“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Monday, October 9, 2017

Runtuhnya Kerajaan Romawi di Konstatinopel

Peninggalan Istana Romawi

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Saya ingin berbagi cerita tentang sejarah Sultan Mehmed II sebagai sultan ke 7 dari Bani Utsmani Turki, yang berhasil mengalahkan kerajaan adikuasa di dunia pada saat itu yaitu Kerajaan Romawi yang sudah 11 abad (1100 tahun berkuasa).

Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: محمد ثانى Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفاتح), "sang Penakluk", dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur.

Muhammad al-Fatih adalah salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang paling terkenal. Ia merupakan sultan/raja ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniah. Al-Fatih adalah gelar yang senantiasa melekat pada namanya karena dialah yang mengakhiri atau menaklukkan Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad.

Sultan Muhammad al-Fatih memerintah selama 30 tahun. Selain menaklukkan Binzantium, ia juga berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa, dan termasuk jasanya yang paling penting adalah berhasil mengadaptasi menajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke dalam Kerajaan Utsmani.

Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepemimpinannya serta taktik dan strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaidah pemilihan tentaranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq.

Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.


Sabda Rasulullah tentang Penaklukan Konstantinopel

Beliau bersabda “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].

Dari Abu Qubail berkata: Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Rumiyah (Roma)? Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah/Roma? Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel. (HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim)

Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim. Adz-Dzahabi sepakat dengan al-Hakim. Sementara Abdul Ghani al-Maqdisi berkata: Hadits ini hasan sanadnya.

Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di hadapan para Shahabatnya empat belas abad yang lalu. Delapan abad setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata demikian, apa yang beliau kabarkan benar-benar terjadi. Benteng Konstantinopel yang terkenal kuat dan tangguh itu, akhirnya takluk di tangan kaum muslimin. Para Ulama’, di antaranya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan, “Di antara Dalaa’il Nubuwwah atau tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah sabda beliau yang menceritakan kejadian-kejadian yang akan terjadi di masa depan.”


Karakter Pemimpin Yang Ditanamkan Sejak Kecil

Muhammad al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan sultan/raja keenam Daulah Utsmaniyah.

Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).

Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh. Perhatian tersebut terlihat dari Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Tidak heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani, luar biasa!

Walaupun usianya baru seumur jagung, sang ayah, Sultan Murad II, mengamanati Sultan Muhammad memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan sang ayah agar anaknya cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari. Bimbingan para ulama diharapkan menjadi kompas yang mengarahkan pemikiran anaknya agar sejalan dengan pemahaman Islam yang benar.


Masa Awal Kekuasaan

Peta kekuasaan Kerajaan Romawi (The Roman Empire)

Mehmed II lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne, yang saat itu merupakan Ibu Kota Utsmaniyah. Ia merupakan anak dari Sultan Murad II (1404-51) dan Valide Sultan huma Hatun. Sultan Murad II memberikan fasilitas pendidikan yang sangat tinggi. Banyak guru yang mendidiknya, namun yang paling dekat dengannya adalah Syaikh Aaq Syamsuddin.

Sesuai kebiasaan dalam Kekhalifahan Utsmaniyah kala itu, Mehmed II dikirim untuk memimpin dan mencari pengalaman di sebuah kota bernama Amasya saat ia berusia sebelas tahun. Tidak lama kemudian, tepatnya saat Mehmed II berusia 12 tahun, ayahnya mengundurkan diri dari posisi Sultan, dan mengangkat Mehmed II sebagai penggantinya. Pemikiran Sultan Murad II sangat terpengaruh oleh pemikiran ulama-ulama Islam kala itu, khususnya oleh pemikiran penasihat terdekatnya, Molla Gurani, serta Ak Semseddin, yang di kemudian hari mendorongnya untuk menaklukkan kota Konstantinopel.

Pada tahun pertama ia berkuasa, Mehmed II langsung diserang kekaisaran Hungaria yang melanggar perjanjian gencatan senjata. Dengan segera Mehmed II meminta ayahnya untuk kembali menjadi Sultan dan memimpin pasukan. Namun ayahnya menolak karena telah memutuskan untuk menjalani hidup tenang di Barat Daya Anatolia. Mehmed II yang marah kemudian mengirimkan surat kepada ayahnya: "Bila ayah adalah Sultannya, datanglah dan pimpinlah pasukan ayah. Bila aku adalah Sultannya, aku memerintahkan ayah untuk datang dan memimpin pasukanku." Dan Murad II pun tergugah, datang membantu anaknya, dan memenangkan Pertempuran Varna yang dimulai pada tanggal 10 November, tahun 1444.


