“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Saturday, December 24, 2022

Tata Cara Umrah


Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Haji dan umrah adalah rukun Islam ke lima yang merupakan kewajiban bagi semua orang Islam yang berkemampuan untuk melakukan perjalanan ke tanah suci Makkah. Kali ini penulis ingin memberikan informasi mengenai rukun dalam menunaikan ibadah umrah yang diambil dari berbagai sumber hadits shahih. Apa saja yang harus kita lakukan sejak kita berangkat, tiba disana dan hingga kita pulang dari tanah suci Makkah. Dan apa saja yang harus kita tinggalkan saat kita berada disana agar tidak menyalahi aturan yang mengharuskan kita membayar damm (denda).

Karena haji dan umrah adalah rukun Islam yang merupakan kewajiban bagi umat Islam, maka ibadah haji dan umrah adalah wajib seumur hidup bagi umat Islam yang mampu. Hal ini sesuai dengan firman Allah subhanallahu wata'ala:
وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah.” (QS. Al Baqarah: 196). Maksud ayat ini adalah sempurnakanlah kedua ibadah tersebut. Dalil ini menggunakan kata perintah, hal itu menunjukkan akan wajibnya haji dan umroh.

Karena haji dan umrah itu kewajiban bagi umat Islam, hingga Rasulullah shalallahu 'alaiwi wassalam menyatakan bahwa haji dan umrah itu adalah pahala jihadnya seorang wanita.

وبحديث عائشة رضي الله تعالى عنها قالت : « قلت : يا رسول اللّه هل على النّساء جهاد ؟ قال : نعم ، عليهنّ جهاد لا قتال فيه : الحجّ والعمرة » .

Dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya. Dia wajib berjihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan ‘umroh.” (HR. Ibnu Majah no. 2901, hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani).

Dalam penjelasan tentang umrah disini, 

Pada dasarnya rukun umrah itu ada lima diantaranya: 
1. Ihram
2. Thawaf
3. Sa'i
4. Halq (menggundul) atau Taqshir (memendekkan rambut)
5. Berurut dalam melakukan rukun.

Sebelum melakukan ihram ada beberapa tuntunan yang harus kita lakukan diantaranya:

1. Berdoa kepada orang yang ditinggal

Doa orang yang bepergian kepada orang yang ditinggal, sebagaimana dalam hadistnya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ الَّذِي لَا تَضِيعُ وَدَائِعُهُ
Astaudi’ukumullaahal-ladzii laa tadhii’u wa daa-i’uh.

"Aku titipkan kamu kepada Allah yang tidak akan tersia-sia apa yang dititipkan kepadaNya.” (HR. Ahmad 14/319, HR. Ibnu Majah 2/943 no:2825, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany dalam Shahihul Jami’ no:958)

Doa orang yang ditinggal untuk orang yang musafir:

زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ ، وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ

“Semoga Allah membekalimu ketaqwaan, dan mengampuni dosamu, dan memudahkan kebaikan untukmu dimanapun kamu berada.” (HR . At-Tirmidzy 5 / 500 no: 3444, dan dihasankan Syeikh Al-Albany dalam Shahihul Jami’ no:3579)

2. Membaca basmalah saat mengkunci rumah
Saat mengunci rumah hendaklah membaca basmalah. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَحُلُّوهُمْ، فَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا، وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

"Jika hari mulai gelap tahanlah anak-anak kalian (agar tidak keluar rumah) karena saat itu syaitan berkeliaran. Jika telah lewat sebagian malam biarkanlah mereka. Tutuplah pintu-pintu dan ucapkanlah basmalah, karena sesungguhnya syaitan tidak akan bisa membuka pintu yang tertutup. Tutuplah teko kalian dan ucapkanlah basmalah. Tutupilah bejana kalian walaupun dengan meletakkan sesuatu di atasnya dan bacalah basmalah. Matikanlah lampu kalian." [HR. Al-Bukhâri, no. 3280  dan Muslim, XIII/185, no. 5218 dari Jabir bin Abdullah dengan redaksi Imam Muslim]

3. Doa ketika keluar rumah
Setelah kita keluar rumah, maka hendaknya kita melanjutkan bacaan doa yang diajarkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam berikut ini:

Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ قَالَ « يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِىَ وَكُفِىَ وَوُقِىَ ».

“Jika seseorang keluar rumah, lalu dia mengucapkan “Bismillahi tawakkaltu ‘alallah, laa hawla wa laa quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya), maka dikatakan ketika itu: “Engkau akan diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga”. Setan pun akan menyingkir darinya. Setan yang lain akan mengatakan: “Bagaimana mungkin engkau bisa mengganggu seseorang yang telah mendapatkan petunjuk, kecukupan dan penjagaan?!” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

4. Doa saat menaiki kendaraan
Jika sudah berada di atas kendaraan untuk melakukan perjalanan, hendaklah mengucapkan:

الله أَكْبَرُ (3x)
سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.
Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna  lahu muqrinin. Wa inna ila robbina lamun-qolibuun. (QS. Az Zukhruf: 13-14)

Allahumma innaa nas’aluka fii safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli. (HR. Muslim no. 1342, dari ‘Abdullah bin ‘Umar.)

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Mahasuci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali.  (QS. Az Zukhruf: 13-14)

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan, tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga." (HR. Muslim no. 1342, dari ‘Abdullah bin ‘Umar.)


Berikut penjelasan detail mengenai rukun umrah tersebut:

1. IHRAM

Ihram adalah berniat untuk menunaikan ibadah umrah dimulai dari miqat yang disertai dengan kegiatan mengenakan pakaian umrah berupa kain dan selendang putih buat pria dan pakaian tidak mencolok buat wanita, diawali dari saat sebelum memulai ibadah umrah. 

Miqat adalah suatu batasan berupa tempat dan waktu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shalallahu'alaihi Wassalam sebagai pintu masuk untuk memulai kegiatan haji atau umrah. Jadi miqat itu ada 2 yaitu miqat zamani atau waktu dan miqat makani atau tempat. Untuk ibadah umrah tidak menggunakan miqat zamani karena tidak ada batasan waktu untuk mengerjakannya, beda halnya dengan haji yang harus menyesuaikan miqat zamani karena sesuai waktu disaat bulan Dzulhijjah. Sementara miqat yang dimaksud dalam umrah disini adalah miqat makani yaitu tempat untuk memulai umrah.

