Ramadhan bulan ibadah bagi setiap muslim. Bulan yang didalamnya diperintahkan untuk berpuasa, shalat tarawih, membaca al Qur’an, bersedekah, iti’kaf pada sepuluh hari terakhirnya.
Berbagai amal-amal ketaatan diperintahkan untuk dilakukan di bulan Ramadhan ini sebagai sebab untuk mendapatkan surga Allah yang pintu-pintunya dibuka khusus di bulan ini dan hendaklah menjauhi berbagai pelanggaran dan kemaksiatan yang dapat mendorongnya kedalam neraka, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam,”Apabila datang Ramadhan : pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Muslim)
Untuk itu hendaklah setiap muslim bersabar didalam melaksanakan amal-amal tersebut menjadikan waktu-waktunya penuh dengannya dan menyedikitkan waktu tidurnya. Tidaklah dibenarkan seorang yang berpuasa hanya menghabiskan sepanjang siangnya dengan tidur meskipun hal ini tidaklah diharamkan selama dirinya masih menunaikan kewajiban-kewajiban shalat pada waktu-waktunya.
Tidaklah banyak kebaikan dan keberkahan yang bisa diraih oleh orang yang mengisi waktunya hanya dengan tidur saja karena dirinya telah kehilangan banyak kesempatan beramal taat.
Banyaknya tidur akan menafikan hikmah dari disyariatkannya berpuasa yaitu untuk melakukan jihad dengan dirinya melawan berbagai tarikan-tarikan hawa nafsu dan syahwatnya selama puasa.
Hadits ”Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” terdapat didalam kitab ”Ihya Ulumuddin” milik Imam Ghazali. Namun al Iroqi mengatakan bahwa kami meriwayatkannya didalam ”Amalii Ibnu Mundah” dari riwayat Ibnul Mughiroh al Qowas dari Abdullah bin umar dengan sanad lemah atau mungkin Abdullah bin ’Amr.
Adapun hadits lainnya yang berbunyi,”Tidurnya orang yang berpuasa ibadah, diamnya tasbih, doanya diijabah dan amalnya diterima.” maka menurut Syeikh Al Bani didalam kitabnya ”as Silsilah adh Dhaifah wa al Maudhu’ah” (10/230) adalah lemah.
Hadits itu diriwayatkan oleh Abu Muhammad bin Sho’id didalam ”Musnad Ibnu Abi Aufa” (2/120), ad Dailamiy (93/4) dan al Wahidiy didalam ’Al Wasith” (1/65/1) dari Sulaiman bin Amr dari Abdul Malik bin Umair dari Ibnu Abi Aufa.
Al Bani mengatakan bahwa hadits ini palsu, Sulaiman bin Umar adalah Abu Daud an Nakh’i adalah seorang pendusta.
Pemilik kitab ”Faidhul Qodir” mengatakan bahwa didalamnya terdapat Ma’ruf bin Hasan—ia adalah salah seorang—yang lemah sedangkan Sulaiman bin Umar an Nakh’i adalah orang yang lebih lemah darinya.
Al Hafizh al Iroqi mengatakan bahwa didalam hadits itu terdapat Sulaiman an Nakh’i ia adalah salah seorang pendusta. (Faidhul Qodir juz VI hal 290)
Dengan demikian tidurnya orang yang berpuasa bukanlah ibadah karena hadits itu tidak benar berasal dari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo
No comments:
Post a Comment