“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Sunday, April 3, 2022

Batasan Aurat Wanita dimata Anak


Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Terkadang tanpa sengaja seorang ibu memperlihatkan aurat kepada anaknya, semisal pada saat selesai mandi biasanya sang ibu melepas handuk ketika hendak mengenakan pakaian, dan disaat itu anaknya datang menghampiri, lantas apakah boleh kita memperlihatkan aurat kepada anak kita? Mari kita ikuti penjelasannya dibawah ini.

Allah di dalam Al Qur'an Surat An Nur berfirman:

وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ 

“Dan janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka atau (di hadapan) anak laki-laki kecil yang belum mengerti aurat wanita.” (An-Nur: 31)

Pada ayat yang lain dari Surat An Nur Allah berfirman,

وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

“Dan apabila anak-anakmu telah ihtilaam, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.” (QS. An-Nuur [24]: 59)


Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata menafsirkan ayat 31 Surat An Nur ini:
“Yang dimaksudkan di sini anak-anak laki-laki yang belum tamyiz [belum bisa membedakan aurat wanita], mereka dibolehkan melihat wanita ajnabiyyah (non mahram). Allah subhanahu wa ta’ala memberi alasan (dalam ayat ini) karena mereka itu belum mengetahui aurat wanita dan belum didapatkan adanya syahwat terhadap wanita pada diri mereka.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hlm. 566)


Dari Jabir bin Abdillah rahimahullah, mengabarkan:

أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ اسْتَأْذَنَتْ رَسُوْلَ اللهِ فِي الْحِجَامَةِ. فَأَمَرَ النَّبِيُّ أَبَا طَيِّبَةَ أَنْ يَحْجُمَهَا

“Ummu Salamah radhiallahu ‘anha minta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berbekam. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya.” Perawi hadits ini mengatakan, Abu Thayyibah adalah saudara susu Ummu Salamah atau anak laki-laki yang belum ihtilam [Mimpi basah/keluar mani sebagai pertanda baligh]." (HR. Muslim no. 2206)

Dari hadits diatas yang menyatakan bahwa anak yang belum tamyiz atau belum ihtilam maka diperbolehkan melihat aurat sang ibu. Lantas apakah kita bisa menentukan batasan usia anak yang belum tamyiz atau ihtilam tersebut? 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari hadits diatas ini Rasulullah memerintahkan kita untuk memisahkan tempat tidur anak-anak kita saat usia 10 tahun, karena pada usia tersebut seorang anak biasanya sudah mengerti tentang aurat wanita.

Itu saja yang bisa penulis sampaikan. Semoga ilmu diatas bisa kita terapkan kepada istri dan anak kita. Mulai sekarang seorang ibu harus menjaga auratnya terhadap anaknya sendiri disaat seorang anak sudah menginjak usia 10 tahun.

Wassalam,
DK

Referensi:


No comments:

Post a Comment