Usaha Penaklukan Konstantinopel

Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu kota termasyhur dunia. Kota ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Kota ini didirikan tahun 330 M oleh Raja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan pada masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.

Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Konstantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H pada zaman Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk pada zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menawan Konstantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.

Awal kurun ke-8 Hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi napas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat pada zaman Sultan Yildirim Bayazid saat dia mengepung kota itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinopel secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.

Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan napas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Konstantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak dia, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.

Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan dia mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika dia naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota tersebut. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para 'ulama terulung pada zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma'il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah mengirim beberapa orang 'ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia mengirim Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan izin kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.

Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini sangat berkesan pada diri Amir Muhammad, lantas setelah itu dia terus menghapal Al-Qur'an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Syamsuddin merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur'an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.

Syeikh Syamsyuddin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan Konstantinopel. Ketika naik tahta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Syamsyuddin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan. Sultan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentara. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentara dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.


Strategi Pertempuran

Tembok pertahanan Konstantinopel

Panglima Al-Fatih memperkuat infrastruktur angkatan bersenjata dan modernisasi peralatan tempur, dengan membangun benteng Romali Hisyar di wilayah selatan Eropa, di selat Bosphorus, pada sebuah titik yang paling strategis yang berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun pendahulunya yaitu Sultan Bayazid di daratan Asia.

Sebelum serangan dilancarkan, Sultan Muhammad II telah mengadakan perjanjian dengan kerajaan yang berbatasan langsung dengan konstantinopel diantaranya ialah perjanjian yang dibuat dengan kerajaan Galata yang bersebelahan dengan Byzantine. Ini merupakan strategi yang penting supaya seluruh tenaga dapat difokuskan kepada musuh yang satu tanpa ada ancaman lain yang tidak terduga.

Disebutkan bahwa telah dipersiapkan kapal perang berjumlah 400 unit. Meriam-meriam besar telah digerakkan dari Andrianopel menuju Konstantinopel dalam jangka waktu dua bulan.

Keseriusan Sultan Muhammad II telah mendorong Kaisar Byzantium berusaha meminta bantuan dari negara-negara Eropa seperti Genoa, Venesia, dan Spanyol. Kaisar memohon pertolongan dari gereja Katholik Roma, sedangkan ketika itu semua gereja di Kostantinopel beraliran Orthodoks.

Demi mendapatkan bantuan, Constantine XI Paleologus setuju untuk menukar aliran di Kostantinopel demi menyatukan kedua aliran yang saling bermusuh itu. Perwakilan dari Eropa telah tiba di Konstantinopel untuk tujuan tersebut. Constantine XI berpidato di Gereja Aya Sofya menyatakan ketundukan Byzantium kepada Katholik Roma.

Hal ini telah menimbulkan kemarahan penduduk Kostantinopel yang beraliran Orthodoks. Sehingga ada di antara pemimpin Orthodoks berkata, “Sesungguhnya aku lebih rela melihat di bumi Byzantine ini sorban orang Turki (muslim) daripada aku melihat topi Latin!” Situasi ini telah mencetuskan pemberontakan rakyat terhadap keputusan Constantine XI yang dianggap telah berkhianat.

Akhirnya pasukan yang dipimpin langsung Sultan Muhammad II alias Al-Fatih  sampai didekat Konstantinople pada hari Kamis tanggal 26 Rabiul Awwal 857 H (6 April 1453 M). Bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, Halil Pasha, dan Zaghanos Pasha (tangan kanannya) mereka merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru kota dan pada hari yang sama seluruh kota telah terkepung mulai dari Golden Horn ke Laut Marmara dari tanah.

Dalam pidatonya ia menyebutkan, bahwa dengan dibukanya Konstantinopel berarti akan memuliakan nama Islam dan Kaum Muslimin.

