Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,
Hai sobat blogger yang selalu setia membaca artikel dalam diary ini, kali ini penulis ingin menjelaskan tentang warna apa saja yang disukai dan tidak disukai oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassallam. Karena setiap hari sudah tentu kita ada beragam warna yang kita gunakan baik dari pakaian maupun peralatan ataupun benda yang ada disekitar kita. Karena kecintaan kita kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, maka sepatutnya kita mencontoh apa yang beliau lakukan.
Perlu diketahui suatu kaedah yang biasa disampaikan oleh para ulama, “Hukum asal warna pakaian adalah mubah (artinya: dibolehkan)”. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29)
Oleh karena itu, barangsiapa yang mengklaim bahwa pakaian warna tertentu itu haram atau terlarang dikenakan, tentu saja ia harus membawakan dalil. Jika tidak ada dalil, maka asalnya dibolehkan.
Dalam artikel ini penulis coba menjelaskan satu persatu hukum memakai pakaian berdasarkan warna dibawah ini:
1. Warna Putih
Dalam hadits dijelaskan bahwa warna putih adalah warna yang sebaik-baiknya pakaian kalian,
الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
“Pakailah pakaian putih karena pakaian seperti itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan kafanilah mayit dengan kain putih pula” (HR. Abu Daud no. 4061, Ibnu Majah no. 3566 dan An Nasai no. 5325. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dalam lafazh An Nasai disebutkan pula,
الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ
“Pakailah pakaian putih karena pakaian seperti itu lebih bersih dan lebih baik. Dan kafanilah pula mayit dengan kain putih.” (HR. An Nasai no. 5324, hadits shahih).
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi teladan memakai pakaian putih. Dalam hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu disebutkan,
أَتَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ أَبْيَضُ
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan memakai pakaian putih” (HR. Bukhari no. 5827).
Dalam riwayat Muslim disebutkan, Abu Dzar berkata,
أَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ نَائِمٌ عَلَيْهِ ثَوْبٌ أَبْيَضُ
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau dalam keadaan tidur dan ketika itu mengenakan baju putih.” (HR. Muslim no. 94).
2. Warna Hijau
Disebutkan dalam ayat Al Quran bahwa warna hijau adalah warna para penghuni surga,
عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ وَإِسْتَبْرَقٌ وَحُلُّوا أَسَاوِرَ مِنْ فِضَّةٍ وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُورًا
“Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Rabb mereka memberikan kepada mereka minuman yang bersih.” (QS. Al Insan: 21).
Dari Abu Romtsah Rifa’ah At Taimiy, ia berkata,
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui kami dalam keadaan memakai dua pakaian (pakaian atas dan bawah) yang berwarna hijau.” (HR. An Nasai no. 5319. Hadits ini shahih menurut Syaikh Al Albani)
3. Warna Kuning
Pakaian dengan warna kuning adalah warna yang dibolehkan dengan catatan warna kuningnya bukan karena dicelup za’faran. Apa itu za’faran (dibaca zafaron, dalam bahasa inggris saffron)? Zafaran yaitu sejenis tumbuhan yang menghasilkan warna kuning.
Bunga za’faran |
Hadits dari Anas Radiallahuanhu berkata,
نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ يَتَزَعْفَرَ الرَّجُلُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang laki-laki mencelup dengan za’faran.” (HR. Bukhari no. 5846 dan Muslim no. 2101)
Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah disebutkan,
اتّفق الفقهاء على جواز لبس الأصفر ما لم يكن معصفراً أو مزعفراً
“Para pakar fiqih sepakat dibolehkannya memakai pakaian berwarna kuning asalkan bukan hasil dari celupan ‘ushfur atau za’faron.” Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/2051
Dari sini, jika pakaian kuning berasal dari zat warna sintetik seperti pada pakaian yang kita temukan saat ini, maka seperti itu tidaklah masalah. Wallahu a’lam.
4. Warna Merah
Pakaian dengan warna merah adalah warna yang diperselisihkan karena ada khilaf (perbedaan) antar ulama. Karena ada hadits yang melarang dan ada yang membolehkannya.