Tempat miqat makani tersebut ditentukan sesuai kependudukan seseorang jamaah umrah diantarnya:
a. Penduduk asli Makkah bagi yang ingin umrah, miqat nya di mulai dari tanah halal terdekat seperti Ji`ranah, Tan`im, dan Hudaibiyah. Ketiga tempat miqat tersebut adalah masih termasuk didalam wilayah kota Makkah, tapi tidak termasuk tanah haram. Sementara tanah halal disini maksudnya daerah diluar tanah haram yang terdekat dari tempat tinggal mereka di Makkah.

Adapun berihram dari Jeddah, maka ini adalah kesalahan karena Jeddah bukan tempat Miqat. Jeddah adalah daerah terletak antara miqat dan Mekkah, sehingga penduduk jeddah berihram dari rumah mereka. Berdasarkan hadits,
وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ

“Sedangkan mereka yang berada di dalam batasan miqat (antara miqat dan Mekkah), maka dia memulai dari kediamannya, dan bagi penduduk Mekkah, mereka memulainya dari di Mekkah (rumah mereka)” (HR. Al Bukhari no. 1524 dan Muslim no. 1181).

b. Penduduk selain Makkah, miqat nya adalah miqat khusus seperti: Penduduk Tihamah Yaman maka miqatnya di daerah Yalamlam.  Penduduk Najd miqat nya di daerah Qarnul Manazil. Penduduk Irak dan Khurasan serta orang-orang yang datang dari arah timur miqat nya di daerah Dzatu ‘Irq. Penduduk Syam dan Mesir serta Magrib miqat nya di daerah Al-Juhfah. Orang Madinah miqat nya di daerah Dzulhulaifah atau Bi’r ‘Ali. 

Untuk jamaah haji atau umrah dari Indonesia biasanya ada 2 tempat miqat yaitu pertama di Bi'r Ali apabila mendarat pertama dari Indonesia di Madinah dan kedua adalah di Yalamlam karena ini arah yang sejajar bagi penduduk Indonesia dari arah tanah air. Ketika melewati daerah miqat ini jama’ah haji masih berada di atas pesawat sehingga jamaah haji harus berihram di atas pesawat. Awak pesawat mengumumkannya satu jam atau setengah jam sebelum tiba di atas miqat atau di tempat yang sejajar dengan miqat, agar jama’ah haji bersiap-siap untuk berihram.

Miqat di atas pesawat, maka kita pilih yang sejajar dengan daerah tersebut. Ini sesuai hadits dengan arahan para ulama. Penduduk Kufah dan Bashrah mendatangi Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu dan mereka berkata, “Wahai amirul mukminin sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan miqat bagi penduduk Najed yaitu Qarnul Manazil, sesunggunya ia jauh dari Jalan kami”. Maka Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Perhatikanlah daerah yang sejajar dengan jalan kalian (itulah miqat)”.

c. Siapa yang tempat tinggalnya antara miqat khusus dan Makkah, maka miqatnya adalah dari tempat tinggalnya.

d. Siapa yang melewati miqat dan tidak berniat untuk manasik, kemudian ia berniat berihram, maka miqatnya dari tempat mana saja yang ia mau.

e. Siapa yang melewati miqat padahal punya keinginan untuk melakukan manasik, tapi mereka tidak ber ihram maka ia harus kembali ke miqat. Jika ia tidak kembali sementara dia dari awal berkeinginan untuk manasik umrah, maka ia berdosa dan dikenakan damm. Terkadang seorang yang telah ihram dengan hatinya dan membiarkan pakaian biasanya, seperti qamis, surban dan lain-lain da dia membayar fidyah karena dia melanggar ketentuan dalam ihram.


Yang dilakukan saat ber Ihram:

a. Disunahkan Mandi
Jika badannya tidak bersih dan ihramnya dalam waktu panjang, tapi jika telah mandi dalam hari itu maka tidak perlu memperbarui mandinya. Jika anda tidak mampu berhenti di miqat seperti yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di rumah. Adapun bagi wanita, maka ia pun harus mandi meskipun haid dan ber-istitsfar yaitu menggunakan pembalut yang rapat agar tidak ada darah yang keluar dari celana.

Dalil yang menyatakan bolehnya ihram dalam kondisi haid adalah peristiwa yang dialami A’isyah radhiyallahu ‘anha. Beliau menceritakan perjalanan hajinya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Kami berangkat dengan niat haji. Ketika sampai di daerah Saraf, aku mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku sedang nangis.” “Kamu kenapa? Apa kamu haid?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Benar.” Jawab A’isyah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ ، فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ
Haid adalah kondisi yang Allah takdirkan untuk putri Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di ka’bah. (HR. Bukhari 294 & Muslim 2976).

Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan,
فَفَعَلَتْ وَوَقَفَتِ الْمَوَاقِفَ حَتَّى إِذَا طَهَرَتْ طَافَتْ بِالْكَعْبَةِ وَالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ
A’isyah pun melakukannya, beliau melaksanakan semua aktivitas orang haji. Hingga ketika beliau telah suci, beliau thawaf di ka’bah dan sa’i antara shafa dan marwah. (HR. Muslim 2996).

b. Disunnahkan Membersihkan Diri 
Membersihkan diri dari kotoran yang ada di anggota tubuh sebelum ihram seperti: memotong dan mencukur rambut, bulu, dan kuku jika telah panjang karena takut semakin memanjang setelah ihram dan terganggu karenanya.

c. Memakai Minyak Wangi sebelum Ihram 
Sebelum ihram (berniat umrah) ada baiknya kita menggunakan minyak wangi terlebih dahulu agar tidak terganggu oleh keringat dan bau badan yang menyengat, akan tetapi apabila telah ihram maka dilarang memakai parfum. Tetapi seandainya tidak mengkhawatirkan dengan keringat dan bau badan, maka tidak mengapa jika tidak memakai parfum, dan inilah yang umum dalam masa-masa tersebut karena pendeknya masa ihram, saat umrah. Usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke  rambut dan jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian ihram terkena minyak wangi maka cucilah.

d. Mengenakan Pakaian Umrah
Pakaian umrah untuk pria yaitu dua helai kain ihram berwarna putih, satu kain disarungkan dari pinggang hingga kebawah diatas mata kaki dan satu kain lainnya diselendangkan pada bagian atas menutupi kedua  bahu kanan dan kiri, serta tidak lupa menggunakan sandal. Pada dasarnya warna pakaian ihram pria boleh warna apa saja akan tetapi lebih disunahkan untuk memakai pakaian berwarna putih.

