Buat ikhwan dan akhwat pembaca yang budiman, pasti kita semua sering kali mendengar celotehan para kaum orientalis yang bernada sinis dengan mengatakan bahwa Islam itu disebarkan dengan pedang atau dengan kekerasan. Sudah pasti telinga kita akan panas mendengar bualan para kaum orientalis tersebut. Kita pun pasti merasa terhina dengan kata-kata tersebut, seolah-olah kita selaku umat Islam dalam menyebarkan agamanya itu selalu dengan kekerasan.
Sejarah mencatat banyak peperangan yang dilakoni oleh kaum muslimin. Dari sini, para orientalis memancing di air keruh, mencari celah untuk memojokkan Islam dan kaum muslimin. Sayangnya, respon umat Islam sangat lemah, terutama dari kalangan pemuda. Mereka dengan mudah menelan informasi tersebut, tidak kritis, dan malas belajar agama dan mengkaji sejarah.
Akhirnya, para pemuda Islam tersebut terpengaruh dan terbawa arus. Mereka jadi kecewa dengan pendahulu-pendahulu mereka. Malu terhadap sejarah perjalanan agama mereka. Hingga akhirnya mereka meninggalkan agama. Tidak sedikit yang berdiri bersebrangan dan mengkampanyekan anti Islam dan syariatnya. Semoga Allah melindungi kita dari yang demikian.
ISLAM MENGAJARKAN PERDAMAIAN
Perdamaian adalah asas dari ajaran Islam. Rasulullah ﷺ mengajarkan para sahabatnya agar tidak mengandai-andaikan peperangan dan permusuhan. Beliau ﷺ mengajarkan agar para sahabatnya memohon perdamaian dan keselataman. Sebagaimana sabdanya,
لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ ، وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا
“Janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh (perang), tapi mintalah kepada Allah keselamatan. Dan bila kalian telah berjumpa dengan musuh, bersabarlah.” (HR. Bukhari no. 2966 dan Muslim no. 1742).
Realitanya peperangan adalah keniscayaan. Fitrah manusia cinta kedamaian, namun praktiknya mereka selalu berselisih dan bermusuhan. Karena itu, untuk menghadapi realita ini beliau ﷺ tekankan, bila terjadi peperangan, bersabarlah, hadapi, dan jangan lari sebagai seorang pengecut.
Seorang muslim dididik dengan akhlak yang mulia melalui Alquran dan sunnah. Kedua wahyu itu selalu mengedepankan solusi perdamaian dan berupaya menghindari peperangan dan pertumpahan darah.
ISLAM ITU RAHMATAN LIL 'ALAMIN
Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.
Secara bahasa,
الرَّحْمة: الرِّقَّةُ والتَّعَطُّفُ
Rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
ALASAN ISLAM BERPERANG
Apabila kita melihat kebelakang saat zaman Rasulullah ﷺ saat pertama kali menyebarkan Islam, dimana jumlah kaum muslimin masih sangat sedikit dan senantiasa tertekan, dihina, dianiaya, dicaci maki dan selalu di bawah penindasan. Menghadapi ancaman dan penyiksaan yang makin menjadi-jadi, pada tahun 622 M Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya akhirnya berhijrah (ber-emigrasi dari lingkungan jahiliyah yang bersikap memusuhi dan tidak islami) dari Mekkah ke Madinah yang berjarak sekitar 250 mil.
Pada awalnya sebelum berhijrah, dimana perang itu Allah larang melalui ayat-ayat berikut:
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik.” (QS:Fushshilat | Ayat: 34).
Dan dalam firman yang lain Allah juga menjelaskan:
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ
“maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka.” (QS:Al-Maidah | Ayat: 13).
Hingga akhirnya izin berperang barulah muncul di saat umat Islam memang dihadapkan pada kondisi tempur. Dalam kondisi tersebut umat Islam harus membela diri dan agama mereka. Allah ﷻ berfirman,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ * الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلاَّ أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”…” (QS:Al-Hajj | Ayat: 39-40).