Berikut hadits yang melarang pakaian berwarna merah
Meskipun hadits ini membolehkan akan tetapi terdapat kecacatan dan kelemahan dari hadits tersebut sehingga tidak bisa dijadikan acuan diantaranya:
Pertama, hadis dari Al-Barra bin Azib,
نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ المَيَاثِرِ الحُمْرِ وَالقَسِّيِّ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk menggunakan Al-Mayatsir warna merah, dan pakaian Al-Qassi. (HR. Bukhari 5838)
Al-Mayatsir: jamak dari kata mitsarah, semacam karpet kecil terbuat dari sutera dengan campuran katun, yang digunakan oleh penunggang onta untuk duduk. (Keterangan Dr. Musthafa Bagha, ta’liq Shahih Bukhari 7/24). Al-Mayatsir, berdasarkan keterangan di atas, bukan pakaian tapi karpet untuk duduk. Al-Qassi: baju yang benangnya campuran antara katun dan sutera, dinisbahkan kepada daerah pembuatnya Al-Qassi yang berada di Mesir.
Kedua, dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma,
مَرَّ على النبي صلى الله عليه وسلم رجلٌ عليه ثوبان أحمران , فسلَّم عليه , فلم يَرُدَّ عليه النبي صلى الله عليه وسلم
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seseorang yang memakai baju warna merah. Orang itupun memberikan salam kepadanya, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawab salamnya. (HR. Turmudzi 2731, Abu Daud 3574, dan hadis ini dinilai dhaif oleh Al-Albani dan ulama lainnya, karena dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abu Yahya Al-Qattat yang dinilai dhaif oleh Imam Ahmad, Ibnu Main dan yang lainnya).
Ketiga, dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu,
إياكم والحمرة فإنها أحب الزينة إلى الشيطان
“Jauhilah warna pakaian merah, karena pakaian warna merah adalah perhiasan yang paling disukai setan.” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (18/148), dalam sanadnya ada perawi yang bernama Said bin Bisyr, dia didhaifkan oleh Imam Ahmad, Ibnul Madini, Ibn Main, An-Nasai dan lainnya. Sehingga status hadis ini dhaif).
Keempat, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
نُهِيتُ عن الثوب الأحمر ، وخاتم الذهب ، وأن أقرأ وأنا راكع
“Saya dilarang untuk memakai pakaian warna merah, cincin emas, dan membaca Al-Quran ketika rukuk.” (HR. Nasai 5166 dan Al-Albani mengatakan: sanadnya shahih).
Dadits Ibnu Abbas diatas yang dinilai shahih sandanya oleh Al-Albani, dimaknai sebagaimana pendapat beliau, bahwa larangan ini berlaku jika menimbulkan syuhrah (mengundang perhatian). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenakan pakaian merah ketika hari raya, yang menunjukkan bahwa itu beliau lakukan sebagai bentuk berhias.
Berikut hadits yang melarang pakaian berwarna merah karena dicelup Ushfur
Apa itu ushfur (Bahasa inggirsnya Safflower)? Ushfur adalah sejenis tumbuhan dan menghasilkan warna merah secara dominan.
Tanaman ushfur |
Pakaian berwarna merah karena dicelup ushfur ini terlarang berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash,
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِى أَبِى عَنْ يَحْيَى حَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ ابْنَ مَعْدَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ جُبَيْرَ بْنَ نُفَيْرٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَخْبَرَهُ قَالَ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَىَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا ».
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Hisyam; Telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Yahya; Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ibrahim bin Al Harits; Bahwa Ibnu Ma’dan; Telah mengabarkan kepada kaminya, Jubair bin Nufair; Telah mengabarkan kepadanya, dan ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash; Telah mengabarkan kepadanya, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat aku memakai dua potong pakaian yang dicelup ‘ushfur, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.” (HR. Muslim no. 2077)
Dalam riwayat lainnya disebutkan,
حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ أَيُّوبَ الْمَوْصِلِىُّ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ نَافِعٍ عَنْ سُلَيْمَانَ الأَحْوَلِ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَأَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَلَىَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « أَأُمُّكَ أَمَرَتْكَ بِهَذَا ». قُلْتُ أَغْسِلُهُمَا. قَالَ « بَلْ أَحْرِقْهُمَا ».
Telah menceritakan kepada kami Daud bin Rusyaid; Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Ayyub Al Mushili; Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Nafi’ dari Sulaiman Al Ahwal dari Thawus dari ‘Abdillah bin ‘Amru ia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat saya sedang mengenakan dua potong pakaian yang dicelup ‘ushfur, maka beliau bersabda, “Apakah ibumu yang menyuruh seperti ini?” Aku berkata, “Aku akan mencucinya”. Beliau bersabda: ‘Jangan, akan tetapi bakarlah.’ (HR. Muslim no. 2077)
Hadits ‘Ali bin Abi Tholib,
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُنَيْنٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ لُبْسِ الْقَسِّىِّ وَالْمُعَصْفَرِ وَعَنْ تَخَتُّمِ الذَّهَبِ وَعَنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ فِى الرُّكُوعِ.