Hindarilah pakaian yang berjahit, kain yang diberi parfum atau pewangi, penutup kepala (topi, peci, upluk, sorban), celana, dan sepatu. Sementara yang diperbolehkan selama ihram yaitu menggunakan payung, kaca mata, cincin dan sabuk/ikat pinggang. Wallahu a’lam. 

Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ya Rasulullah, pakaian apa yang harus dikenakan orang yang ihram?’ jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam,

لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ، وَلاَ تَلْبَسُوا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ أَوْ وَرْسٌ

Tidak boleh memakai baju, atau imamah (penutup kepala), atau celana, atau burnus (baju yang ada penutup kepala), atau sepatu. Kecuali orang yang tidak memiliki sandal, dia boleh memakai sepatu, dan hendaknya dia potong hingga di bawah mata kaki (terbuka mata kakinya). Dan tidak boleh memakai kain yang diberi minyak wangi atau pewarna (wantex). (HR. Bukhari 1468 dan Muslim 2848).

Sementara untuk wanita diperbolehkan mengenakan pakaian yang ia kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab (longgar dan tidak transparant), sehingga tidak tampak sesuatu pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan (tabaruj) dan tidak memakai minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki. Tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian wanita yang harus dikenakan, akan tetapi sebaiknya gunakan warna gelap agar tidak terlihat mencolok dan menjadi perhatian lelaki. Warna gelap artinya tidak harus berwarna hitam dan boleh warna yang lain, akan tetapi sebaiknya dianjurkan untuk menggunakan pakaian warna hitam agar menyerupai penduduk setempat di Makkah yang lebih cenderung menggunakan warna tersebut.

Larangan bagi pakaian wanita dijelaskan dalam shahih Bukhari
وَلاَ تَنْتَقِبِ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ الْقُفَّازَيْنِ

Wanita ihram tidak boleh memakai cadar dan tidak boleh memakai kaos tangan. (HR. Bukhari 1838, Nasai 2693 dan yang lainnya).

Akan tetapi cadar (niqab) tersebut diperbolehkan dikenakan saat berpapasan dengan laki-laki dan kemudian melepasnya kembali disaat mereka sudah lewat. Hal ini pernah disampaikan oleh Aisyah radhiallahu anha:

كََانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّوْنَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُوْلِ اللَّه مُحْرِِِمَات، فَإِذَا حَاذَوْابِنَا أَسْدَلَتْ إحْدَانَا جِلبَا بَهََا عَلَى وجْهِهَا، فإِ ذَا جَا وَزُوْنَا كَشَفْنَاهُ

Dahulu ada kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika mereka telah lewat, kami membukanya kembali. [HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad hasan].

Baik laki-laki maupun wanita sepanjang ibadah umrah boleh mengganti pakaian ihram kapan saja apabila kotor, terekena najis maupun bau.


e. Ber Ihram (Berniat Umrah)
Setelah mengenakan kain ihram, dan apabila telah mendekati miqat maka mulailah ber-ihram (berniat umrah), maka kita ucapkan niat berumrah:

Anas berkata saat menjelaskan cara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengawali ihramnya, dia berkata:
 
” لبيك عمرة لا رياء فيها ولا سمعة ” .
 “Labbaika umratan, laa riyaa’a fiiha wa laa sum’ah.

"Aku penuhi panggilan-Mu, yang tidak ada riya dan sumah di dalamnya.”

Apabila kita akan mem-badal (menggantikan) umrah untuk atas nama orang lain maka harus disebut nama orang yang akan di badal tersebut dengan mengucap:

 “Labbaika umratan an Fulan, laa riyaa’a fiiha wa laa sum’ah.

Jika anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah umrah karena sakit atau lainnya maka ucapkan:

فإِ نْ حَبَسَنِِي حَا بِسٌ فَمَحَلّي حَيْثُ حَبَسْتَنِيْ
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan, maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."

Perlu digaris bawahi bahwa niat umrah ini diucapkan hanya sekali selama satu kali safar/perjalanan umrah, dan tidak diperbolehkan berkali-kali niat umrah dalam satu kali safar/perjalanan, karena Umrah berkali-kali dalam 1 kali safar tidak pernah dicontohkan Rasulullah dan juga para sahabat.

Sepanjang hidupnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak 4 kali dan keempat umrah itu berbeda waktu safar.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعَ عُمَرٍ عُمْرَةَ الْحُدَيْبِيَةِ وَعُمْرَةَ الْقَضَاءِ مِنْ قَابِلٍ وَالثَّالِثَةَ مِنْ الْجِعْرَانَةِ وَالرَّابِعَةَ الَّتِي مَعَ حَجَّتِهِ

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : “Rasulullah mengerjakan umrah sebanyak empat kali. (Yaitu) umrah Hudaibiyah, umrah Qadha`, umrah ketiga dari Ji’ranah, dan keempat (umrah) yang bersamaan dengan pelaksanaan haji beliau“ [Hadits shahih Imam Tirmidzi No.816 dan Ibnu Majah 2450]

