Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,
Buat para blogger yang terhormat, penulis ingin mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa di Bulan Ramadhan memasuki hari yang ketiga (3 Ramadhan 1442 Hijriyah). Kali ini penulis ingin berbagi ilmu tentang cara mengqodho sholat sunnah rawatib. Kenapa penulis angkat topik ini, karena buat sobat yang sudah paham pentingnya sholat sunnah rawatib ini, sudah pasti tidak mau ketinggalan walaupun sekalipun.
Diantara keutamaan shalat sunnah rawatib diterangkan dalam beberapa hadits berikut ini. Ummu Habibah berkata bahwa ia mendengar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib, pen) sehari semalam, akan dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)
Dalam riwayat At Tirmidzi sama dari Ummu Habibah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ
“Barangsiapa sehari semalam mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib), akan dibangunkan baginya rumah di surga, yaitu: 4 raka’at sebelum Zhuhur, 2 raka’at setelah Zhuhur, 2 raka’at setelah Maghrib, 2 raka’at setelah ‘Isya dan 2 raka’at sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi no. 415 dan An Nasai no. 1794, kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Jadi kita jangan ngiri dengan tetangga kita yang kaya bisa renovasi rumah ataupun dengan tetangga yang bisa beli rumah baru. Cukup kita merutinkan sholat rawatib, maka janji Allah pasti akan terwujud dengan dibuatkannya rumah mewah buat kita disurga, dibandingkan rumah mewah di dunia. Aamieen.
Terlebih lagi apabila kita tertinggal sholat qobliyah subuh, yang pahalanya lebih baik daripada dunia dan seisinya. sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua raka’at fajar itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)
So, dikarenakan kesibukan kita sehari-hari terkadang kita tertinggal sholat sunnah rawatib seperti sebelum sholat dzhuhur, karena sebelum dzhuhur adalah disunahkan 4 rakaat (2 rakaat dan 2 rakaat). Bahkan apabila kita bagun saat adzan subuh dan tidak sempat sholat qobliyah subuh. Untuk itulah sangat disayangkan apabila salah satu sholat rawatib tersebut terlewatkan. Kejadian tersebut pasti diantara kita pernah alami, hal serupa penulis pun pernah mengalaminya. Supaya kita tetap bisa menjaga kesempurnaan sholat sunnah rawatib, maka dalam artikel ini penulis coba jelaskan cara menjamak sholat rawatib tersebut supaya kita bisa mengerjakannya di waktu lain.
TATA CARA:
1. TERTINGGAL QOBLIYAH DZHUHUR
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ صَلاَّهُنَّ بَعْدَهُ
“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat rawatib 4 raka’at sebelum Zhuhur, beliau melakukannya setelah shalat Zhuhur.” (HR. Tirmidzi no. 426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Pelaksanaan rawatib pada jamak Zhuhur dan Ashar boleh melakukan sunat Zhuhur sebelumnya, lalu melaksanakan fardhu Zhuhur dan fardhu Ashar kemudian melaksanakan sunnat Zhuhur bakdiyah dan sunat Ashar qabliyah. Imam An Nawawi dalam Raudhat At Thalibin 1/402 mengatakan,
“Adapun pada shalat Zhuhur, yang tepat menurut ahli tahqiq adalah shalat sunat Zhuhur qabliyah lalu shalat fardhu Zhuhur lalu fardhu Ashar, kemudian sunat Zhuhur bakdiyah dan sunat Ashar qabliyah”.
“Jika menjamak taqdim atau jamak takhir pada shalat zhuhur dan Ashar hendaknya ia melaksanakan sunat zhuhur qabliyah terlebih dahulu, lalu kedua fardhu yaitu fardhu Zhuhur dan fardhu Ashar kemudian rawatib lainnya sesuai dengan urutannya, yaitu: sunat Zhuhur bakdiyah kemudian sunat Ashar Qabliyah”.
Pada jamak Zhuhur dan Ashar baik jamak taqdim maupun jamak takhir shalat sunat Zhuhur qabliyah terlebih dahulu, lalu melaksanakan fardhu zhuhur dan fardhu Ashar, lalu sunat Zhuhur bakdiyah dan sunat Ashar qabliyah. Boleh saja menangguhkan sunat Zhuhur qabliyah untuk Ashar hanya pada jamak takhir. (Mughni Al Muhtaj 1/275).
2. TERTINGGAL SAAT JAMAK MAGHRIB & ISYA
Sunat rawatibnya dilaksanakan setelah kedua shalat fardhu, dengan urutan sunat rawatib Maghrib terlebih dahulu lalu rawatib Isya. Imam An Nawawi dalam Raudhat At Thalibin 1/402 mengatakan:
“Dalam jamak Isya dan Maghrib maka dilakukan kedua shalat fardhu lalu sunat maghrib lalu sunat Isya baru kemudian shalat witir”.