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata; ‘Aku membaca Hadits Malik dari Nafi’ dari Ibrahim bin ‘Abdullah bin Hunain dari Bapaknya dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang berpakaian yang dibordir (disulam) dengan sutera, memakai pakaian yang dicelup ‘ushfur, memakai cincin emas, dan membaca Al Qur’an saat ruku’.” (HR. Muslim no. 2078)
Berikut hadits yang membolehkan pakaian berwarna merah:
Pertama, dari Hilal bin Amir dari ayahnya (Amir Al-Muzanni), beliau mengatakan,
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم بمنى يخطب على بغلة , وعليه بُرْدٌ أحمر , وعَليٌّ أمامه يُعَبِّرُ
“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di Mina di atas Bighalnya, beliau memakai selendang warna merah. Sementara Ali berada di depan beliau, mengeraskan apa yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud 3551 dan dishahihkan Al-Albani)
Kedua, dari Al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم مَرْبُوعاً , وقد رأيته في حُلةٍ حمراء , لم أر شيئا قط أحسن منه صلى الله عليه وسلم
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tingginya sedang. Saya melihat beliau mengenakan pakaian warna merah, belum pernah sekalipun saya melihat orang yang lebih tampan dari pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam". (HR. Bukhari 5400 dan Muslim 4308).
Ketiga, dalam riwayat lain, juga dari Al-Barra’ bin Azib, beliau menceritakan,
مَا رَأَيْتُ مِنْ ذِي لِمَّةٍ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ أَحْسَنَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Saya belum pernah melihat ada orang yang rambutnya menjuntai ke telinga, dengan memakai pakaian merah yang lebih tampan dari pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Turmudzi 1646 dan beliau menilai hadis hasan shahih).
Keempat, dari Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
رَأَيْتُ بِلاَلًا أَخَذَ عَنَزَةً، فَرَكَزَهَا وَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ، مُشَمِّرًا صَلَّى إِلَى العَنَزَةِ بِالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ
"Beliau melihat Bilal membawa tongkat kecil, lalu dia tancapkan di depan. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kemahnya dengan memakai pakaian warna merah. Beliau angkat sarung beliau hingga ke pertengahan betis, beliau shalat dua rakaat menghadap tongkat tersebut mengimami para sahabat." (HR. Bukhari 376, Muslim 503, dan Abu Daud 520).
Kelima, diriwayatkan oleh Al Barro’ bin ‘Azib berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مَرْبُوعًا ، وَقَدْ رَأَيْتُهُ فِى حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), saya melihat beliau mengenakan pakaian merah, dan saya tidak pernah melihat orang yang lebih bagus dari beliau” (HR. Bukhari no. 5848)
Keenam, dalam riwayat Muslim, Al Barro’ bin ‘Azib yang lain mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلاً مَرْبُوعًا بَعِيدَ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبَيْنِ عَظِيمَ الْجُمَّةِ إِلَى شَحْمَةِ أُذُنَيْهِ عَلَيْهِ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهُ -صلى الله عليه وسلم-.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu berperawakan sedang, perpundak bidang, rambutnya lebat terurai ke bahu hingga sampai kedua cuping telinganya. Pada suatu ketika, beliau pernah mengenakan pakaian berwarna merah, tidak ada seorangpun yang lebih tampan dari beliau” (HR. Muslim no. 2337)
Kesimpulan Pakaian Warna Merah:
- Pakaian dengan warna merah yang tidak boleh dipakai adalah pakaian yang dicelup Ushfur.
- Adapun baju merah yang dikenakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada beberapa hadits yang membolehkan diatas, maka merah pada baju tersebut bukan karena menggunakan ‘ushfur namun karena dicelup warna merah dengan zat selain ‘ushfur seperti contoh bahan sintetis. Wallahua'lam.
Demikianlah warna pakaian di dalam Islam sesuai yang dijelaskan dalam hadis, semoga bermanfaat buat kita semua. Untuk warna selain keempat warna diatas diperbolehkan digunakan kecuali warna pakaian yang di celup dengan zafran dan ushfur.
Wassalam,
DK
Sumber:
No comments:
Post a Comment