar belakangnya) adalah muthlaq tsamaniyah (semua benda yang dijadikan mata uang). Meskipun berupa kertas atau logam lainnya. Ini dalah satu pendapat Imam Abu Hanifah, Imam malik, dan Imam Ahmad. Pendapat ini pula yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam dan Ibnul Qoyim. Sebaliknya, benda yang dulunya mata uang, namun saat ini tidak lagi diberlakukan dan menjadi uang antik, maka tidak berlaku aturan pada nomor 1 di atas.
Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum jual beli uang kuno.
Jawaban beliau,
ليس فيه بأس ؛ لأن العملة القديمة أصبحت غير نقد ، فإذا كان مثلاً عنده من فئة الريال الأولى الحمراء أو من فئة خمسة أو عشرة التي بطل التعامل بها وأراد أن يبيع ذات العشرة بمائة فلا حرج ؛ لكونها أصبحت سلعة ليست بنقد ، فلا حرج
"Tidak masalah. Karena mata uang kuno, sudah bukan lagi alat tukar. Misalnya ada orang yang memiliki beberapa lembar mata uang real dulu, yang warnanya merah, atau uang 5 atau 10 real yang tidak lagi diberlakukan untuk alat tukar, kemudian dia hendak menjual 10 real itu dengan 100 real, hukumnya boleh. Karena uang kuno semacam ini sudah menjadi barang dagangan, dan bukan mata uang, sehingga tidak masalah." (Liqa’at Bab Maftuh, 233/19).
Berdasarkan keterangan di atas, mata uang kuno, yang tidak lagi menjadi alat tukar dan masyarakatpun tidak lagi menerimanya, boleh diperjual belikan meskipun dengan nilai yang lebih besar. Misal, uang kuno Rp 1, dijual dengan harga 10 ribu.
Allahu a’lam.
Video Hukum penjualan uang kuno oleh Ustadz Muhammad Aqil Haidar, Lc
Semoga bermanfaat,
DK
Sumber:
.
ReplyDelete