Dara ayat tersebut diatas, penyebab disyariatkannya perang sangat jelas sekali. Yaitu, karena umat Islam dizalimi dan diusir dari negeri mereka tanpa alasan yang dibenarkan.
Allah ﷻ berfirman,
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْـمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 190).
Ayat lainnya yang menegaskan adanya syariat berperang dalam Islam adalah:
أَلَا تُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُمْ بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ أَتَخْشَوْنَهُمْ ۚ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS:At-Taubah | Ayat: 13).
Ayat ini berkenaan dengan orang-orang Mekah yang memulai permusuhan terhadap umat Islam. Mereka telah menyebabkan Rasulullah ﷺ keluar dari Mekah. Mereka yang memulai terjadinya Perang Badr. Mereka pula yang telah membatalkan perjanjian damai di Hudaibiyah.
Jadi, penyebab perang dalam Islam sangat jelas. Karena orang-orang non Islam yang terlebih dahulu memerangi kaum muslimin. Hal ini juga yang terjadi pada peperangan-perangan di zaman Khulafaur Rasyidin.
Penaklukkan-penaklukkan umat Islam di berbagai wilayah dilatar-belakangi oleh tindakan ofensif orang-orang non Islam. Umat Islam tidak memerangi orang-orang yang tidak memerangi mereka.
NORMA BERPERANG
Setelah perintah perang turun, nilai-nilai mulia pun tetap diperhatikan. Ada normanya: وَلاَ تَعْتَدُوا (jangan kamu melampaui batas), إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْـمُعْتَدِينَ (Allah benci orang-orang yang melampaui batas). Allah ﷻ tidak menyukai permusuhan, walaupun terhadap non muslim. Inilah ajaran kasih sayang dan nilai-nilai kemanusiaan.
Ada yang berkomentar, Islam memerintahkan berperang dan mengancam perdamaian berdasarkan ayat:
وَقَاتِلُوا الْـمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً
“dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya.” (QS:At-Taubah | Ayat: 36).
Selain itu ada beberapa norma dan ahlak dalam berperang yang di ajarkan Rasulullah ﷺ diantanyanya:
1. Tidak boleh membunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak
Rasulullah ﷺ berpesan kepada para panglima perangnya agar bertakwa dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Berpegang kepada akhlak dalam peperangan. Di antaranya, beliau ﷺ memerintah mereka tidak membunuh anak-anak. Diriwayatkan dari Buraidah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ﷺ mewasiatkan kepada panglima perang atau pasukan, yang pertama agar ia dan pasukannya bertakwa kepada Allah.
Dalam riwayat Abu Dawud, Rasulullah ﷺ bersabda,
وَلاَ تَقْتُلُوا شَيْخًا فَانِيًا، وَلاَ طِفْلاً، وَلاَ صَغِيرًا، وَلاَ امْرَأَةً…
“Janganlah kalian membunuh orang tua yang sudah sepuh, anak-anak, dan wanita…” (HR. Abu Dawud 2614, Ibnu Abi Syaibah 6/438, dan al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra 17932).
2. Tidak boleh membunuh para rahib (pemilik bihara)
Apabila Rasulullah ﷺ hendak memberangkatkan pasukan, beliau berpesan kepada mereka,
لاَ تَقْتُلُوا أَصْحَابَ الصَّوَامِعِ
“Janganlah kalian membunuh pemilik bihara (rahib).”
3. Tidak boleh memutilasi mayat musuh
Beliau ﷺ berwasiat kepada pasukan yang hendak diberangkatkan menuju Mu’tah,
اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا، وَلَا تَغْدِرُوا، وَلَا تَمْثُلُوا
“Berangkatlah berperang di jalan Allah dengan menyebut nama Allah. Bunuhlah orang-orang kafir. Perangilah mereka. Janganlah kamu berbuat curang dan jangan melanggar perjanjian, dan jangan pula kalian memutilasi mayat.” (HR. Muslim, no. 1731).
