“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Tuesday, July 11, 2023

Sholat Iedul Adha ikut Arab?


Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Tahun 2023 ini lebaran iedul Adha antara Arab dan pemerintah sudah di nyatakan berbeda, ada yang hari Rabu 28 Jun (ikut Arab) dan ada yang hari Kamis 29 Jun (ikut pemerintah). Maka sudah tentu pilihan ada 2 yaitu ada yang memilih ikut Arab karena mereka tahu iedul adha itu hari raya haji oleh sebab itu patokannya adalah Arab, adapula yang memilih hari raya ikut pemerintah karena sesuai hasil sidang isbat. Lantas sebaiknya kita pilih yang mana? Berikut penjelasannya.

Beberapa ulama sepakat bahwa dalam penentuan awal Ramadhan dan Hari Raya Iedul Fitri di titap daerah disesuaikan dengan keputusan pemerintah setempat dalam menentukan hilal yang terlihat di daerah tersebut. Akan tetapi saat hari raya Iedul Adha, beberapa ulama banyak yang berselisih pendapat dalam penentuan kapan hari puasa Arafah dan hari raya Iedul Adha, dikarenakan Iedul Adha adalah hari raya Haji dan harus berpatokan wukuf di padang Arafah saat itu.

Dalam menentukan pilihan memang sah-sah saja kita mengikuti keinginan hati dan pemahaman sendiri dan hal ini pun memang sudah terjadi ikhtilaf (perselisihan) antar ulama. Akan tetapi kali ini penulis ingin menerangkan atas dasar apa yang seharusnya kita jadikan pegangan sebelum kita menentukan pilihan  tersebut, apakah sudah sesuai dengan Al Qur'an dan hadits atau hanya perkataan para ulama?


Dalil Al Qur'an

Dalil pertama yang harus kita jadikan pegangan yang pertama adalah Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat 189 yang menyatakan bahwa:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. Al Baqarah [2] : 189)


Dari penafsiran Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 189 ini harusnya kita sudah bisa pahami dengan mudah bahwa, Allah menciptakan hilal (bulan sabit) itu sebagai penentu waktu bagi manusia dan juga penentu ibadah haji. Artinya ibadah haji itu ditentukan berdasarkan hilal dan apabila bicara tentang hilal, maka setiap daerah pasti hilalnya berbeda-beda, dan tidak mungkin kita yang tinggal di Indonesia harus mengikuti hilal di Arab Saudi sana.


Dalil Hadits

Dalil kedua yang memperjelas kembali bahwa Hari Raya Iedul Adha tersebut disesuaikan dengan keputusan pemerintah setempat yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.” (HR. Tirmidzi No. 697, shahih). 

Imam At Tirmidzi rahimahullah menjelaskan yang dimaksud "mayoritas kalian"  disini adalah jama’ah. Jama’ah adalah rakyat banyak di bawah keputusan pemerintah atau penguasa setempat dan bukan pemerintah muslimin di Arab (pen). 

Imam Ahmad juga mengatakan,
يَدُ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ

“Allah akan senantiasa bersama (yaitu memberi pertolongan) pada orang yang berpegang teguh dengan jama’ah”. (Majmu’ Al Fatawa, 25/117). Yang dimaksud jama’ah adalah pemerintah setempat dan mayoritas manusia.


Selanjutnya di dalam hadits yang menjelaskan perintah puasa Arafah menjelaskan:
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa pada hari Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim No. 1162)

Pada hadits diatas terdapat kata  صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ (siyamu yaumi arofah) artinya puasa pada hari Arafah. Kita pahami kembali Rasulullah menambahkan kata يَوْمِ (yaum) berarti hari atau waktu. Artinya puasa Arafah tersebut dilakukan sesuai hari Arafah (bukan saat wukuf), kapan hari Arafah yaitu tanggal 9 Dzulhijjah.

Seperti kita ketahui bahwa 9 Dzulhijjah di tiap daerah sudah pasti berbeda-beda disesuaikan dengan hilal. Lain halnya apabila Rasulullah tidak menambahkan kata يَوْمِ (yaum) tersebut, yang berarti puasa Arafah dilakukan saat bersamaan momentum aktifitas wukuf di Arafah, dan hal ini berarti kita puasa Arafah harus ikut Arab Saudi. Akan tetapi Rasulullah menambahkan kata يَوْمِ (yaum) sehingga pemahaman yang benar adalah puasa Arafah disesuaikan hari Arafah di masing-masing daerah sesuai hilal yang terlihat. 

