“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Friday, September 8, 2017

Bahaya Sifat Riya


Asssalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Buat sobat muslimin dan muslimat semua, kali ini penulis ingin berbagi pengetahuan tentang bahayanya sifat "Riya". Karna semua amal yang pernah kita kerjakan tidak ada satupun yang dianggap oleh Allah Subhanallahu Wata'ala. Dan apabila mempunyai sifat "riya" tersebut, maka wallahu 'alam kita bisa termasuk kedalam 3 golongan yang akan menjadi koreknya api neraka.

Apabila kita sudah melakukan amal shalih seperti mengaji, menghafal Al Qur'an, menjadi ulama, ustad, da'i, atau kyai, pernah berhaji atau umrah, bernah berinfak atau berzakat, membantu atau menolong orang lain, ataupun pernah berqurban. Terus dikemudian hari amal kita tersebut kita bicarakan kepada orang lain, maka Allah tidak menganggap dan menghitung amal-amal tersebut. Bahkan Allah akan menyeret kita kedalam api neraka seperti yang dijelaskan didalam hadits riwayat Imam Muslim dan Nasa'i dibawah ini.

Siapakah ketiga golongan orang tersebut?

Berikut penjelasannya:
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ z قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأََ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ. رواه مسلم (1905) وغيره

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. 

Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman: ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. 

Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. 

Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya: ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab: ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman: ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’”

HR Muslim, Kitabul Imarah, bab Man Qaatala lir Riya’ was Sum’ah Istahaqqannar (VI/47) atau (III/1513-1514 no. 1905).
HR An Nasa-i, Kitabul Jihad bab Man Qaatala liyuqala : Fulan Jari’, Sunan Nasa-i (VI/23-24), Ahmad dalam Musnad-nya (II/322) dan Baihaqi (IX/168).

Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh adz Dzahabi (I/418-419), Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad, no. 8260 dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani dalam Shahih at Targhib wat Tarhib (I/114 no. 22) serta dalam Shahih An Nasa-i (II/658 no. 2940).



BAHAYA RIYA

Di dalam al Qur`an dan as Sunah banyak sekali ancaman tentang bahaya riya’. Riya’ termasuk kedurhakaan hati yang sangat berbahaya terhadap diri, amal, masyarakat dan umat. Dan ia juga termasuk dosa besar yang merusak. Di antara bahaya riya’ adalah sebagai berikut :

1. Riya’ Lebih Berbahaya Bagi Kaum Muslimin Daripada Fitnah Masiih Ad Dajjal.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya”. [HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa’id al Khudri. Hadits ini hasan-Shahih at Targhib wat Tarhib, no. 30]

2. Riya’ Lebih Sangat Merusak Daripada Serigala Menyergap Domba

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَ الشَّرَفِ لِدِيْنِهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda : “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dan dilepaskan di tengah sekumpulan domba lebih merusak daripada ketamakan seorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya”. [HSR Ahmad, III/456; Tirmidzi, no. 2376; Darimi, II/304, dan yang lainnya dari Ka’ab bin Malik].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan rusaknya agama seorang muslim karena tamaknya kepada harta, kemuliaan, pangkat dan kedudukan. Semua ini menggerakkan riya’ di dalam diri seseorang.

3. Amal Shalih Akan Hilang Pengaruh Baiknya Dan Tujuannya Yang Besar Bila Disertai Riya’.
Allah berfirman :

“Maka celakalah bagi orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan mencegah (menolong dengan) barang yang berguna”. [Al Ma’un: 4-7].

Orang yang berbuat riya’ dan tidak mau menolong orang lain, karena shalat mereka tidak mempunyai pengaruh dalam hati mereka, sehingga mencegah kebaikan dari hamba-hamba Allah. Mereka hanyalah menunaikan gerakan-gerakan shalat dan memperindahnya, karena semua mata memandangnya, padahal hati mereka tidak memahami, tidak tahu hakikatnya dan tidak mengagungkan Allah. Karena itu, shalat mereka tidak berpengaruh terhadap hati dan amal. Riya’ menjadikan amal itu kosong tidak ada nilainya.

4. Riya’ Akan Menghapus Dan Membatalkan Amal Shalih.
Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir”. [Al Baqarah: 264].

