Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam mengajarkan kita bagaimana adab saat kita bersin dalam aktifitas kita sehari-hari. Dilain sisi rasulullah melarang kita berbicara di saat sholat. Lantas bagaimana apabila terjadi bersin saat kita sholat? Apa yang harus kita lakukan? Simaklah informasi berikut seputar bersin saat sholat sesuai tuntunan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.
Kebanyakan dari kita, mungkin beranggapan bahwa ibadah hanyalah sebatas pada shalat, puasa, haji, dan zakat. Padahal ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Salah satu ibadah yang telah diremehkan oleh sebagian kaum muslim adalah menjaga adab-adab yang telah diajarkan oleh Islam. Adab-adab tersebut memang terkesan sepele, tetapi jika kita mengamalkannya dengan niat beribadah dan dengan niat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amal tersebut akan bernilai ibadah di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan hasil sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Salah satu adab islami yang sudah banyak ditinggalkan kaum muslimin adalah adab ketika bersin dan menguap. Banyak kaum muslimin saat ini yang tidak mengetahui adab ini. Ketika bersin, banyak di antara mereka yang tidak mengucapkan “alhamdullillah”. Mungkin itu disebabkan mereka lupa atau tidak mengetahui keutamaannya.
Demikian pula ketika ia menguap, seharusnya seorang muslim menahannya semampu mungkin. Akan tetapi, banyak dari kita, membuka mulut lebar-lebar saat menguap, sehingga semua orang pun bisa melihat seluruh isi mulutnya. Ada pula yang ketika menguap, mengucapkan ta’awudz, padahal perbuatan semacam ini sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya jika seorang muslim mengetahui betapa besar pahala yang akan diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika seorang muslim meneladani Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sudah pasti manusia akan berlomba-lomba melaksanakan adab-adab yang telah diajarkan oleh Islam ini. Meskipun hal tersebut dalam perkara yang remeh di mata manusia.
Ketika seseorang bersin, maka disyari’atkan baginya untuk mengucapkan hamdalah, dan ketika menguap hendaknya menahan semampunya jangan sampai terbuka (tanpa bersuara). Dalilnya adalah :
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
Telah menceritakan kepada kami Adam bin Iyaas, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b, telah menceritakan kepada kami Sa’iid Al-Maqburiy, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, (beliau bersabda) “Sesungguhnya Allah menyukai bersin, dan tidak menyukai menguap. Apabila salah seorang dari kalian bersin, maka hendaklah ia memuji Allah (mengucapkan hamdalah) dan kewajiban seorang muslim yang mendengarnya untuk mendo’akannya. Sedangkan menguap itu datangnya dari syetan, maka hendaklah ia menahan semampunya. Jika ia sampai mengucapkan ‘haaah,’ maka syetan akan menertawakannya.”
[Shahiih Bukhaariy no. 5869, Kitab Adab, Bab : Yang disukai dari bersin dan yang dibenci dari menguap]
Apabila tidak mampu menahan, maka tutuplah mulut dengan meletakkan tangannya pada mulutnya, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيْهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Apabila salah seorang di antara kalian menguap maka hendaklah menutup mulut dengan tangannya karena syaitan akan masuk (ke dalam mulut yang terbuka).” [HR. Muslim no. 2995 (57) dan Abu Dawud no. 5026]
Tidak disyari’atkan untuk meminta perlindungan dari syaitan kepada Allah ketika menguap, karena hal tersebut tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula dari para Sahabatnya.
Adab saat bersin:
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar membalas pujian tersebut. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
“Ababila salah seorang dari kalian bersin, hendaknya dia mengucapkan, “alhamdulillah” sedangkan saudaranya atau temannya hendaklah mengucapkan, “yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu). Jika saudaranya berkata ‘yarhamukallah’ maka hendaknya dia berkata, “yahdikumullah wa yushlih baalakum (Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR. Bukhari no. 6224 dan Muslim no. 5033)
2. Hendaknya orang yang bersin untuk merendahkan suaranya dan tidak secara sengaja mengeraskan suara bersinnya. Hal tersebut berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ.
