“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Sunday, February 6, 2022

Hukum Investasi Saham dalam Islam


Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Buat sobat blogger yang dimuliakan Allah, kali ini penulis ingin berbagi artikel mengenai hukum investasi saham dalam Islam. Artikel ini sengaja penulis angkat karena keuntungan yang didapat dalam investasi saham ini sangat menggiurkan. Salah satu keuntungan dari investasi saham adalah dari fluktuasi harga tersebut. Capital gain adalah keuntungan yang didapatkan investor ketika menjual saham lebih tinggi dari harga aslinya. Sehingga, bisa dikatakan, capital gain adalah selisih antara harga beli dan harga jual suatu saham. Lantas apakah investasi tersebut dibolehkan menurut ajaran Islam?

Mengacu pada kaidah dasar fiqih muamalah, yakni aspek hukum Islam yang mengatur tentang hubungan hak antar orang, termasuk di dalamnya aspek ekonomi, pada dasarnya kegiatan muamalah itu boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya. Sehingga saham menurut hukum Islam adalah instrumen bisnis yang mubah/boleh. Di samping itu, jika menggunakan dalil analogi, saham juga dapat dipersamakan dengan salah satu bentuk kerja sama atau perkongsian dalam fiqih, yaitu syirkah al-amwal (perkongsian di mana salah satu atau lebih kongsi memberikan saham/andil modal dalam sebuah usaha). Lantas bagaimanakah syarat diperbolehkan dalam berinvestasi saham tersebut?

Membeli saham pada dasarnya merupakan bagian keterlibatan di dalam perusahaan, memang betul secara undang-undang pemilik saham bukan pemilik perusahaan, tapi pemilik saham adalah termasuk pemegang kebijaksanaan perusahaan, sehingga jika seseorang memiliki saham yang besar maka dia bisa mengatur kebijaksanaan didalam perusahaan tersebut. Dalam arti apabila ada pemegang saham lainnya di dalam perusahaan yang melakukan tindakan dilarang agama, sementara kita pemegang saham juga disitu, maka secara tidak langsung kita akan ikut dalam kesalahan tersebut, karena kita sudah terlibat di dalam kebijaksanaan yang diambil walaupun oleh pemegang saham lain.


SYARAT INVESTASI SAHAM  YANG DIPERBOLEHKAN

Kita diperbolehkan untuk berinvestasi saham dengan beberapa syarat dibawah ini:

1. Objeknya sesuai ajaran Islam
Objek yang dimaksud disini berupa 2 hal:

a. Perusahaan yang menjual sahamnya bergerak dibidang halal
Maksudnya, perusahaan tersebut tidak menghasilkan maupun memperdagangkan produk haram seperti: rokok, miras, daging babi, film porno atau narkoba dan barang haram lainnya. Dan juga tidak menghasilkan jasa haram seperti bank, koperasi ribawi, pegadaian, asuransi atau MLM, perjudian dan sejenisnya.

b. Sistemnya bebas dari transaksi haram
Maksud dari bebas transaksi haram disini adalah:

- Bebas hutang riba
Kalau kita lihat hampir 90% perusahaan yang ikut di dalam IHSG, semuanya mempunyai hutang pinjaman dari berbagai bank, pinjaman tersebut sudah otomatis ada unsur ribawinya. Jadi sangat susah mencari perusahaan yang tidak punya hutang di Indonesia ini, karena kita harus tau keuangan dari perusahaan yang menjual saham tersebut, terkecuali di Arab Saudi, untuk saham syariah ini sudah ditunjuk perusahaan apa saja yang tidak menerapkan ribawi tersebut.

As Subkiy dan Ibnu Abi Bakr mengatakan bahwa Malik bin Anas mengatakan,

فَلَمْ أَرَ شَيْئًا أَشَرَّ مِنْ الرِّبَا ، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَذِنَ فِيهِ بِالْحَرْبِ

“Aku tidaklah memandang sesuatu yang lebih jelek dari riba karena Allah Ta’ala menyatakan akan memerangi orang yang tidak mau meninggalkan sisa riba yaitu pada firman-Nya,
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

“Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu (disebabkan tidak meninggalkan sisa riba).” (QS. Al Baqarah: 279)

Contoh lain dari praktik riba adalah dengan istilah "Akun Margin". Istilah ini dilarang karena mengandung riba. Hal ini benar adanya karena dalam aturan akun margin, pemilik akun margin harus membayar sejumlah uang tertentu dalam bunga yang harus disetor karena jasa pembelian dengan hutang.