Setiap umrah mempunyai waktu safar tersendiri. Artinya, satu perjalanan hanya untuk satu kali umrah saja. Sedangkan perjalanan dari Makkah keluar menuju tanah halal seperti Tan’im yang kebanyakan orang saat ini lakukan umrah berkali-kali belum bisa dianggap safar. Sebab masih berada dalam lingkup kota Makkah yang berjarak sekitar 7.5Km. Begitupun tempat miqat penduduk Makkah lainnya di Ji'ranah dan Hudaibiyah yang merupakan masih termasuk wilayah Kota Makkah yang belum bisa dianggap safar.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga para sahabat, kecuali ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tidak pernah mengerjakan satu umrah pun dari Makkah. Aisyah saat itu pertama-tama berniat haji wada dan umrah dalam waktu bersamaan safar bersama Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam, akan tapi Aisyah batal saat setelah menunaikan haji wada karena haid, sehingga Aisyah menangis dan terpaksa memohon pada Rasulullah untuk berumrah kembali. Kemudian Rasulullah memerintahkan saudaranya Abdurrahman bin Abu Bakar As-Siddiq untuk menemaninya dengan membawa unta keluar ke Tan’im (untuk berniat umrah kembali yang kedua). Dan kejadian ini hanya di khususkan untuk Aisyah saat itu, sehingga sahabat yang lain tidak satupun mencontoh kejadian Aisyah tersebut.

Dari Aisyah radhiallahu anha beliau berkata,

" يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْتَمَرْتُمْ وَلَمْ أَعْتَمِرْ ، فَقَالَ : يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ ، اذْهَبْ بِأُخْتِكَ فَأَعْمِرْهَا مِنْ التَّنْعِيمِ  ، فَأَحْقَبَهَا عَلَى نَاقَةٍ فَاعْتَمَرَتْ " . (أَحْقَبَهَا) أي أركبها خلفه

“Wahai Rasulullah, anda telah berumrah, sementara saya belum berumrah. Maka (beliau) bersabda, Wahai Abdurrahman, pergi bersama saudarimu dan temani dia umrahkan dari Tan’im. Kemudian ikutilah di belakangnya dengan naik unta, kemudian (Aisyah) menunaikan umrah. Kata ‘Ahqabaha adalah mengikutinya dibelakangnya." (HR Bukhari dan Muslim)

Kita harus pahami dari hadits Aisyah diatas yaitu pada awalnya Aisyah berniat umrah bersamaan dengan haji tamatu (niat umrah dahulu, lalu tahallul, kemudian berniat kembali untuk haji), akan tetapi disaat akan sampai di Makkah beliau haid sehingga Aisyah menangis karena semua orang bisa berumrah dan berhaji sementara dia berhalangan. Akhirnya Rasulullah menyuruh Aisyah tetap melaksanakan umrah dan haji, hanya saja thawafnya ditunda sampai suci dahulu. Kemudian hajinya berubah menjadi haji qiran (niat umrah digabung dengan haji).

Setelah Rasulullah dan rombongan akan pulang, dan setelah haid Aisyah selesai, Aisyah memohon untuk berumrah kembali secara terpisah, akhirnya Rasulullah mengizinkan dan menyuruh Abrurrahman menemaninya. Mereka kembali ke Tan'im untuk miqat, kemudian masuk ke Makkah, melakukan thawaf, sya'i dan tahalul. Sementara Abdurrahman tidak ikut melakukan umrah kembali. Artinya niat umrah awal Aisyah yang belum sempurna karena tanpa thawaf, kemudian disempurnakan pada niat umrah yang kedua. Bukan berarti Aisyah sudah melakukan umrah pertama dengan sempurna terus berumrah kembali secara sempurna yang kedua. Hal inilah yang dipahami berbeda oleh beberapa orang. Hal tersebut tidak bisa kita samakan dengan berumrah berkali-kali dalam satu safar. Wallahu'alam.

Semua umrah yang dilakukan Rasulullah, dilangsungkan dari luar kota Mekkah menuju Mekkah (tidak keluar dahulu baru masuk kota Makkah). Walaupun Rasulullah pernah tinggal di Makkah selama 13 tahun. Namun tidak ada riwayat yang menjelaskan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar kota Mekkah untuk mengerjakan umrah.

Perlu kita ketahui bahwa umrah berkali-kali dalam satu kali safat ini diperselisihkan oleh banyak ulama. Banyak orang yang berhujjah mengikuti pendapat yang mengatakan: "Disunnahkan memperbanyak umrah walaupun dalam satu hari. Amalan tersebut lebih afdal daripada memperbanyak thawaf. Demikian pendapat mu’tamad (pendapat resmi dalam madzhab Syafii).”

Pendapat diatas tersebut hanya menurut mahdzab Syafii, sementara yang wajib kita ikuti adalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam bukan Imam Syafii ataupun ulama lainnya. Bagi sobat blogger yang berpendirian diperbolehkan umrah bekali-kali dalam satu kali safar maka hal tersebut tidak ada larangannya. Akan tetapi hal tersebut memperselisih apa yang telah di contohkan Rasulullah dan para sahabat lainnya. Sementara Hadits dari Aisyah yang diizinkan Rasulullah mengulang umrahnya, karena Aisyah saat itu sedang berhalangan haid. Lantas apakah kita yang sehat walafiat akan mengikuti Aisyah yang sedang berhalangan tersebut? Wallahu'alam.


f. Mengucapkan Talbiyah 
Talbiyah adalah melantunkan ucapan memenuhi panggilan Allah sejak ihram di miqat hingga tawwaf di Makkah, hukumnya sunnah mu’akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita. Bagi laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan seperti yang di ucapkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam dibawah ini:

Abdullah Ibnu Umar radhiallahu ánhumaa meriwayatkan bahwasanya talbiyah Rasulullah shallallahu álaihi wasallam adalah :

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالمُلْكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ

“Ya Allah aku memenuhi panggilanMu, Ya Allah aku memenuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, sesungguhnya pujian dan kenikmatan hanya milikMu, dan kerajaan hanyalah milikMu, tiada sekutu bagiMu” (HR Al-Bukhari no 1549 dan Muslim no 1184)

Hendaknya talbiyah diucapkan sendiri-sendiri tiap orang dan bukan dilakukan bersama-sama dalam satu suara. Untuk laki-laki, talbiyah harus diucapkan dengan lantang dan berteriak akan tetapi dengan teriakan yang wajar yang tidak memudorotkan diri sendiri, adapun wanita cukup dengan suara yang lirih yang didengarnya sendiri, karena suara wanita bisa menimbulkan fitnah (lihat penjelasan An-Nawawi dalam Al-Minhaaj 8/232)


2. THAWAF

Thawaf adalah salah satu rangkaian ibadah umrah dengan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali putaran. Thawaf juga sebagai ibadah pembuka jika anda ingin beribadah di Masjidil Haram. Semisal ingin beritikaf, ingin shalat, ingin menuntut ilmu dalam kajian-kajian Masjidil Haram, maka disunahkan thawaf begitu masuk Masjidil Haram (thawaf tahiyyatul masjid). Tak hanya itu, thawaf merupakan ibadah yang hanya dilakukan di Masjidil Haram, dikarenakan thawaf dalam Islam hanya untuk memutari Ka’bah, dan hanya ada di sana.