“Bahwasanya apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersin, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup wajah dengan tangan atau kainnya sambil merendahkan suaranya.” [HR. Ahmad II/439, al-Hakim IV/264, Abu Dawud no. 5029, at-Tirmidzi no. 2746. Lihat Shahih at-Tirmidzi II/355 no. 2205]
3. Dianjurkan kepada orang yang bersin untuk mengucapkan alhamdulillaah sesudah ia selesai bersin. Dan tidak disyari’atkan kepada orang-orang yang ada di sekitarnya untuk serta merta mengucapkan pujian kepada Allah (menjawabnya) ketika mendengar orang yang bersin. Telah ada ungkapan pujian yang disyari’atkan bagi orang yang bersin sebagaimana yang tertuang dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:
اَلْحَمْدُ ِللهِ.
“Segala puji bagi Allah” [HR. Al-Bukhari no. 6223, at-Tirmidzi no. 2747]
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
“Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.” [HR. Al-Bukhari di dalam al-Adaabul Mufrad no. 394, an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 224, Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.259. Lihat Shahihul Jami’ no. 686]
اَلْحَمْدُ ِللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ.
“Segala puji bagi Allah atas segala hal” [HR. Ahmad I/120,122, at-Tirmidzi no. 2738, ad-Darimi II/283, al-Hakim IV/66. Lihat Shahih at-Tirmidzi II/354 no. 2202]
اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِِيْرًا طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى.
“Segala puji bagi Allah (aku memuji-Nya) dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh ke-berkahan sebagaimana yang dicintai dan diridhai oleh Rabb kami.” [HR. Abu Dawud no. 773, al-Hakim III/232. Lihat Shahih Sunan Abi Dawud I/147 no. 700]
4. Wajib bagi setiap orang yang mendengar orang bersin (dan mengucapkan alhamdulillah) untuk melakukan tasymit kepadanya, yaitu dengan mengucapkan,
يَرْحَمُكَ اللهُ
yarhamukallah
“Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu.”
Apabila tidak mendengarnya mengucapkan al-hamdulillah, maka janganlah mengucapkan tasymit (ucapan yarhamukallah) baginya, dan tidak perlu mengingatkannya untuk mengucapkan hamdallah (ucapan alhamdulillaah).
Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللهَ: فَشَمِّتُوْهُ فِإِنْ لَمْ يَحْمَدِ اللهَ فَلاَ تُشَمِّتُوْهُ.
“Jika salah seorang dari kalian bersin lalu mengucapkan alhamdulillah, maka hendaklah kalian mengucapkan tasymit (ucapan yarhamukallah) baginya, namun jika tidak, maka janganlah mengucapkan tasymit baginya.” [HR. Muslim no. 2992]
5. Bila ada orang kafir bersin lalu dia memuji Allah, boleh berkata kepadanya:
يَهْدِيْكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ.
yahdikumullaah wa yushlihu baalakum
“Semoga Allah memberikan pada kalian petunjuk dan memperbaiki keadaan kalian.”
Hal ini berdasarkan hadits Abu Musa al-‘Asy’ari Radhiyallahu anhu, ia berkata:
كَانَ الْيَهُوْدُ يَتَعَاطَسُوْنَ عِنْدَ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُوْنَ أَنْ يَقُوْلَ لَهُمْ يَرْحَمُكُمُ اللهُ، فَيَقُوْلُ: يَهْدِيْكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ باَلَكُمْ.