Hati yang tertutup riya’ ibarat batu licin yang tertutup tanah. Orang yang berbuat riya’ tidak akan membuahkan kebaikan, bahkan ia telah berbuat dosa yang akan dia peroleh akibatnya pada hari Kiamat. Riya’ menghapuskan amal shalih, dan seseorang tidak mendapatkan apa-apa karenanya di akhirat nanti dari amal-amal yang pernah ia lakukan di dunia. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ الرِّيَاءُ ، يَقُوْلُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جَزَى النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ : اذْهَبُوْا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاؤُوْنَ فِيْ الدُّنْيَا ، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزاَءً ؟!

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah akan mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?” [HR Ahmad, V/428-429 dan al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, XIV/324, no. 4135 dari Mahmud bin Labid. Lihat Silsilah Ahaadits Shahiihah, no. 951]

Pelaku riya’ akan memamerkan amalnya agar dipuji, disanjung dan mendapatkan kedudukan di hati manusia. Dia tidak akan mendapat ganjaran kebaikan dari Allah, dan tidak pula dari orang-orang yang memujinya, karena yang berhak memberi balasan hanya Allah saja. Allah berfirman dalam hadits Qudsi :
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ ، تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُ

“Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan perbuatan syirik kepadaKu, maka Aku tinggalkan dia dan (Aku tidak terima) amal kesyirikannya” [HR Muslim, no. 2985 dan Ibnu Majah, no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah)]

5. Riya’ Adalah Syirik Khafi (Tersembunyi).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ ، قَالَ قُلْنَا بَلَى ، فَقَالَ : الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,“Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu ia menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya”. [HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa’id al Khudri, hadits ini hasan-Shahih Ibnu Majah, no. 3389]

6. Riya’ Mewariskan Kehinaan Dan Kerendahan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَمَّعَ النَّاسَ بِعَمَلِهِ ، سَمَّعَ اللهُ بِهِ مَسَامِعَ خَلْقِهِ ، وَصَغَّرَهُ وَحَقَّرَهُ
“Barang siapa memperdengarkan amalnya kepada orang lain (agar orang tahu amalnya), maka Allah akan menyiarkan aibnya di telinga-telinga hambaNya, Allah rendahkan dia dan menghinakannya”. [HR Thabrani dalam al Mu’jamul Kabiir; al Baihaqi dan Ahmad, no. 6509. Dishahihkan oleh Ahmad Muhammad Syakir. Lihat Shahiih at Targhiib wat Tarhiib, I/117, no. 25].

7. Pelaku Riya’ Tidak Akan Mendapatkan Ganjaran Di Akhirat.
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَشِّرْ هَذِهِ الأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ وَالرِّفْعَةِ ، وَالدِّيْنِ ، وَ النَّصْرِ ، وَ التَّمْكِيْنِ فِي الأَرْضِ ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الأَخِرَةِ لِلدُّنْيَا ، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الأَخِرَةِ نَصِيْبٌ

“Sampaikan kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, kedudukan yang tinggi (keunggulan), agama, pertolongan dan kekuasaan di muka bumi. Barangsiapa di antara mereka melakukan amal akhirat untuk dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat”. [HR Ahmad, V/134; dan Hakim, IV/318. Shahih, lihat Shahih Jami’ush Shaghiir, no. 2825]

8. Riya’ Akan Menambah Kesesatan Seseorang.
Allah Ta’ala berfirman :

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta”. [Al Baqarah: 9-10].

9. Riya’ Merupakan Sebab Kekalahan Ummat Islam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَ صَلاَتِهِمْ , وَ إِخْلاَصِهِمْ
“Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan orang-orang yang lemah, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka” [HSR an Nasa-i, VI/45, dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash][2]

Ikhlas karena Allah menjadi sebab ditolongnya umat ini dari musuh-musuh mereka. Allah melarang kita keluar berperang dengan sombong dan riya’, karena hal ini akan membawa kepada kekalahan. Allah berfirman :

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan”. [al Anfaal : 47].


Sebagai tambahan bisa kita dengarkan nasehat dari Ustadz Khalid Basalamah pada video berikut:


Semoga bermanfaat,
DK

Sumber:

No comments:

Post a Comment