“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Tuesday, December 26, 2023

Kirim Al Fatihah untuk Mayit


Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Hai sobat blogger, sudah cukup lama penulis tidak membuat konten artikel dalam diary ini, dikarenakan kesibukan pekerjaan. Kali ini penulis ingin membahas tentang kirim amalan bacaan Al Qur'an untuk orang yang telah meninggal. Sering kita mendengar kata-kata seperti "Khususon fulan bin fulan Alfatiha". Untuk orang awam timbul pertanyaan apakah pahala amalan bacaan Al Fatihah tersebut sampai kepada sang mayit? Apakah Rasulullah mengajarkan hal tersebut? Ikuti penjelasannya dibawah ini.

Sebelum panjang lebar penulis jelaskan, perlu sobat ketahui bahwa berkirim Al Fatihah untuk mayit ini adalah hal yang khilafiyah artinya terjadi perbedaan pendapat antar ulama. Untuk itu kita bisa pahami dalil mana yang benar-benar di contohkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam.


Pendapat menurut 4 Imam Mahzab:

1. Mahzab Hanafiyah
Imam Hanafi membolehkan kirim pahala Alfatihah kepada mayit, menurutnya pahalanya sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit. (Syarh Aqidah Thahawiyah, 1/300).

2. Mahzab Malikiyah
Imam Malik melarang menghadiahkan pahala amal kepada mayit (Minan al-Jalil, 1/509, 1/510). Sementara sebagian ulama malikiyah lainnya membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit (Minan al-Jalil, 7/499).

3. Mahzab Syafi'iyah
Imam as-Syafii melarang menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit dan itu tidak sampai (Tafsir Ibnu Katsir, 7/465). Sementara sebagian ulama syafiiyah mengatakan, pahalanya sampai kepada mayit. (Syarh Shahih Muslim, 1/90).

4. Mahzab Hambali
Dalam madzhab hambali, ada dua pendapat sebagian ulama hambali membolehkan (as-Syarhul Kabir, 2/425) dan sebagian melarang (Kasyaf al-Qana’, 2/147).

Sebagai seorang muslim dan muslimah, kita tidak bisa hanya taklik (mengikuti) mana yang menurut hati kita sreg atau mengikuti apa kata orang tua kita dahulu. Ada baiknya kita melihat dalil Al Qur'an yang diperintahkan oleh Allah dan hadits shahih yang di contohkan oleh Rasulullah shalallau 'alaihi wassalam.


Dalil Terkait Sampainya Pahala Baca Al Qur'an

Beberapa ulama berpendapat bahwa mengirim bacaan al Qur'an akan sampai kepada sang mayit karena di khiaskan sama halnya seperti membadal haji atau umrah orang tua, bersedekah, meng-qhodo puasa wajib, ataupun meng-qhodo hutang nadzar buat sang mayit yang pahalanya sampai kepada sang mayit.

Membadal Haji dan Umrah orang tua

عَنْ أَبِى رَزِينٍ الْعُقَيْلِىِّ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيرٌ لاَ يَسْتَطِيعُ الْحَجَّ وَلاَ الْعُمْرَةَ وَالظَّعْنَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ ».

Dari Abu Rozin Al ‘Uqoili, ia berkata, “Wahai Rasulullah, ayahku sudah tua renta dan tidak mampu berhaji dan berumrah, serta tidak mampu melakukan perjalanan jauh.” Beliau bersabda, “Hajikan ayahmu dan berumrahlah untuknya pula.” (HR. An Nasai no. 2638, sanadnya shahih kata Al Hafizh Abu Thohir).


Meng-qhodo puasa wajib orang tua
Dalam hadits ‘Aisyah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya.” (HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147) Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah ahli waris (Lihat Tawdhihul Ahkam, 3: 525).


Meng-qhodo hutang nadzar orang tua

Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah meminta nasehat pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan,
 إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ
اقْضِهِ عَنْهَا

“Sesungguhnya ibuku telah meninggalkan dunia namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Tunaikanlah nadzar ibumu.” (HR. Bukhari no. 2761 dan Muslim no. 1638)


Sedekah atas nama mayit

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no. 2756).

Semua dalil diatas yang di khiaskan sama halnya dengan mengirim bacaan Al Fatihah, dijelaskan oleh Ibnu Katsir bahwa apabila memang benar hal tersebut diperbolehkan maka yang pertama melakukannya adalah Rasulullah dan para sahabat. Akan tetapi tidak ada satupun hadits shahih yang menjelaskan adanya contoh membaca Al Fatihah yang di hadiahkan pahalanya buat sang mayit dari Rasulullah maupun sahabat.