“Orang-orang Yahudi berpura-pura bersin di ha-dapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berharap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudi mengatakan kepada mereka yarhamukumullah (semoga Allah memberikan rahmat bagi kalian), namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengucapkan yahdikumullaah wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberikan pada kalian petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).” [HR. Ahmad IV/400, al-Bukhari dalam al-Adaabul Mufrad II/392 no. 940, Abu Dawud no. 5058, an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 232, at-Tirmidzi no. 2739, al-Hakim IV/268. Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi II/354 no. 2201]
6. Apabila orang yang bersin itu menambah jumlah bersinnya lebih dari tiga kali, maka tidak perlu dijawab dengan ucapan yarhamukallah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيُشَمِّتْهُ جَلِيْسُهُ، وَإِنْ زَادَ عَلَى ثَلاَثٍ فَهُوَ مَزْكُوْمٌ وَلاَ تُشَمِّتْ بَعْدَ ثَلاَثِ مَرَّاتٍ.
“Apabila salah seorang di antara kalian bersin, maka bagi yang duduk di dekatnya (setelah mendengarkan ucapan alhamdulillaah) menjawabnya dengan ucapan yarhamukallah, apabila dia bersin lebih dari tiga kali berarti ia sedang terkena flu dan jangan engkau beri jawaban yarhamukallah setelah tiga kali bersin.” [HR. Abu Dawud no. 5035 dan Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 251. Lihat Shahiihul Jami’ no. 684]
Dan jangan mendo’akan orang yang bersin lebih dari tiga kali serta jangan pula mengucapkan kepadanya do’a:
شَفَاكَ اللهُ وَعَافَاكَ.
“Semoga Allah memberikan kesembuhan dan menjagamu.”
Karena seandainya hal tersebut disyari’atkan maka tentulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencontohkannya.
7. Barangsiapa yang bersin sedangkan ia dalam keadaan tidak dibolehkan untuk berdzikir (memuji Allah), misalnya sedang berada di WC, apabila ia khilaf menyebutkan alhamdulillah, maka tidak wajib bagi kita yang mendengarkannya untuk menjawab yarhamukallah. Hal ini karena berdzikir di WC terlarang. [Lihat kitab Adaabut Tatsaa-ub wal ‘Uthas oleh ar-Rumaih]
Ini adalah dalil yang umum. Namun bagaimana bila kita sedang shalat dan kita bersin? Apakah disyari’atkan juga untuk mengucapkan hamdalah?
Jawabannya adalah ya, dalilnya adalah seperti yang diriwayatkan oleh Al-Imaam At-Tirmidziy rahimahullah :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا رِفَاعَةُ بْنُ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيُّ عَنْ عَمِّ أَبِيهِ مُعَاذِ بْنِ رِفَاعَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَطَسْتُ فَقُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ فَقَالَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَهَا الثَّانِيَةَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَهَا الثَّالِثَةَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ رِفَاعَةُ بْنُ رَافِعٍ ابْنُ عَفْرَاءَ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ كَيْفَ قُلْتَ قَالَ قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ ابْتَدَرَهَا بِضْعَةٌ وَثَلَاثُونَ مَلَكًا أَيُّهُمْ يَصْعَدُ بِهَا
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Rifaa’ah bin Yahyaa bin ‘Abdullaah bin Rifaa’ah bin Raafi’ Az-Zaraqiy, dari paman ayahnya yaitu Mu’aadz bin Rifaa’ah, dari Ayahnya, ia berkata, “Aku pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu aku bersin dan mengucapkan, “Alhamdulillaahi hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiih, mubaarakan ‘alaih, kamaa yuhibbu rabbunaa wa yardha (Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, diberkahi di dalamnya serta diberkahi di atasnya, sebagimana Rabb kami senang dan ridla).” Maka ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, beliau berpaling ke arah kami seraya bertanya, “Siapa yang berbicara waktu shalat?” Tidak ada seorang pun dari kami yang menjawab, beliau lalu bertanya lagi untuk yang kedua kalinya, “Siapa yang berbicara waktu shalat?” Tidak ada seorang pun dari kami yang menjawab, beliau lalu bertanya lagi untuk yang ketiga kalinya, “Siapa yang berbicara waktu shalat?” Maka aku menjawab, “Aku, wahai Rasulullah,” Beliau bertanya, “Apa yang engkau ucapkan tadi?” Aku menjawab, “Aku mengucapkan ‘Alhamdulillaahi hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiih, mubaarakan ‘alaih, kamaa yuhibbu rabbunaa wa yardha’.” Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, sungguh ada tiga puluh lebih malaikat saling berebut untuk membawa naik kalimat tersebut.”