- Bebas gharar
Inti dari gharar adalah adanya jahalah (ketidak jelasan) yang menyebabkan adanya mukhatharah (spekulasi, untung-untungan), baik pada barang maupun harga barang. Karena itu, gharar mirip dengan judi. Sama-sama tidak jelas konsekuensinya. Bedanya, judi terjadi pada permainan, sementara gharar terjadi dalam transaksi. Hanya saja, bahaya judi lebih besar, karena ini pemicu permusuhan dan saling membenci, serta menghalangi orang untuk mengingat Allah, sehingga diharamkan tanpa kecuali.

Yang di bilang gharar disini dalam istilah fiqih muamalah, dikenal dengan "Short Selling" disebut juga ba’i al-ma’dum atau jual beli kosong. Ba’i al-ma’dum adalah jual beli yang tidak ada barangnya, hal ini termasuk dalam jual beli gharar, oleh sebab itu, ba’i al-ma’dum diharamkan di dalam hukum ekonomi syariah. Bahkan dalam praktek short selling, bukan hanya ada unsur gharar didalamnya, tetapi juga ada unsur riba.

Mengenai larangan menjual barang yang tidak dimiliki (gharar) telah disebutkan dalam hadits Hakim bin Hizam. Ia berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِى الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّى الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِى أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ « لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ ».

“Wahai Rasulullah, seseorang mendatangiku lantas ia menginginkan dariku menjual barang yang bukan milikku. Apakah aku harus membelikan untuknya dari pasar?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Daud no. 3503, An Nasai no. 4613, At Tirmidzi)

Contoh:
Seorang pedagang/invertor memperkirakan harga saham perusahaan A akan turun, maka dia memberikan perintah kepada salah satu pialang (makelar) untuk menjual 100 saham A dengan transaksi pinjaman yang akan dibayarkan pada pialang dalam jangka waktu tertentu, maka pialang akan mencari pembeli di hari itu, misalnya harga saham A seharga Rp.100,000 per lembar saham dihari itu, maka pialang menjualnya dan uangnya diterima lalu dipegang sebagai jaminan, lalu uang tunai ini dapat digunakan oleh pihak yang meminjamkan sahamnya untuk di jual, atas fasilitas ini orang mau meminjamkan sahamnya untuk dijual, kemudian pada saat waktu penyelesaian transaksi terjadi, ternyata harga saham A turun menjadi Rp. 80,000 per lembar saham. Maka pedagang/invertor tadi membeli kembali 100 saham A di bursa, lalu menyerahkannya kepada pialang dan mengambil uang keuntungan selisih harga jual saham awal dengan saham yang diberikannya kepada pialang sekitar Rp. 2,000,000.
Dan jika yang terjadi sebaliknya harga saham yang dipinjam naik maka penjual memberikan sisa kekurangan nilai sahamnya melalui margin yang ia bayarkan kepada pialang dan ia menderita kerugian.

Bahasa yang mudah dimengerti, dimana ada pedagang/investor atau traider meminjam dana untuk menjual saham yang belum dia miliki dengan harga tinggi (Rp.100,000) dengan harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pinjaman kepada pialang pada saat saham turun, ketika harga turun investor membeli lagi maka dia punya selisih sementara saham tersebut belum dia miliki saat dia membeli dengan harga tinggi. Hal ini lah yang di sebut gharar yang dilarang Rasulullah.

- Bebas piutang riba
Ada juga perusahaan yang tidak mempunyai hutang di bank, akan tetapi dia punya piutang seperti deposito atau obligasi yang banyak di bank, otomatis perusahaan tersebut sudah terkena riba dari setiap bunga deposito atau obligasi tersebut. Oleh sebab itu untuk bisa mengetahui apakah perusahaan tersebut mempunyai piutang atau tidak, sebagai orang awam kita pasti kesulitan, terkecuali kita mengetahui keuangan perusahaan yang menjual saham tersebut.

- Bebas transaksi yang dzalim.
Transaksi yang dzalim disini sebagai contoh istilah "Cornering". Hal yang dilarang karena mengandung ikhtikar. Ikhtikar adalah bahasa lain dari menimbun yang berarti membeli barang yang dibutuhkan masyarakat dalam jumlah banyak kemudian menahannya agar harganya semakin naik untuk kemudian mengambil keuntungan.

