Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,
Seperti kita ketahui bahwa Allah sangat murka dengan orang yang menggambar (tashwir) makhluk bernyawa ciptaan Nya, sementara setiap hari kita selalu menggunakan kamera dari handphone untuk mengambil gambar makhluk bernyawa seperti manusia dan hewan. Lantas apakah Allah akan murka kepada orang yang menggambil photo dengan kamera? Ikuti penjelasannya dibawah ini.
Hai sobat blogger yang selalu setia membaca artikel dalam Diary ini, semoga Allah memberikan hidayah kepada antum semua dari apa yang sudah saya jelaskan di dalamnya. Pada hari pertama ramadhan ini, saya ingin membahas tentang hukum mengambil photo dengan kamera. Semoga kita bisa mendapatkan hidayah dari artikel ini, aamieen.
Larangan Menggambar
Sebelum membahas lebih dalam tentang hukum mengambil photo dengan kamera, kita harus memahami dahulu dalil yang melarang untuk menggambar, diantaranya:
Dari Sa’id bin Abi Al Hasan berkata, Aku pernah bersama Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu ketika datang seorang kepadanya seraya berkata:
وعَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الحَسَنِ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -، إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا أَبَا عَبَّاسٍ، إِنِّي إِنْسَانٌ إِنَّمَا مَعِيشَتِي مِنْ صَنْعَةِ يَدِي، وَإِنِّي أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: لاَ أُحَدِّثُكَ إِلَّا مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: سَمِعْتُهُ يَقُولُ: «مَنْ صَوَّرَ صُورَةً، فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا» فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً، وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ، فَقَالَ: وَيْحَكَ، إِنْ أَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تَصْنَعَ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ، كُلِّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
“Wahai Abu ‘Abbas, pekerjaanku adalah dengan keahlian tanganku yaitu membuat lukisan seperti ini”. Maka Ibnu ‘Abbas berkata: “Yang aku akan sampaikan kepadamu adalah apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yaitu beliau bersabda: “Siapa saja yang membuat gambar ash shurah, Allah akan menyiksanya hingga dia meniupkan ruh (nyawa) kepada gambarnya itu dan sekali-kali dian tidak akan bisa melakukannya selamanya”. Maka orang tersebut sangat ketakutan dengan wajah yang pucat pasi. Ibnu Abbas lalu berkata: “Celaka engkau, jika engkau tidak bisa meninggalkannya, maka gambarlah olehmu pepohonan dan setiap sesuatu yang tidak memiliki ruh (nyawa)” (HR. Bukhari no.2225).
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah tukang penggambar.” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535)
Menggambar yang Diperbolehkan
Gambar yang dilarang dimaksudkan di sini adalah yang berupa/berbentuk makhluk bernyawa (hewan dan manusia). Dari keterangan ini maka lukisan bukan makhluk bernyawa, seperti: lautan, pegunungan, kubus, dan lainnya dari benda-benda mati, tidaklah termasuk dalam hadits tersebut.
Ibnu Abbas lalu berkata:
وَيْحَكَ، إِنْ أَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تَصْنَعَ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ، كُلِّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
“Celaka engkau, jika engkau tidak bisa meninggalkannya, maka gambarlah olehmu pepohonan dan setiap sesuatu yang tidak memiliki ruh (nyawa)” (HR. Bukhari no.2225).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini dibedakan antara gambar hewan (yang memiliki ruh, pen) dan bukan hewan. Hal ini mengandung pelajaran bahwa boleh saja menggambar pohon dan benda logam di baju atau kain, dan menggambar yang lain (yang tidak memiliki ruh, pen).” (Majmu’ Al Fatawa, 29: 370)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
Perbedaan Menggambar dan Mengambil Photo
Sebelum menentukan apakah hukumnya boleh atau tidak, kita harus mengerti dulu definisi menggambar dan mengambil photo biar kita lebih jelas selaku orang awam.