[Jaami’ At-Tirmidziy no. 404] – Imam Tirmidziy berkata hadits hasan. Dishahihkan Syaikh Al-Albaaniy dalam Takhriij Al-Misykaah no. 951.
Perkataan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang tidak mengingkari perbuatan Rifaa’ah-radhiyallahu ‘anhu- menjadi hujjah disyari’atkannya mengucapkan hamdalah ketika bersin dalam shalat. Dan ini adalah pendapat jumhur dari para sahabat dan tabi’in. Begitu juga Imam Maalik, Asy-Syaafi’iy dan Ahmad. Namun mereka berbeda-beda pendapat apakah pengucapannya dikeraskan atau dipelankan. Yang rajih adalah dikeraskan namun hanya sebatas hingga didengar dirinya sendiri dan tidak sampai mengganggu orang lain disampingnya. Ini adalah pendapat madzhab Imam Ahmad.
Bagaimana dengan orang disampingnya yang mendengar ia bersin? Apakah dianjurkan juga baginya untuk mendo’akannya?
Al-Imaam Muslim rahimahullah meriwayatkan :
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ
بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Ash-Shabbaah dan Abu Bakr bin Abi Syaibah dan keduanya berdekatan dalam lafazh hadits tersebut, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim, dari Hajjaaj Ash-Shawwaaf, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Hilaal bin Abi Maimuunah, dari ‘Athaa’ bin Yasaar, dari Mu’aawiyah bin Al-Hakam As-Sulamiy, dia berkata, “Ketika aku sedang shalat bersama-sama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum yang bersin lalu aku mengucapkan, ‘Yarhamukallaah (semoga Allah memberimu rahmat)’. Maka seluruh jamaah menujukan pandangannya kepadaku.” Aku berpikir, “Celakalah Ibuku! Mengapa mereka?” Mereka bahkan menepukkan tangan pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu bahwa mereka menyuruhku diam. Tatkala Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, Ayah dan Ibuku sebagai tebusanmu (wahai ‘Athaa’), aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini, tidak dibolehkan di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an.”
[Shahiih Muslim no. 540, Kitab Masjid dan Tempat-tempat Shalat, Bab : Diharamkan berbicara dalam shalat dan dihapusnya hukum yang membolehkannya]
Dari sini diketahui bahwa tidak diperbolehkan mendo’akan orang yang bersin dalam shalat karena ia termasuk dalam hukum membuat percakapan antara dirinya dan orang yang bersin tersebut dan ini dapat membatalkan shalatnya. Inilah yang raajih.
Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata :
ولم ينكر النبي صلى الله عليه وسلم على العاطس الذي حمد الله؛ فدل ذلك على أن الإنسان إذا عطس في الصلاة حمد الله لوجود السبب القاضي بالحمد ، ولكن لا يكون ذلك في كل ما يوجد سببه من الأذكار في الصلاة”
“Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari orang yang bersin dan mengucapkan Alhamdulillaah ketika sedang shalat. Ini menandakan bahwa jika seseorang bersin selama shalat maka dianjurkan mengucapkan Alhamdulillaah karena memang telah tsabit dalilnya, namun ini tidak berlaku untuk semua dzikir (do’a) yang dilakukan karena suatu sebab didalam shalat.” [Fatawaa Ibnu ‘Utsaimin 13/342]
.
Allaahu a’lam.
Semoga bermanfaat,
DK
DK
Sumber:
No comments:
Post a Comment