Dari Ma’mar bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ

“Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa.” (HR. Muslim, no. 1605).


2. Menggunakan karakter permainan dividend (keuntungan saham)
Karakter permainan ini bersifat long term player di capital market atau dikenal dengan "Long Selling". Long disini bermakna bahwa kita/investor ini percaya bahwa nilai investasi akan naik. Disini investor percaya bahwa nilai investasi dipercaya akan naik maka seorang investor harus tahan (hold) untuk tidak menjual asset tersebut dalam jangka panjang. Long dalam trading berarti kamu membuka posisi membeli satu asset/saham kemudian menjualnya saat harganya sudah seperti yang kamu inginkan (take profit).

Sistem Long Selling ini diperbolehkan karena serupa dengan apabila kita beli dolar ketika harga murah, begitu dolar mahal maka kita jual, hukum jual beli seperti ini tidak dipermasalahkan, selama mata uang yang dipakai tidak sejenis dilakukan tangan ke tangan (Cash). Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

فَإِذَا اخْتَلَفَ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“Jika jenisnya berbeda, berjual-belilah antara jenis tersebut sesuai kehendak kalian selama dilakukan tunai dari tangan ke tangan.” (HR. Muslim, dari Ubadah bin ash-Shamit radhiallahu ‘anhu)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya, “Bolehkah seorang muslim membeli mata uang dollar atau mata uang lain dengan harga rendah, kemudian saat kursnya naik, dia jual kembali?”

Beliau menjawab, “Tidak mengapa seseorang membeli uang dollar atau mata uang lain untuk disimpan lalu dia jual ketika kursnya naik di kemudian hari. Akan tetapi, hendaknya dia membelinya dengan transaksi tunai, yadan bi yadin (dari tangan ke tangan), dan tidak secara kredit atau utang". (Majmu’ Fatwa Ibnu Baz, 19/60)

Syarat kedua ini bisa terpenuhi apabila syarat pertama dari sisi objek sudah sesuai ajaran Islam, apabila syarat pertama tidak terpenuhi, maka syarat kedua Long Selling ini otomatis tidak memenuhi persyaratan dan dikategorikan invensati yang tidak boleh dalam syariat Islam.


KESIMPULAN:
Investasi saham pada dasarnya di perbolehkan akan tetapi harus memenuhi persyaratan syar'i yang sudah dijelaskan diatas. Apabila kita ingin membeli saham suatu perusahaan, maka kita harus pelajari dulu alur keuangan di perusahaan tersebut, apabila kita tidak tahu maka sebaiknya tidak melakukan investasi saham tersebut. Terkecuali kita membeli saham perusahaan di Arab Saudi yang sudah di tunjuk pemerintah bahwa keuangannya bebas dari ribawi dan menerapkan hukum Islam, maka kita boleh berinvestasi saham dengan membeli saham perusahaan tersebut.

Ada suatu hadits dari Rasulullah Shalallhu alaihi wassalam tentang batasan halal dan haram: Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

Dari hadits diatas Rasulullah jelas-jelas mengatakan siapa yang mengambil perkara subhat maka dia akan terjerumus kepada sesuatu yang haram. Dan itu suatu yang pasti, karena manusia mempunyai keterbatasan pengetahuan dan dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Terkadang ditahap awal dia idealis dengan tidak membeli saham dari perusahaan yang tidak syar'i dan dia tidak mengambil tindakan yang mengandung unsur riba ataupun ghahar, tapi lama-kelamaan dia sadar, akhirnya diapun mengambil bagian yang haram.

Karna itu sobat bloger yang dimuliakan Allah, dari beberapa penjelasan diatas, memang investasi saham diperbolehkan, namun ada bagian yang sudah jelasa-jelas terlarang dan banyak pula sesuatu yang subhat yang bersifat gharar maupun ikhtikar. Bahkan beberapa perusahaan yang sudah tegolong perusahaan menghasilkan dan memperdagangkan produk halal, akan tetapi dia memiliki transaksi ribawi dengan hutang maupun piutang. Oleh sebab itu ikuti solusi dari Rasulullah sebaiknya tinggalkan sesuatu yang subhat tersebut. Wallahua'lam bissawab.

Wassalam,
DK


Sumber:

No comments:

Post a Comment