Perlu kita pahami kembali bahwa pada hadits ini Rasulullah tidak menyatakan puasa pada saat Wukuf, melainkan puasa pada hari Arafah. Karena wukuf itu sendiri merupakan salah satu ibadah haji yang diwajibkan atas perintah Rasulullah pertama kali pada tahun 9 Hijriyah dan baru bisa dilaksanakan oleh Rasulullah pada tahun 10 hijriyah yang merupakan ibadah haji pertama dan juga sebagai haji wada (perpisahan), yang ditujukan sebagai penyelisih ibadah haji orang musyrik di tanah suci saat itu. Artinya selama 10 tahun setelah hijrah Rasulullah sudah melakukan puasa Arafah walaupun tidak ada aktifitas wukuf yang sesuai syar'i. Wallahu'alam.


Pendapat beberapa ulama

Selain dalil Al Qur'an dan beberapa hadits diatas, para ulama pun memberi penjelasan kepada kita bahwa, sejak zaman teknologi informasi semakin berkembang ini kita bisa tahu kapan wukuf di Padang Arafah karena kita bisa lihat dari media televisi atau internet atau berkomunikasi langsung dari Indonesia ke Arab saudi. Akan tetapi kita harus berfikir jernih bagaimana halnya dengan 200 tahun lalu, bahkan 1200 tahun lalu disaat Islam sudah tersebar ke berbagai penjuru dunia yang notabene saat itu belum ada teknologi informasi seperti saat ini? Sudah pasti saat itu kita masih menggunakan hilal sebagai patokan kapan sholat iedul Adha dilaksanakan, karena tidak mungkin orang zaman dulu  menunggu informasi dari Makkah bahwa wukuf jatuh pada hari apa kemudian baru melakukan puasa Arafah dan berhari raya iedul Adha. 

Apakah lantas dengan adanya teknologi informasi yang maju saat ini kita bisa melakukan puasa Arafah bersamaan dengan jamaah haji yang melakukan wukuf di Arafah? Untuk bisa menjawabnya dengan mudah, sebagai orang awam, kita bisa menghitung dari perbedaan waktu antara Arab Saudi dengan waktu di daerah negara mana kita berada. Seperti kita ketahui bahwa didunia ini matahari itu pertama kali terbit dari negara Jepang oleh sebab itu negara Jepang disebut dengan negara matahari terbit. Lantas antara Indonesia dan Arab Saudi sudah jelas duluan waktu Indonesia dibandingkan Arab Saudi karena Indonesia berdekatan dengan Jepang. Memang perbedaan waktu antara Arab Saudi dan Jakarta hanya terpaut 4 jam, jadi seandainya di Jakarta jam 18:00 sore maka di Arab Saudi akan menunjukkan pukul 14:00 siang di hari yang sama.

Akan tetapi bagaimana halnya perbedaan waktu antara Arab Saudi dengan Irian Jaya yang juga merupakan masih bagian Indonesia yang terpaut 6 jam? Seperti kita ketahui bahwa puasa Arafah itu dilakukan saat wukuf di padang Arafah tepatnya setelah waktu dzhuhur. Jadi seumpama di Arab menunjukkan waktu dzuhur 12:00 siang hari Rabu, sementara apabila orang Irian Jaya harus menunggu waktu wukuf dulu di padang Arafah setelah itu baru melakukan puasa Arafah maka sudah pasti saat itu di Irian Jaya sudah menunjukkan waktu maghrib pukul 18:00 yang sudah masuk hari Kamis. Dari sini sudah bisa terjawab pertanyaan diatas yang menanyakan apakah dengan teknologi informasi maju saat ini kita bisa melakukan puasa Arafah bersamaan dengan wukuf di Arafah? Jawabnya adalah TIDAK BISA, karena umat muslim di Irian jaya tidak bisa mengerjakan puasa Arafah di hari Rabu yang sama dengan Arab saudi. Begitupun dengan umat muslim di New Zealand yang terpaut perbedaan waktu 9 jam lebih dahulu dibandingkan Arab Saudi, belum lagi negara lainnya yang terpaut perbedaan waktu lama, sudah jelas tidak bisa menyamakan waktu bersamaan dengan waktu wukuf di Arafah apabila memang kita bersikeras untuk menyamakannya.

Atas dasar perbedaan waktu itulah yang menyebabkan mayoritas ulama memilih puasa Arafah dan hari raya Iedul Adha disesuaikan dengan keputusan pemerintah setempat melalui sidang itsbat dalam penentuan hilal. Hal inipun sejalan dengan dalil Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 189 diatas yang Allah menjelaskan bahwa hilal (bulan sabit) itu diciptakan sebagai penentu waktu bagi manusia dan juga penentu ibadah haji yang dalam hal ini penentuan waktu wukuf dan hari raya Iedul Adha. Wallahu'alam bissawab.

Semoga artikel ini bisa dipahami dengan mudah dan bermanfaat buat sobat semua dalam menentukan kapan puasa Arafah dan Hari Raya Iedul Adha pada tahun selanjutnya.

Wassalam,
DK

Sumber:

No comments:

Post a Comment