Nabi ﷺ juga bersabda,
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ قَتَلَهُ نَبِيٌّ، أَوْ قَتَلَ نَبِيًّا، وَإِمَامُ ضَلاَلَةٍ، وَمُمَثِّلٌ مِنَ الْـمُمَثِّلِينَ
“Manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah seseorang yang dibunuh oleh seorang nabi, orang yang membunuh seorang nabi, pemimpin kesesatan, dan orang yang memutilasi.” (HR. Ahmad 3868, lafadznya sihasankan oleh Syu’aib al-Arnauth, ath-Thabrani dalam al-Kabir 10497, al-Bazar 1728. Al-Albani mengomentari hadits ini shahih dalam as-Silsilah ash-Shahiha 281).
4. Jangan lari dari medan perang.
Rasulullah ﷺ juga memberikan wasiat yang berkenaan dengan diri pasukan sendiri. Beliau ﷺ bersabda,
“…وَلاَ تَغْدِرُوا…”
“…jangan kalian lari dari medan perang…” (HR. Muslim 1731, Abu Dawud 2613, at-Tirmidzi 1408, dan Ibnu Majah 2857).
Rasulullah ﷺ berwasiat kepada para sahabatnya agar tidak gentar dan pengecut di medan perang. Beliau ﷺ berlepas diri dari mereka yang lari dari peperangan, walaupun mereka pasukan Islam. Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ أَمَّن رَجُلاً عَلَى دَمّهِ فَقَتَلَهُ، فَأنَا بَرِيءٌ مِنَ القَاتِل، وَإِنْ كَانَ المَقْتُولُ كَافِرًا
“Seorang non muslim yang dijamin darahnya (dijanjikan tidak diperangi), lalu (seorang muslim) membunuhnya, maka aku berlepas diri dari si pembunuh. Walaupun yang ia bunuh adalah seorang non muslim.” (HR. al-Bukhari 3/322).
5. Tidak membuat kerusakan di bumi
Perintah Abu Bakar ash-Shiddiq sangat jelas kepada pasukan yang ia berangkatkan menuju Syam, ia berkata, “Jangan membuat kerusakan di muka bumi…”. Wasiatnya yang lain kepada pasukannya:
وَلا تُغْرِقُنَّ نَخْلاً وَلا تَحْرِقُنَّهَا، وَلا تَعْقِرُوا بَهِيمَةً، وَلا شَجَرَةً تُثْمِرُ، وَلا تَهْدِمُوا بَيْعَةً
“Jangan sekali-kali menebang pohon kurma, jangan pula membakarnya, jangan membunuh hewan-hewan ternak, jangan tebang pohon yang berbuah, janganlah kalian merobohkan bangunan,…” (Riwayat al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra 17904, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 2/75, dan ath-Thahawi dalam Syarah Musykilul Atsar 3/144).
6. Berinfak kepada tawanan.
Berinfak atau memberi tawanan sesuatu yang tidak membuat mereka begitu menderita dianjurkan dalam Islam. Mereka dalam keadaan lemah dan terpisah dari keluarga, tentu memberi makanan, minuman, dan hal-hal yang layak didapatkan manusia dapat meringankan beban mereka. allah ﷻ berfirman,
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.” (QS:Al-Insaan | Ayat: 8).
ALASAN ISLAM MELAKUKAN EKSPANSI
Daulat al-Khulafa al-Rasyidin (11-41 H/ 632-661 M), yang berkedudukan di Madinah selama tiga puluh tahun sangat menentukan kelanjuan dan perkembangan agama Islam. Sebelum Rasulullah ﷺ wafat pada tanggal 8 Juni 632 M, seantero Jazirah Arab telah dapat ditaklukkan di bawah kekuasaan Islam. Usaha ekspansi ke luar jazirah Arab kemudian dimulai oleh khalifah pengganti Rasulullah ﷺ, yaitu Abu Bakar Shiddiq, dilanjut Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thallib.
Ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab Pertama oleh Khulafaur Rasyidin
Ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab Kedua oleh Dinasti Umayyah
Wilayah Ekspansi Islam sejak zaman Rasulullah ﷺ, Khulafaur Rasyidin hingga Dinasti Umayyah |
Ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab Pertama oleh Khulafaur Rasyidin
- Abu Bakar Shiddiq: Iraq (Al-Hirah kekuasaan Imperium Persia) ditaklukan oleh Khalid bin Walid, Palestina (kekuasaan Romawi) ditaklukan oleh Yazid bin Abi Sufyan, Syurahbil bin Hasanah dan Amr bin Ash, Syam (Ajnadin kekuasaan Romawi) ditaklukan oleh Yazid bin Abi Sufyan, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan Syurahbil bin Hasanah.
- Umar bin Khattab: Damaskus (kekuasaan Bizantium) ditaklukan oleh Abu Ubaidah bin al-Jarrah bersama Khalid bin Walid, Palestina, Suriah, Mesir ditaklukan oleh Amr bin al-Ash, Iraq (Al-Qadisiyah kekuasaan Imperium Persia dan Al-Madain Ibukota Persia) ditaklukan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash.
- Utsman bin Affan: Azerbaijan dan Armenia ditaklukan oleh al-Walid bin Uqbah.
Wilayah Ekpansi Bani Umayyah |
Ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab Kedua oleh Dinasti Umayyah
- Mu’awiyah bin Abi Sufyan mengutus Uqbah bin Nafi: Afrika Utara, Tunis, Afghanistan, Pakistan, Kabul, Turki (Konstatinopel ibukota Bizantium)
- Al-Hajjaj bin Yusuf: India, sebagian Asia
- Khalifah Al-Walid mengutus Musa bin Nushair dan Tariq bin Ziad: Aljazair, Maroko, Benua Eropa, Spanyol (Al-Andalus)
- Hisyam bin Abdul Malik mengutus Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi: Prancis, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsica, Sardinia, Crete, Rhodes, Cypurs dan sebagian Sicilla.
Setalah zaman Khulafaur Rasyidin, penyebaran Islam dilanjutkan oleh Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah ibn Abdi Syams ibn Abdi Manaf. Dari nama Umayah tersebut, maka dinasti itu disebut Dinasti Umayah yang selama pemerintahannya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyah (661-680), Yazid I (680-683), Muawiyah II (683), Marwan (683-685), Abdul Malik (685-705), al-Walid I (705-715), Sulaiman (715-717), Umar II (717-720), Yazid II (720-724), Hisyam (724-743), al-Walid II (743-744), Yazid III (744), Ibrahim (744) tidak dibai’at oleh rakyat, dan Marwan II (744-750).
Tuduhan bahwa Islam disebarkan melalui pedang memang sudah lama dihembuskan oleh terutama para orientalis sejak dulu hingga sekarang. Tuduhan itu didasarkan Islam di antaranya pada fakta sejarah banyaknya terjadi ekspansi militer yang dilakukan kekuatan Islam ke seluruh pelosok dunia sejak zaman Rasulullah ﷺ hingga era Kesultanan Usmani. Di samping itu, ajaran Islam sendiri banyak yang mengemukakan konsep jihad yang sering diartikan semata-mata sebagai peperangan. Dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat “perang” yang sangat mungkin menimbulkan mis-interpretasi jika dimaknai secara parsial dan terpisah dari konteksnya.
Dalam lintasan sejarah Islam, memang pernah tercatat peristiwa Ain Tamr. Peristiwa inilah yang dijadikan salah satu alasan untuk menuding bahwa Islam memang sangat kejam dan menyebarkan Islam melalui kekerasan. Ath-Thabari menceritakan peristiwa tersebut dalam karyanya Tarikh al-Umam wa al-Mulk. Saat itu, Khalid bin Walid mengepung sebuah benteng yang dihuni oleh orang-orang Kristen Arab. Mereka yang sudah terkepung akhirnya mengajak berdamai Khalid. Namun Khalid menolak ajakan damai itu kecuali jika mereka mau mematuhi tawarannya: masuk Islam atau membayar jizyah. Jika mereka menerima tawaran itu, Khalid akan memperlakukan mereka dengan baik. Namun tawaran Khalid itu ditolak mereka. Akhirnya benteng itu pun diserbu oleh pasukan Khalid bin Walid. Semua orang yang di dalam benteng ditebas lehernya kecuali 40 orang anak muda yang sedang belajar Injil. Saat itu kelompok anak muda itu selamat karena berada di sebuah ruang yang tertutup saat terjadi penyerbuan.