Imam Zakariya Al Anshari dalam Asna Al Mathalib 1/ 245 menguatkan pernyataan tersebut dan mengatakan: “Pada jamak Maghrib dan Isya dilaksanakan kedua fardhu lalu shalat sunat sesuai urutan yaitu sunat maghrib lalu subat Isya dan shalat witir”.
“Pada jamak Maghrib dan Isya dilaksanakan kedua fardhu lalu shalat sunat sesuai urutan yaitu sunat maghrib lalu subat Isya dan shalat witir”.
Pada jamak Maghrib dan Isya baik jamak taqdim maupun jamak takhir: melaksanakan kedua fardhu terlebih dahulu, lalu sunat rawatib maghrib bakdiyah lalu sunat Isya bakdiyah. Khusus pada jamak takhir boleh melaksanakan sunat maghrib bakdiyah setelah fardhu Maghrib sebelum pelaksanaan fardhu Isya (Mughni Al Muhtaj 1/275), sebab pada jamak takhir tidak disyaratkan muwalat antara fardhu Maghrib dengan fardhu Isya.
3. TERTINGGAL QOBLIYAH SUBUH.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga senantiasa menjaga pelaksanaannya, meskipun beliau dalam kondisi safar (perjalanan jauh), yang menunjukkan betapa pentingnya menjaga pelaksanaan shalat sunnah yang satu ini.
Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala berkata,
“Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika safar adalah meng-qashar (meringkas) shalat, dan tidak terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi mengerjakan shalat sunnah sebelum atau sesudah shalat wajib, kecuali shalat sunnah witir dan shalat sunnah fajar. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan keduanya, baik dalam kondisi safar atau pun tidak safar (muqim).” (Zaadul Ma’aad, 1: 473)
Dalam kondisi tertentu Misalnya, seseorang yang bangun agak terlambat dan ketika sampai di masjid, dia mendapati shalat jama’ah subuh sudah didirikan, atau sebab-sebab lainnya yang menyebabkan seseorang terlewat mengerjakan pada waktunya (sebelum shalat subuh), syariat memperbolehkan untuk mengqadha’ pelaksanaan shalat sunnah qabliyah subuh tersebut. Qadha’ adalah melaksanakan suatu jenis ibadah di luar waktu yang sudah ditentukan untuk ibadah tersebut.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَامَ عَنِ الْوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَ وَإِذَا اسْتَيْقَظَ
“Barangsiapa yang ketiduran dan keluputan shalat witir atau lupa mengerjakannya, maka kerjakanlah shalat tersebut ketika ingat atau ketika terbangun.” (HR. Tirmidzi no. 465 dan Ibnu Majah no. 1188. Kata Syaikh Al Albani, hadits ini shahih)
WAKTU QODHA QOBLIYAH SUBUH
a. Waktu Utama
Waktu yang utama untuk meng-qadha’ shalat sunnah qabliyah subuh adalah setelah matahari terbit. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ
“Barangsiapa yang belum melaksanakan shalat dua raka’at fajar, maka hendaklah mengerjakannya setelah matahari terbit.” (HR. Tirmidzi no. 423, dinilai shahih oleh Al-Albani)
b. Waktu Yang Diperbolehkan
Dzahir hadits di atas menunjukkan bahwa qadha’ shalat sunnah qabliyah subuh tersebut harus menunggu sampai matahari telah terbit. Akan tetapi, terdapat hadits lain yang menunjukkan bahwa diperbolehkan jika ingin meng-qadha’ shalat tersebut langsung setelah selesai mendirikan shalat subuh.
Diriwayatkan dari Qais bin Qahd radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الصُّبْحَ، ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَنِي أُصَلِّي، فَقَالَ: مَهْلًا يَا قَيْسُ، أَصَلَاتَانِ مَعًا ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ، قَالَ: فَلَا إِذَنْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar (dari rumah), lalu iqamah pun dikumandangkan. Aku shalat subuh bersama beliau. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu, dan menjumpai sedang shalat. Rasulullah bersabda, “Wahai Qais! Bukankah Engkau shalat (subuh) bersama kami? Aku menjawab, “Iya, wahai Rasulullah. Sesungguhnya aku tadi belum mengerjakan shalat sunnah dua raka’at fajar.” Rasulullah bersabda, “Kalau begitu silakan.” (HR. Tirmidzi no. 422, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Hadits ini menunjukkan bolehnya meng-qadha’ shalat sunnah fajar setelah mengerjakan shalat subuh. Sehingga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Muslim di atas dimaknai sebagai perintah anjuran, atau menunjukkan waktu manakah yang lebih utama.
Dengan demikian jelaslah sunat rawatib tidak gugur dengan pelaksanaan jamak shalat fardhu, ia tetap dianjurkan. Ataupun saat tertinggal qobliyah subuh, kitapun masih tetap bisa mengerjakannya pada waktu yang telah ditentukan sesuai ajaran Rasulullah shalallahu alaihi wassalam diatas. Semoga bermanfaat buat kita menambah pundi-pundi pahala dalam keseharian hidup kita di dunia.
Wassalam,
DK
Sumber:
No comments:
Post a Comment