Kita ketahui bahwa ketika anaknya Rasulullah yang bernama Ibrahim meninggal saat itu Rasulullah tidak mencontohkan kirim pahala surat Al Fatihah untuk arwah Ibrahim, begitupun saat Rasulullah wafat, istrinya Aisyah dan para sahabat tidak mencontohkan mengirimkan pahala surat Al Fatihah untuk arwah Rasulullah.

Saat ini ada banyak hadits dha'if (lemah) yang beredar salah satunya yang mengatakan bahwa Rasulullah menyuruh membacakan pembukaan Al Qur'an (Al Fatihah) dan Penutup Surat Al Baqarah kepada orang yang meninggal dunia. Hadits tersebut yang bersumber dari Ibnu Umar secara marfu (yang disandarkan kepada Rasulullah), tetapi dinilai dha’if oleh Al-Haitsami III/45. Dan diriwayatkan pula darinya secara mauquf (disandarkan kepada sahabat) dengan status dhaif. Untuk itu kita perlu cermati sanad dari hadits tersebut, karena sangat bertentangan dengan Al Qur'an dan hadits shahih dibawah ini.



Dalil Terkait  Tidak sampai Pahala Baca Alqur'an:

Allah berfirman:

وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى

Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fathir: 18)

Allah berfirman:

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” (an-Najm: 39).

Dari kedua ayat diatas Ibnu Katsir menjelaskan sebagaimana tidak dibebankan kepadanya dosa orang lain, maka demikian pula dia tidak memperoleh pahala kecuali dari apa yang diupayakan oleh dirinya sendiri.

Penjelasan Tafsit Surat An Najm: 39 diatas menurut Ibnu Katsir:

 ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم

Menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/465).

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya, dari Abu Hurairah radiallahuanhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam bersabda:

"إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: مِنْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ، أَوْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ مِنْ بَعْدِهِ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ"

Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu anak saleh yang mendoakannya, atau sedekah jariyah sesudah kepergiannya atau ilmu yang bermanfaat. (HR. Muslim no. 1631)

Ketiga macam amal ini pada hakikatnya dari hasil jerih payah sang mayit yang bersangkutan dan merupakan buah dari kerjanya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis dibawah ini:

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya. Anak itu adalah hasil usaha orang tua.” (HR. Abu Daud, no. 3528; An-Nasai dalam Al-Kubra, 4: 4. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Hadits riwayat Muslim diatas bukan berarti apabila anaknya membacakan Al Qur'an lalu pahalanya bisa dikirimkan kepada orang tuanya, karena hal tersebut tidak dicontohkan Rasulullah dan para sahabat. Akan tetapi semua kebaikan yang dilakukan anak yang shalih tersebut akan didapat juga oleh kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Dan juga doa dari anak yang shalih untuk kedua orang tuanya tersebut yang akan melindungi kedua orang tuanya dari api neraka.

Selain itu perlu kita ketahui bahwa selama hidupnya Rasulullah tidak pernah mencontohkan umatnya untuk membacakan surah Al Fatihan disaat ada keluarganya yang telah meninggal. Belum ada nash hadits shahih yang menjelaskannya. Hal ini pun tidak pernah pula dinukil dari seseorang dari para sahabat yang melakukannya. Seandainya hal ini (bacaan Al-Qur’an untuk mayat) merupakan hal yang baik, tentulah kita pun menggalakkannya dan berlomba melakukannya.

Tatkala Rasulullah ziarah kubur, beliaupun tidak pernah mengajarkan umatnya untuk mengirimkan bacaan surat Al Fatihah, surat Yasin ataupun ayat Al Qur'an lainnya untuk sang mayit, melainkan beliau mengajarkan kita untuk membaca doa bagi penghuni kubur:

Disebutkan dalam kisah ‘Aisyah yang membuntuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke pekuburan Baqi’ dalam sebuah hadits yang panjang, ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah,

كيف أقول لهم يا رسول الله؟ قال: قولي: السلام على أهل الديار من المؤمنين والمسلمين، ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين، وإنا إن شاء الله بكم للاحقون

“Ya Rasulullah, apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni kubur-ed)?” Rasulullah menjawab, “Katakanlah : Assalamu’alaykum wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang dating kemudian. Dan insya Allah kami akan menyusul kalian” [HR. Muslim (3/14), Ahmad (6/221), An Nasa’I (1/286), dan Abdurrazzaq (no. 6712)]

Demikianlah penjelasan mengenai kirim Al Fatihah untuk Mayit, semoga kita semua bisa mengerti mana yang dicontohkan Rasulullah dan mana yang tidak. Meskipun saat ini masih banyak saudara kita yang melakukan kirim pahala surat Al Fatihah untuk sang mayit tersebut, ada baiknya kita tidak boleh memusuhi mereka, dan tidak boleh menyesatkan mereka. Kita doakan semoga saudara kita tersebut diberikan hidayah oleh Allah. Aamiiin.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,
DK

No comments:

Post a Comment