Perilaku Khalid bin Walid sendiri dalam peperangan memang cenderung sadis. Hal ini memang dipahami karena dia memang seorang bekas jenderal perang di zaman Jahiliyah. Ia baru masuk Islam pada tahun 8 H sehingga pemahamannya terhadap ajaran Islam pun masih minim. Namun sebagaimana juga dicatat dalam sejarah, sepak terjang Khalid bin Walid di berbagai penaklukan Islam terhenti saat ia dicopot dari jabatannya sebagai panglima perang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Tampaknya, Umar mulai khawatir terhadap tingkah polah Khalid di medan perang yang bisa merusak citra Islam. Meskipun harus diakui pula, Khalid sangat berjasa atas kemenangan Islam di berbagai peperangan, terutama pada saat peperangan melawan kaum murtad.
Terlepas dari kasus Khalid bin Walid tersebut, pada dasarnya para penguasa Islam yang menduduki sebuah negeri tidaklah memaksa rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Dalam proses penaklukan sebuah negeri oleh penguasa Islam, opsi yang ditawarkan kepada rakyat yang ditaklukkan adalah apakah mereka bersedia masuk Islam dengan sukarela sehingga mereka berhak mendapat perlindungan atau mereka tidak mau masuk Islam tapi mereka harus membayar pajak (jizyah) sebagai tebusan atas perlindungan yang diberikan oleh penguasa Islam. Jika kedua opsi itu tidak diindahkan dan rakyat di sebuah negeri tersebut justeru berani melawan dan memerangi penguasa Islam, maka barulah jalan militer menjadi pilihan terakhir. Etika penyebaran Islam seperti inilah yang diajarkan dan diterapkan oleh Rasulullah ﷺ dan para pengikutnya di belakang hari.
Jika tuduhan Islam disebarkan melalui pedang itu benar adanya, tentu di berbagai wilayah yang pernah ditaklukkan kekuasaan Islam akan banyak terjadi tragedi pemaksaan agama oleh pemerintah Islam saat itu. Dengan kekuasaan dan kekuataan yang ada, tentu para penguasa Islam saat itu mudah sekali memaksa rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Namun sebaliknya, sejarah tidak pernah mencatat (sepanjang pengetahuan penulis) adanya tragedi pemaksaan agama yang dilakukan oleh para penguasa Islam. Bahkan di daerah-daerah yang pernah dikendalikan kekuasaan Islam seperti di India dan Spanyol (Andalusia), para penguasa Islam saat itu betul-betul membebaskan rakyatnya untuk memeluk agama masing-masing.
Hal itulah salah satu faktor yang bisa menjelaskan mengapa sekarang di kedua wilayah itu, India dan Spanyol, Islam bukan menjadi agama mayoritas, tapi justeru menjadi agama minoritas yang banyak memperoleh penindasan saat berada di bawah kekuasaan non Islam.
Sejarah mencatat, tragedi pengadilan gereja (inkuisisi) justru dilakukan oleh penguasa Kristen Spanyol. Tragedi ini terjadi saat kekuasaan Islam berhasil ditumbangkan oleh kekuasaan Kristen dan Spanyol dikuasai oleh Ratu Isabella. Saat itu ribuan orang Islam dan orang Yahudi disiksa, diusir, bahkan dibunuh karena tidak mau memeluk agama Kristen. Akhirnya, sebagian orang Muslim dan Yahudi memilih memeluk agama mereka secara sembunyi atau meninggalkan Spanyol.
Hal tersebut membuktikan bahwa yang tidak tolerir itu sebenarnya siapa apakah Umat Islam apa orang non muslim sebagai contoh kekejaman ratu Isabella di Spanyol tersebut? Tentu sudah pasti kita yakin bahwa Islam itu tidak ada pemaksaan dalam menyebarkan agamanya.