Menggambar yang dalam bahasa arabnya tahswir yaitu membuat gambar dengan menggunakan tangan melalui alat tulis dan media gambar. Alat tulis disini bisa berupa pensil, pena, tinta, cat dan sejenisnya. Sementara media gambar bisa berupa kertas, kain, kanvas, tembok atau aplikasi program komputer. Menggambar biasanya kita lakukan dengan mencontoh objek gambar yang aslinya sehingga gambar yang kita buat sudah otomatis menyerupai objek gambar yang aslinya. Meskipun gambar yang kita buat menyerupai objek aslinya, akan tetapi tetap saja gambar tersebut masih terdapat perbedaan dari sisi pandang tiap orang.
Sementara mengambil photo dengan kamera sangat jauh berbeda dengan menggambar, dimana mengambil photo sama halnya dengan kita menggunakan cermin, dimana objek yang kita ambil dengan hasil photo yang kita dapat sudah otomatis sama persis dengan objek aslinya. Disini bisa dikatakan kita tidak berusaha menyerupai objek aslinya, karena kita hanya merecord hasil cermin dari objek aslinya.
Hukum Mengambil Photo dengan Kamera
Setelah memahami perbedaan antara menggambar dan mengambil photo tersebut diatas, baru kita coba mengerti hukum mengambil photo dengan kamera. Seperti kita ketahui bahwa jaman Rasulullah ﷺ dulu kamera belum ada, akan tetapi cermin sudah ada, dan saat itu penggunaan cermin tidak dilarang. Akan tetapi untuk lebih afdhal nya kita akan mendengarkan pendapat dari ulama dibawah ini.
Mengenai masalah foto dari jepretan kamera, para ulama ada khilaf (silang pendapat). Ada yang melarang dan menyatakan haram karena beralasan:
Hadits yang membicarakan hukum gambar itu umum, baik dengan melukis dengan tangan atau dengan alat seperti kamera. Lalu ulama yang melarang membantah ulama yang membolehkan foto kamera dengan menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan hanyalah logika dan tidak bisa membantah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga mengharamkan dengan alasan bahwa foto hasil kamera masih tetap disebut shuroh (gambar) walaupun dihasilkan dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut demikian. (Kitab Ad Durun Nadhid karya Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, 18 Muharram 1433 H).
Sedangkan ulama lain membolehkan hal ini dengan alasan dalil-dalil di atas yang telah disebutkan. Sisi pendalilan mereka:
Foto dari kamera bukanlah menghasilkan gambar baru yang menyerupai ciptaan Allah. Gambar yang terlarang adalah jika mengkreasi gambar baru. Namun gambar kamera adalah gambar ciptaan Allah itu sendiri. Sehingga hal ini tidak termasuk dalam gambar yang nanti diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang dihasilkan dari kamera ibarat hasil cermin. Para ulama bersepakat akan bolehnya gambar yang ada di cermin. Syaikh Sa’ad Asy Syatsri menyampaikan hal ini dalam sesi tanya jawab Dauroh sehari mengenai masalah fitnah, 20 Muharram 1433 H di Masjid Jaami’ ‘Utsman bin ‘Affan, Riyadh, KSA.
Alasan kedua ini disampaikan oleh Syaikhuna –Syaikh Sa’ad Asy Syatsri hafizhohullah, yang di masa silam beliau menjadi anggota Hay-ah Kibaril ‘Ulama (kumpulan ulama besar Saudi Arabia).
Pendapat kedua yang membolehkan foto hasil kamera, kami rasa lebih kuat dengan alasan yang sudah dikemukakan.
Kesimpulan:
Menggambar berbeda dengan mengambil photo pakai kamera. Menggambar sama halnya dengan melukis, untuk itu mulai lah didik anak kita untuk tidak jadi seorang pelukis, karena sangat berat ancaman Allah di akhirat kelak. Diperbolehkan melukis hanya untuk gambar selain makhluk bernyawa.
Meskupun kita diperbolehkan mengambil photo dengan kamera, akan tetapi kita tetap dilarang untuk memajang hasil photo tersebut di rumah terlebih lagi pada media sosial.
Photo-photo digital kita sebaiknya disimpan di dokumen pribadi yang sekiranya tidak di ekspos di media sosial.
Itu saja yang bisa penulis sampaikan pada partikel kali ini.
Wassalammualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,
DK
Sumber:
No comments:
Post a Comment