Al-FAtih lalu mengirim surat kepada Paleologus untuk bernegosiasi, menyerahkan penguasaan kota secara damai atau memilih perang. Tetapi Constantine Paleologus tetap bertahan untuk mempertahankan kotanya. Yang dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan, dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.

Kota itu memang sulit ditembus, bahkan kapal perang ukuran kecil pun tak bisa melewatinya. Al-Fatih berjanji tidak seorang pun akan terluka bahkan tidak ada gereja dan harta benda penduduk akan musnah.

“…Serahkan kekaisaranmu, kota Konstantinopel. Aku bersumpah bahwa tentaraku tidak akan mengancam nyawa, harta dan kehormatan mereka. Mereka yang ingin terus tinggal dan hidup dengan amat sejahtera di Konstantinopel, bebas berbuat demikian. Dan siapa yang ingin meninggalkan kota ini dengan aman sejahtera juga dipersilakan”.

Akhirnya, serangan pun mulai diluncurkan pada esok harinya. Tetapi karena rantai besi yang melindungi perairan Tanduk Emas, pasukan Al-Fatih belum berhasil menerobos masuk.

Pada 18 April 1453 M, pasukan berhasil meruntuhkan tembok Konstantinopel, namun dengan cepat tentara Constantine berhasil menumpuk reruntuhan sehingga benteng kembali tertutup.

Pada hari yang sama para pasukan mencoba menembus rantai besi, tetapi berhasil dihalangi oleh armada laut Byzantine dan Eropa. Dua hari setelah serangan itu, terjadi sekali lagi perang laut antara kedua belah pihak. Namun, gabungan armada Eropa dan Konstantinopel berhasil mematahkan serangan pasukan Al-Fatih. Walaupun mereka bersungguh-sungguh melancarkan serangan demi serangan. Atas kegagalan itu sultan merasa khawatir.

Namun apa yang terjadi? Pada subuh pagi tanggal 22 April, penduduk kota Konstantinopel yang terlelap tidur itu terbangun, demi mendengar pekik suara takbir tentara Islam, “Allahu akbar….!  Allahu Akbar…!! Allahu Akbar…!!!”. menggema di perairan Tanduk Emas.

Pasukan Konstantinopel gempar. Tak seorang pun di antara mereka yang percaya atas apa yang telah terjadi. Tidak ada yang dapat membayangkan bagaimana semua itu bisa terjadi hanya dalam semalam. Pasukan Al-Fatih telah dapat masuk ke kawasan Konstantinopel, padahal perairan sudah diblokir dengan rantasi besi.

Bagaiman tidak! Karena tidak dapat melewati rantai-rantai besi di sepanjang peraiaran, maka untuk melewatinya, Al-Fatih memerintahkan dalam satu malam itu, agar pasukannya mengangkat kapal-kapal laut yang jumlahnya 70 kapal diturunkan ke darat, lalu naik melintasi perbukitan terjal, ke atas, lalu turun kembali ke seberang rantai-rantai besi. Hingga dapat masuk ke perairan yang berhadapan langsung dengan benteng Konstantinopel.

Seorang ahli sejarah tentang Byzantium, Yilmaz Oztuna, di dalam bukunya Osman Li Tarihi menyebutkan, “Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander yang Agung”.

Begitu kapal-kapal pasukan Al-Fatih memasuki perairan Tanduk Emas, serangan demi serangan menghujam ke dalam benteng pun dilancarkan sepanjang siang hingga malam hari tanpa henti.

Sultan Muhammad II yakin bahwa kemenangan semakin tiba, mendorongnya untuk terus berusaha agar Constantine XI Paleologus menyerah kalah tanpa terus membiarkan kota itu musnah akibat gempuran meriam.

Sekali lagi Sultan mengirim utusan Ismail Isfendiyar Beyoglu untuk meminta Constantine XI Paleologus agar menyerahkan Kostantinopel secara aman. Costantine telah berunding dengan para menterinya. Ada yang menyarankan supaya mereka menyerah kalah dan ada pula yang ingin bertahan sampai akhir. Costantine akhirnya setuju dengan pandangan kedua lantas mengirimkan balasan,

“Puji Tuhan karena Sultan memberikan keamanan dan bersedia menerima pembayaran jizyah. Akan tetapi Costantine bersumpah untuk terus bertahan hingga ke akhir hayatnya demi takhta atau mati dan dikuburkan di kota ini!”.

Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad II atau Al-Fatih bersama tentaranya kembali meluruskan niat dan membersihkan diri di hadapan Allah. Mereka memperbanyak shalat, berdoa dan berdzikir, dengan harapan Allah akan memudahkan kemenangan.

Para ulama pula memeriksa barisan tentara sambil memberi semangat kepada para pejuang. Mereka diingatkan tentang kelebihan jihad dan syahid serta kemuliaan para syuhada’ terdahulu khususnya, Abu Ayyub Al-Ansari yang juga telah berjuang menuju wilayah itu.

“Sesungguhnya saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tiba di Madinah ketika hijrah, baginda Nabi telah pergi ke rumah Abu Ayyub Al-Ansari. Sesungguhnya Abu Ayyub pun telah datang ke Kostantinopel dan berada di sini!”, ujar ulama penasihat Al-Fatih. Kata-kata inilah yang membakar semangat tentara Islam hingga ke puncaknya.

Tepat pukul 01.00 dini hari, Selasa, 20 Jumadil Awwal 857 H./ 29 Mei 1453 M, Sultan Al-Fatih memberi pidato kepada tentara Islam :

“Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menjadi kenyataan, dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti. Maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits tersebut, yaitu berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu di depan matanya dan jangan sampai ada di antara mereka melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran”.

Diiringi hujan panah api, meriam, tombak, dan lainnya, tentara Turki Islam itun pun maju dalam tiga lapis pasukan, terdiri dari tentara biasa di lapis pertama, pasukan khusus Anatolian Army di lapis kedua, dan terakhir pasukan khusus Yanissari yang di pimpin Ulubatli Hasan seorang pemuda yang setia pada Sultan Mehmed II.

Pasukan Kostantinople telah berada di puncak ketakutan. Sementara pasukan Muslim yang memang menginginkan mati syahid, begitu berani maju menyerbu tentara Konstantinopel.

Tentara Islam akhirnya berhasil menembus kota Kostantinopel melalui Pintu Edirne. Mereka telah berhasil mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyah di atas menara kastel Ayos Romanos. Adalah seorang tentara muda bernama Ulubatli Hasan yang pertama menancapkan bendera Daulah Usmaniyah pada tanah Byzantine.

Constantine XI Paleologus yang melihat kejadian itu, melepas baju kerajaannya dan maju bertempur bersama pasukannya, hingga tewas menjadi martir, namun tak pernah ditemukan jasadnya.

Panglima Giustiniani sendiri melarikan diri meninggalkan kota dengan pasukan Genoanya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Berita kematian Costantine telah menaikkan lagi semangat tentara Islam untuk terus menyerang. Namun sebaliknya, bagaikan pohon tercabut akar, tentara Kostantinopel menjadi tercerai berai mendengar berita kematian Rajanya.


Penaklukan di Asia

Setelah penaklukan Konstantinopel, Mehmed II mengalihkan perhatiannya kepada Anatolia. Mehmed II berusaha untuk membuat suatu kekuatan politik di Anatolia dengan menaklukkan negara Turki bernama Beyliks dan Kekaisaran Trebizond yang berbudaya Yunani. Untuk itu, ia telah beraliansi dengan Kerajaan Krimea. Sebelumnya Anatolia sudah disatukan oleh Bayezid I 50 tahun sebelum apa yang dilakukan oleh Mehmed II. Akan tetapi, pada pertempuran Ankara, Anatolia kembali terpecah belah. Penaklukan Anatolia atas Kesultanan Utsmaniyah membuat kesultanan ini menjadi semakin menekan Eropa.


Wafatnya Sang Penakluk

Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M, Sultan Muhammad al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Ada yang mengatakan wafatnya Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub Basya, Allahu a’lam.

Tidak ada keterangan yang bisa dijadikan sandaran kemana Sultan Muhammad II hendak membawa pasukannya. Ada yang mengatakan beliau hendak menuju Italia untuk menaklukkan Roma ada juga yang mengatakan menuju Prancis atau Spanyol.

Sebelum wafat, Muhammad al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayezid II agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.

Semoga  bermanfaat,
DK

Sumber:

No comments:

Post a Comment