Beberapa syarat melakukan thawaf diantaranya:

a. Suci dari najis dan hadats (kecil maupun besar)
Thawaf merupakan ibdah yang juga mensyaratkan bersih dari hadast kecil maupun besar. Demikian pula badan, pakaian, dan tempat yang dilalui harus suci dari najis. Bila di tengah thawaf berhadats atau terkena najis, seperti buang angin maka harus bersuci dan menghilangkan najisnya terlebih dahulu dengan berwudhu dan sebagainya. Setelah itu melanjutkan putaran dari tempat ia mulai berhadats atau terkena najis. Namun lebih utama untuk mengulangi thawaf dari awal.

Beliau Radhiyallahu anhuma mengatakan:

أَنَّ أَوَّلَ شَيْءٍ بَدَأَ بِهِ حِينَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ تَوَضَّأَ ثُمَّ طَافَ

Yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  di Mekah adalah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu’ kemudian melakukan ibadah thawaf (HR Bukhâri No. 1641 dan HR. Muslim No. 1235)

b. Menutup Aurat
Tertutup dari aurat juga merupakan syarat sah mayoritas ibadah. Baju ihram laki-laki dan perempuan sudah menutup aurat, tetapi anda juga harus menjaganya agar tidak tersingkap saat bertubrukan dengan jamaah lain.

Bila di tengah putaran thawaf, auratnya terbuka, maka wajib untuk segera ditutup dan melanjutkan putaran thawaf dari titik saat auratnya terbuka. 

c. Berdoa Masuk Masjidil Haram
Jika anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu dan ucapkan (do’a):

،بسْمِ اللَّه، والصَّلاَةُ والسَّلاَمُ عَلَىرَسُوْاللِّه،
 اَللّهُمَّ َافْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِك
 أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
 
Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah
Allahummaf tahlii abwaaba rohmatika
A’ûdzu billâhil ‘azhîm, wa biwajhihil karîm, wa sulthânihil qadîm, minas syaithânir rajîm.

Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. 
Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu’. ‘
Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk. 
(HR. Muslim No. 713 dan Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah No. 88)

Perlu diingat apabila hendak melakukan tawaf umrah atau tawaf qudum (haji tammatu), maka tidak ada sholat tahiyatul masjid, namun untuk seterusnya setelah tawaf tersebut selesai disunahkan untuk melakukan shalat dua rakaat tahiyatul masjid setiap kali memasuki Masjidil Haram.

Ketika  melihat    ka'bah  maka   hendaknya  berdoa  dengan  doa  yang  dilakukan   oleh   Shahabat  Umar Radhiallahu'anhu yang lafazhnya:

اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلَامِ

"Ya Allah, Engkau adalah Penyelamat (hamba-hamba-Mu dari Kebinasaan), dari Engkau pula  keselamatan diharapkan, maka kekalkanlah kami wahai Rabb kami dalam keselamatan." (HR. AI-Baihaqi V/72 dan Ibnu Abi Syaibah di al-Mushonnaf  7/102, sanadnya hasan. Lihat Manaasikul Hajji wal umroh oleh Syaikh al-Albani  rahimahullah).

d. Memulai thawaf dari hajar aswad
Rasulullah sallallahu ‘alayhi wa sallam mencontohkan kepada para sahabat untuk memulai thawaf dari hajar aswad. Anda juga dianjurkan menyentuhnya atau menciumnya, adapun jika tidak sanggup maka cukup menegadahkan tangan ke arahnya.

Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma.

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ يَقْدَمُ مَكَّةَ اسْتَلَمَ الرُّكْنَ الأَسْوَدَ أَوَّلَ مَا يَطُوفُ حِينَ يَقْدَمُ يَخُبُّ ثَلاثَةَ أَطْوَافٍ مِنَ السَّبْعِ

Aku pernah melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika tiba di Mekah jika telah mengusap Hajar Aswad, diawal ibadah thawaf, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercepat langkah pada tiga putaran (pertama) dari tujuh putaran. (HR. Bukhâri No. 1603 dan HR. Muslim No. 1261)

Tata caranya yaitu:  hadapkan muka kearah hajar aswad dan ucapkan, "Allahu Akbar" atau "Bismillahi Allahu Akbar", lalu usaplah hajar aswad itu dengan tangan kananmu kemudian ciumlah. Jika tidak mampu untuk menciumnya maka usaplah hajar aswad itu dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang dengannya anda mengusap hajar aswad tadi. Jika tidak mampu melakukannya, maka jangan mendesak orang-orang (untuk mencapainya), tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat (dan jangan anda cium tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran thawaf.

Dari batu suci tersebut, anda bisa mulai memutar mengelilingi Ka’bah. Jika dimulai sebelum hajar aswad, tidak dianggap sah putaran thawafnya, juga belum terhitung satu putaran jika belum sampai ke hajar aswad lagi.

e. Menjadikan Ka’bah di sebelah kiri
Putaran thawaf sudah diatur sejak zaman sebelum Rasulullah sallallahu ‘alayhi wa sallam, yaitu berlawanan arah jarum jam. Sehingga anda harus selalu berada di sebelah kiri Ka’bah. Jika di tengah putaran tidak sesuai posisi tersebut, wajib segera ke posisi yang benar dan melanjutkan hitungan putaran thawaf dari tempat tersebut.

Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu , beliau mengatakan:

لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَاسْتَلَمَ الْحَجَرَ ثُمَّ مَضَى عَنْ يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Mekah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki masjidil Haram lalu mengusap Hajar Aswad, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu di arah sebelah kanan Hajar Aswad. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlari kecil pada tiga putaran dan berjalan pada empat putaran. (Shahîh Muslim, 2/893)

f. Berputar di luar bangunan Ka’bah, Syadzarwan, dan Hijr Isma’il
Syarat ini berkaitan dengan batasan jalur atau lintasaan jamaah thawaf. Batas lintasan dalam tidak melewati bagian dalam Ka’bah, Syadzarwan (marmer pondasi ka'bah), dan Hijr Isma’il, sementara batas lintasan luar yaitu tidak keluar dari Masjidil Haram. Sehingga semua anggota badan dan pakaian orang yang thawaf, harus berada diantara batas dalam dan batas luar tersebut.

Apabila di pertengahan putaran thawaf anggota badan berada di luar batasan tersebut, maka tidak dihitung putaran thawaf, ia wajib segera berada di posisi yang benar dan melanjutkan jumlah putaran thawafnya. Misalnya kita thawaf melintasi bagian dalam setengah lingkaran hijir Isma'il, maka thawaf tersebut tidak dihitung putaran.

Untuk Lebih jelasnya bagian Ka'bah bisa kita lihat gambar dibawah ini:



g. Thawaf sebanyak tujuh kali putaran
Thawaf harus dilakukan secara yakin sebanyak tujuh kali putaran, jika ragu-ragu, maka mengambil bilangan yang paling sedikit untuk selanjutnya menambah jumlah putarannya, sebagaimana keraguan dalam rakaat shalat. Keraguan yang timbul setelah selesai thawaf, tidak berpengaruh dalam keabsahan thawaf.

Jarak satu putaran terdekat Ka'bah adalah 200 meter (total 7 kali putaran setara dengan 1.4Km sekitar 30 menit lebih) sementara satu putaran terjauh Ka'bah yaitu dari atas lantai 3 Masjidil Haram adalah 1Km (total 7 kali putaran setara dengan 7Km sekitar 2 jam lebih). Untuk itu sobat blogger semua kudu mempersiapkan mental fisik kita jauh beberapa bulan sebelum umrah yaitu dengan berolahraga teratur seperti berjalan sekian langkah per hari, jogging atau lari setiap pagi.

Lakukan raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikutnya.

Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu , beliau mengatakan:

لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَاسْتَلَمَ الْحَجَرَ ثُمَّ مَضَى عَنْ يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Mekah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki masjidil Haram lalu mengusap Hajar Aswad, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu di arah sebelah kanan Hajar Aswad. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlari kecil pada tiga putaran dan berjalan pada empat putaran. (Shahîh Muslim, 2/893)

Dalam semua putaran thawaf tersebut lakukanlah idhthiba’ (membuka bahu sebelah kanan) yaitu meletakkan pertengahan kain selendang di bawah ketiak lengan kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan idhthiba’ tersebut khusus bagi laki-laki, dimana raml hanya dilakukan pada thawaf tiga putaran pertama pada thawaf umrah, atau bagi laki-laki yang mengerjakan haji tamattu’ dengan thawaf qudum (thawaf pertama bagi jamaah yang baru pertama menginjakaan kaki di Makkah), serta laki-laki yang melakukan haji qiran (haji bersama umrah) dengan thawaf ifrad (thawaf haji saja tanpa umrah). Sementara idhthiba' pada umrah dilakukan pada semua putaran thawaf bagi laki-laki.

Perlu digaris bawahi bahwa idhthiba' dan raml ini dilakukan hanya pada saat thawaf wajib (thawaf pertama bagi jamaah yang baru pertama menginjakaan kaki di Makkah), selanjutnya apabila kita melakukan thawaf sunah (thawaf setelah thawaf wajib yang dilakukan setiap saat memasuki masjidil haram) maka kita tidak perlu melakukan idhthiba' dan raml tersebut.

Nabi ShollAllahu 'alaihi wa Salam thawaf dengan idhtiba'

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ عَنْ ابْنِ يَعْلَى عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَافَ بِالْبَيْتِ مُضْطَبِعًا وَعَلَيْهِ بُرْدٌ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثُ الثَّوْرِيِّ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ وَلَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِهِ وَهُوَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَعَبْدُ الْحَمِيدِ هُوَ ابْنُ جُبَيْرَةَ بْنِ شَيْبَةَ عَنْ ابْنِ يَعْلَى عَنْ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَى بْنُ أُمَيَّةَ

Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan telah menceritakan kepada kami Qabishah dari Sufyan dari Ibnu Juraij dari Abdul Hamid dari Ibnu Ya'la dari ayahnya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam thowaf di Ka'bah membuka pundak sebelah kanan dengan meletakkan ujung kain ihramdi pundak kiri dengan memakai selendang. Abu 'Isa berkata; "Ini adalah hadits Tsauri dari Ibnu Juraij. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari haditsnya. Hadits itu merupakan hadits hasan shahih. Abdul Hamid ialah Ibnu Jubairah bin Syaibah dari Ibnu Ya'la dari ayahnya yaitu Ya'la bin Umayyah." (HR. At-Tirmidzi No. 787)

Setiap putaran thawaf ketika anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal itu memungkinkan, tetapi jangan menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya, maka jangan memberi isyarat kepadanya. Rukun Yamani adalah pojokan ka'bah sebelum pojokan yang ada hajar aswad (Rukun Hajar Aswad) jika berputar kebalikan arah jarum jam, maksud Yamani disini yaitu apabila ditarik garis lurus maka akan mengarah ke negeri Yaman.  