KESIMPULAN
Sebagai catatan sejak zaman Rasulullah ﷺ, zaman Khulafaur Rasyidin hingga zaman Dinasti Umayah, kita tahu bahwa Islam itu berperang karna terpaksa karena terdzolmi, tertindas, dan teraniaya dan yang terpenting bahwa Allah sudah meyuruh untuk berperang dalam kondisi seperti itu.
Pada saat Islam mengadakan ekspansi ke seantero jazirah Arab, daratan Eropa hingga Afrika, hal tersebut dilakukan karna negara-negara kafir tersebut yang selaku negara adidaya saat itu merasa tidak senang dengan adanya Islam dan akan selalu mengganggu menyaniaya, serta membunuh umat Islam yang saat itu mulai berkembang.
Maka dari itu Khulafaur Rasyidin hingga Dinasti Umayah, meng-ekspansi negara-negara tersebut. untuk menunjukkan keadilan yang seadil-adilnya. Dan dalam melakukan ekspansipun umat Islam tidak langsung menyatakan perang kepara pemimpin negara kafir tersebut, melainkan selalu menawarkan opsi yang selalu diajarkan Rasulullah yaitu:
1. Mereka (pemimpin yang berkuasa saat itu) bersedia masuk Islam dengan sukarela sehingga mereka berhak mendapat perlindungan.
2. Apabila mereka tidak mau masuk Islam tapi mereka harus membayar pajak (jizyah) sebagai tebusan atas perlindungan yang diberikan oleh penguasa Islam.
Apabila kedua opsi itu tidak diindahkan dan rakyat di sebuah negeri tersebut justeru berani melawan dan memerangi penguasa Islam, maka barulah jalan militer menjadi pilihan terakhir. Etika penyebaran Islam seperti inilah yang diajarkan dan diterapkan oleh Rasulullah ﷺ.
Demikianlah semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan serta keimanan kita agar tidak mudah terprofokasi oleh kaum orientalis (kaum kafir yang non muslim).
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,
DK
Hal tersebut membuktikan bahwa yang tidak tolerir itu sebenarnya siapa apakah Umat Islam apa orang non muslim sebagai contoh kekejaman ratu Isabella di Spanyol tersebut? Tentu sudah pasti kita yakin bahwa Islam itu tidak ada pemaksaan dalam menyebarkan agamanya.
KESIMPULAN
Pada saat Islam mengadakan ekspansi ke seantero jazirah Arab, daratan Eropa hingga Afrika, hal tersebut dilakukan karna negara-negara kafir tersebut yang selaku negara adidaya saat itu merasa tidak senang dengan adanya Islam dan akan selalu mengganggu menyaniaya, serta membunuh umat Islam yang saat itu mulai berkembang.
Maka dari itu Khulafaur Rasyidin hingga Dinasti Umayah, meng-ekspansi negara-negara tersebut. untuk menunjukkan keadilan yang seadil-adilnya. Dan dalam melakukan ekspansipun umat Islam tidak langsung menyatakan perang kepara pemimpin negara kafir tersebut, melainkan selalu menawarkan opsi yang selalu diajarkan Rasulullah yaitu:
1. Mereka (pemimpin yang berkuasa saat itu) bersedia masuk Islam dengan sukarela sehingga mereka berhak mendapat perlindungan.
2. Apabila mereka tidak mau masuk Islam tapi mereka harus membayar pajak (jizyah) sebagai tebusan atas perlindungan yang diberikan oleh penguasa Islam.
Apabila kedua opsi itu tidak diindahkan dan rakyat di sebuah negeri tersebut justeru berani melawan dan memerangi penguasa Islam, maka barulah jalan militer menjadi pilihan terakhir. Etika penyebaran Islam seperti inilah yang diajarkan dan diterapkan oleh Rasulullah ﷺ.
Demikianlah semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan serta keimanan kita agar tidak mudah terprofokasi oleh kaum orientalis (kaum kafir yang non muslim).
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,
DK
Sumber:
No comments:
Post a Comment