Dalam kitab Shahih al-Bukhâri dan Shahih Muslim dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhma mengatakan:
لَمْ أَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُ مِنَ الْبَيْتِ إِلَّا الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَّيْنِ

Saya tidak pernah melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian dari Ka’bah kecuali dua rukun yamani yaitu Hajar Aswad dan Rukun Yamani (Shahîh al-Bukhâri, no. 1609 dan Shahîh Muslim, no. 1269)

Dan disunnahkan ketika anda berada di antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca do’a:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka.

Dalam thawaf, tidak ada do’a-do’a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selain do’a di atas, tetapi memang disunnahkan memperbanyak dzikir dan do’a ketika thawaf (do’a apa saja yang dikehendaki, pen.). Jika anda membaca ayat-ayat Al-Qur’an ketika thawaf, maka itu adalah baik.

Jika di tengah-tengah anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau anda mengikuti shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah thawaf anda dari tempat mana anda berhenti. Jangan lupa menutupi kedua pundak anda, sebab menutupi keduanya dalam shalat adalah wajib.

Jika anda perlu duduk sebentar, atau minum air atau berpindah dari lantai bawah ke lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf, maka hal itu tidak mengapa.

h. Shalat 2 rakaat setelah thawaf
Jika anda selesai dari putaran ketujuh, saat mendekati hajar aswad, tutuplah pundakmu yang kanan, kemudian pergilah menuju maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan, lalu ucapkanlah firman Allah:

وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. [Al-Baqarah/2: 125].

Jadikanlah posisi maqam itu antara dirimu dengan Ka’bah, jika memungkinkan, lalu shalatlah dua rakaat. Pada raka’at pertama anda membaca, setelah Al-Fatihah- surat Al-Kafirun dan pada raka’at kedua surat Al-Ikhlash .

Shalat dua raka’at thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam Ibrahim, tetapi melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram juga dibolehkan. Tidak perlu shalat di belakang maqam Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga dengan demikian menyakiti orang lain yang sedang thawaf. Hendaknya mundur ke belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan hendaknya ia menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan Ka’bah, atau bahkan boleh melakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.

i. Minum Air Zam-zam
Selanjutnya pergilah ke zam-zam dan minumlah airnya. Lalu berdo’alah kepada Allah dan tuangkan air zam-zam di atas kepalamu. Jika memungkinkan, pergilah ke hajar aswad kembali sebelum ketempat sa'i dan usaplah.


3. SA'I

Sa'i adalah berjalan cepat bolak-balik sebanyak 7 kali antara bukit Shafa dan Marwa, dimulai dari bukit Shafa dan terakhir di bukit Marwa. Jarak antara bukit Shafa dan Marwa adalah sejauh 400 meter, jadi total jarak yang anda tempuh  kurang lebih 3 kilometer jika bolak-balik sebanyak 7 kali. Tentunya, anda harus mempersiapkan kesehatan tubuh sebelum menjalani rukun ini. Misalnya, berolahraga dengan teratur seperti berjalan sekian langkah per hari, jogging atau lari setiap pagi, atau lainnya yang dapat meningkatkan kekuatan fisik anda. Sehingga fisik anda jauh lebih stabil ketika melaksanakan rukun haji dan umrah seperti sa’i.

Jika seseorang sedang umroh, lalu ia melakukan thowaf, setelah itu ia letih dan istirahat dan baru melanjutkan sa'í keesokan harinya maka tidaklah mengapa. Tentunya ia masih dalam kondisi berihram.

Para ulama telah sepakat bahwa tidak dipersyaratkan bersuci dalam melakukan sa'í. Maka jika seseorang tatkala sa'í wudhunya batal maka tidak mengapa ia melanjutkan sa'í-nya. Ibnu Qudamah berkata:
أَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ يَرَوْنَ أَنْ لَا تُشْتَرَطَ الطَّهَارَةُ لِلسَّعْيِ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ

“Mayoritas ulama memandang bahwa tidak disyaratkannya bersuci ketika saí antara bukit as-shofa dan bukit marwah” (Al-Mughni 3/355)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ

“Sesungguhnya dijadikannya thawaf di sekeliling Baitullah, sa’i di antara Shafa dan Marwah, dan melontar jumrah adalah untuk mengingat Allah” [Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad hasan]

Hadits Jabir –radhiyallahu ‘anhu- tentang sifat hajinya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

 فبدأ بالصفا فرقي حتى رأى البيت فاستقبل القبلة ، فوحد الله وكبره ، وقال : لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير ، لا إله إلا الله وحده ، أنجز وعده ، ونصر عبده ، وهزم الأحزاب وحده ، ثم دعا بين ذلك ، قال مثل هذا ثلاث مرات (رواه مسل1218

“Maka beliau memulai dari bukit Shafa seraya menaikinya sampai bisa melihat Ka’bah dan menghadap kiblat, maka beliau mentauhidkan Alloh dan mengagungkan-Nya dan bersabda: “Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Alloh Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya semua kekuasaan, bagi-Nya semua pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Alloh Yang Maha Esa, Dia telah menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya, Dia satu-satunya yang mengalahkan koalisi besar (musuh-Nya), kemudian beliau berdoa ditengah-tengahnya, beliau berkata demikian sebanyak tiga kali”. (HR. Muslim: 1218)


Beberapa syarat dalam menjalankan sa'i diantaranya:

a. Pergi menuju Bukit Shafa, 
Ketika telah dekat bukit Shafa bacalah firman Allah Ta’ala:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. [Al-Baqarah/2: 158]

Kemudian ucapkanlah:

أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ
Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai.

Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini: Ketika Nabi shallallahu álaihi wasallam melakukan saí dan beliau naik di bukit Shofa maka beliau membaca ayat ini, lalu beliau berkata, أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ “Aku mulai dengan apa yang Allah mulai terlebih dahulu” (HR Muslim no 1218)

Kemudian naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka’bah lalu bertakbirlah tiga kali 

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ 
Dan ucapkan:

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي ويُمِييْتُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun.

Ulangilah dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdo’alah pada tiap-tiap selesai membacanya dengan do’a-do’a yang anda kehendaki.

b. Kemudian turunlah untuk melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah

Bila anda berada di antara dua tanda lampu hijau, lakukanlah sa’i dengan berlari kecil (khusus untuk laki-laki dan tidak bagi wanita) dimulai dari bukit Shafa, kemudian jika anda telah sampai di Marwah, naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka’bah, kemudian ucapkan sebagaimana yang anda ucapkan di Shafa. 

Bertakbirlah tiga kali 

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ 
Dan ucapkan doa:

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي ويُمِييْتُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun.

Demikian hendaknya yang anda lakukan pada putaran berikut-nya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu kali putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu kali putaran hingga sempurna menjadi tujuh kali putaran. Karena itu, putaran sa’i yang ke tujuh berakhir di Marwah. Tidak ada dzikir (do’a) khusus untuk sa’i, karena itu perbanyaklah dzikir dan do’a serta membaca Al-Qur’an.

Saat sa'i  jangan terpaku dengan do’a-do’a tertentu pada setiap putaran, dan jangan berdoa bersama yang dipandu oleh ketua rombongan dengan koor (satu suara) yang keras.

Yang dituntut dalam sa'i adalah melakukan saí sebanyak 7 putaran, maka kapan saja terwujudkan ketujuh putaran tersebut -baik berkesinambungan atau terpisah-pisah-, maka telah saí. Yaitu seseorang disunnahkan untuk melakukan putaran saí yang pertama hingga yang ketujuh secara bersambung, akan tetapi jika seseorang baru melakukan 2 putaran saí, lalu iapun pergi untuk buang air, setelah itu ia kembali melanjutkan putaran saí yang ketiga dan seterusnya maka tidaklah mengapa.

Imam An-Nawawi berkata :

فَلَوْ تَخَلَّلَ فَصْلٌ يَسِيْرٌ أَوْ طَوِيْلٌ بَيْنَهُنَّ لَمْ يَضُرَّ وَإِنْ كَانَ شَهْرًا أَوْ سَنَةً أَوْ أَكْثَرَ، هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ

“Jika terpisah antara putaran yang satu dengan yang lainnya jeda yang sebentar atau yang lama maka tidak mengapa. Bahkan meskipun jeda-nya hingga sebulan atau setahun atau lebih dari itu. Ini adalah pendapat madzhab Syafií dan inilah pendapat yang dipstikan oleh mayoritas ulama” (al-Majmuu’ 8/73)

Dan pendapat inilah yang dirajihkan oleh Ibnu Qudamah al-Hanbali (lihat Al-Mughni 3/198) dan Asy-Syaikh Bin Baaz (lihat Majmuu’ Fatawaa Bin Baaz 17/232)

Saat akan keluar dari Masjidil haram hendaknya membaca doa:
بسْمِ اللَّه، والصَّلاَةُ والسَّلاَمُ عَلَىرَسُوْاللِّ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
اللَّهُمَّ اعْصِمْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah
Allaahumma innii as’aluka min fadhlika
Allahumma' shimni minasy syaithoonir rojiim.

"Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. 
Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu akan segala keutamaan-Mu.
Ya Allah, peliharalah aku dari godaan setan yang terkutuk.”
(HR. Ibnu Majah)


4. HALQ ATAU TAQSHIR

Ibadah terakhir setelah sa'i adalah halq yaitu mencukur rambut sampai bersih untuk laki-laki dan taqshir yaitu memendekkan rambut untuk wanita. Bagi orang yang menunaikan umrah, mencukur (gundul) rambut adalah lebih utama, kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka memendekkan rambut lebih utama, sehingga mencukur (gundul) rambut dilakukan pada waktu haji. Dan tidak cukup memendekkan rambut hanya beberapa helai pada bagian depan kepala dan belakangnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jama’ah Haji, tetapi hendaknya memendekkan tersebut dilakukan pada seluruh rambut atau pada sebagian besarnya. 

Dalam surah Al Baqarah Allah berfirman:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ   

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. [Al-Baqarah/2:196]

Tafsir dari ayat diatas dimana Allah berfirman: { وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ } dan Dia tidak mengatakan : jangalah kalian memendekkan, ayat ini menjelaskan bahwasanya untuk laki-laki mencukur rambut dengan sempurna (gundul) lebih baik dan ini sesuai dengan doa Rasulullah sebanyak tiga kali untuk orang-orang yang mencukur rambutnya dengan sempurna (gundul/halq), dan satu kali untuk yang memendekkan rambutnya (memendekkan/taqshir).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan,

{ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : وَالْمُقَصِّرِينَ }

“Ya Allah, ampunilah mereka yang menggundul habis.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau cuma sekedar memendekkan?” Beliau masih bersabda, “Ya Allah, ampunilah mereka yang menggundul habis.” Para sahabat balik bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cuma sekedar memendekkan?” Beliau masih bersabda, “Ya Allah, ampunilah mereka yang menggundul habis.” Para sahabat kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cuma sekedar memendekkan?” Baru beliau menjawab, “Dan juga bagi yang memendekkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil daripadanya kira-kira seujung jari. Jika rambutnya keriting (tidak sama panjang ujungnya) maka harus diambil dari tiap-tiap kepangan (genggaman).

Allah berfirman :
مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ

“Dengan mencukur rambut (gundul) kepala dan mengguntingnya (memendekannya)” (QS Al-Fath : 27)

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu , ia berkata:

لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ حَلْقٌ إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيرُ رواه أبو داود

"Tidak ada (boleh) bagi wanita mencukur (gundul rambutnya), ia hanya boleh memotongnya (memendekkannya)". [HR Abu Dawud, no. 1.948, hadits marfu (bersandar kepada Rasulullah’].

Jika hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan segala puji adalah milik Allah semata. Perlu diingat bahwa mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah, yang demikian itu bukanlah tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga bukan tuntunan para sahabatnya. Seandainya pun didalamnya ada keutamaan, tentu mereka telah melakukannya mendahului kita.

Semoga tuntunan tata cara umrah diatas bisa bermanfaaf bagi sobat blogger semua yang akan segera melaksanakan ibadah umrah ke tanah suci Makkah. Semoga ibadah umrah kita semua diterima Allah subhanallahu wata'ala, aamiiin.

Wassalam,
DK


Sumber:

No comments:

Post a Comment