Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,
Kali ini penulis mendapatkan ilmu dari hadits tentang larangan sholat berjamaah diantara tiang masjid. Hal tersebut penulis rasakan disaat masjid tempat penulis sholat, baru-baru ini mengganti mimbar khotibnya dengan ukuran yang dua kali lebih besar dan panjang dibandingkan mimbar sebelumnya, sehingga anak tangga mimbar tersebut memakan ruang dua jamaah yang terbuang. Sehingga terjadi shaft yang terdepan terputus dikarnakan keberadaan anak tangga mimbar yang super panjang tersebut.
Selain itu, kondisi shaft kedua dari masjid tersebut terbagi tiga karena ada 2 tiang penyangga masjid diantara shaf kedua tersebut. Hal tersebut pun membuat shaft kedua itupun kondisinya terputus, belum lagi shaft yang di belakang ada juga yang terputus dikarenakan tiang penyangga mesjid yang keseluruhan berjumlah 4 tiang penyangga.
Alasan Tidak Boleh Memutus Shaf
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan janji baik bagi mereka yang menyambung shaf, dan sekaligus janji buruk bagi mereka yang memutus shaf.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Siapa yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya dan siapa yang memutus shaf, Allah Ta’ala akan memutusnya.” (HR. Nasai 827 dan dishahihkan al-Albani)
Al-Munawi mengatakan,
ومن قطع صفا؛ بأن كان فيه فخرج منه لغير حاجة أو جاء إلى صف وترك بينه وبين من بالصف فرجة بلا حاجة (قطعه الله) أي أبعده من ثوابه ومزيد رحمته ، إذ الجزاء من جنس العمل
“Siapa yang memutus shaf”, bentuknya adalah ada orang yang keluar dari shaf tanpa kebutuhan, atau dia masuk shaf sementara dia biarkan ada celah antara dia dengan orang yang ada di sebelahnya, tanpa ada kebutuhan. “Allah akan memutusnya” artinya, Allah akan menjauhkan dirinya dari pahala dan tambahan rahmatnya. Karena balasan sejenis dengan amal". (Faidhul Qadir, 2/96).
Berdasarkan keterangan Al-Munawi, termasuk bentuk memutus shaf, ketika seseorang meletakkan benda seperti tas atau sejenisnya di antara shaf. Termasuk juga mereka yang tidak shalat berposisi di sela-sela shaf, seperti anak kecil yang belum paham shalat. Merekalah anak kecil yang belum tamyiz.
Larangan Sholat Berjamaah Diantara Shaf
Karena itulah, beliau menghindari keadaan yang menyebabkan shaf jamaah menjadi terputus. Diantaranya, beliau melarang makmum untuk shalat diantara tiang. Karena keberadaan tiang akan menyebabkan shaf shalat terputus. Dari Muawiyah bin Qurrah dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
كُنَّا نُنْهَى أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنُطْرَدُ عَنْهَا طَرْدًا
“Dulu, pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami dilarang membuat shaf di antara tiang-tiang, dan kami jauhi tiang-tiang itu.” (HR. Ibnu Hibban 2219 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Dari bapaknya Mu’awiyah bin Qurrah pun menyampaikan:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنَّا نُنْهَى أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنُطْرَدُ عَنْهَا طَرْدًا
Dari Mu’awiyah bin Qurrah, dari bapaknya, dia berkata: “Kami dahulu, pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dilarang membuat shaf di antara tiang-tiang, dan kami dijauhkan dari tiang-tiang itu” HR Ibnu Majah, no. 1002; Ibnu Khuzaimah, no. 1567; Ibnu Hibban, no. 2219; al Hakim 1/218. Dihasankan oleh Syaikh al Albani di dalam Tsamar Mustathab, hlm. 410; Silsilah ash Shahihah, no. 335; dan lain-lain.
Dalam riwayat lain, dari Abdul Hamid bin Mahmud – seorang tabi’in – ,
كُنَّا مَعَ أَنَسٍ فَصَلَّيْنَا مَعَ أَمِيرٍ مِنْ الْأُمَرَاءِ فَدَفَعُونَا حَتَّى قُمْنَا وَصَلَّيْنَا بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فَجَعَلَ أَنَسٌ يَتَأَخَّرُ وَقَالَ قَدْ كُنَّا نَتَّقِي هَذَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kami dahulu bersama Anas bin Malik, lalu kami shalat di belakang seorang gubernur. Lalu mereka (makmum) mendorong kami sehingga kami berdiri dan shalat di antara dua tiang. Anas mulai mundur dan mengatakan,
"Kami dahulu pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi ini (shalat jamaah di antara dua tiang)" (HR. Abu Dawud 673, Turmudzi 229, dan dishahihkan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1/458).
Yang Harus Dilakukan Apabila Sholat Berjamaah Diantara Shaf
Bagi jamaah yang shafnya terputus tiang, yang dilakukan adalah:
[1] Jika jarak antara dua tiang itu panjang, misal, tiang pertama mendekati ujung kanan shaf dan tiang kedua mendekati ujung kiri shaf, maka jamaah yang di ujung shaf yang terputus tiang, pindah ke belakang.
[2] Jika jarak antar tiang itu pendek, maka semua jamaah mundur ke shaf belakangnya.
[3] Jika masjidnya sempit, sehingga semua bagian masjid harus diisi jamaah, dibolehkan bagi makmum shalat jamaah diantara shaf, karena ada hajat.
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum shalat diantara tiang.
Jawaban beliau,
الصلاة بين السواري جائزة عند الضيق. أما في حال السعة فلا يصلى بين السواري؛ لأنها تقطع الصفوف.
“Sholat diantara tiang hukumnya boleh jika ruangan masjid terbatas. Namun apabila kondisinya luas maka tidak boleh sholat diantara tiang, karena hal tersebut memutus shaf sholat jamaah.” (Fatawa Arkanil Islam hlm. 310).
Catatan Penting:
Rasulullah melarang sholat diantara tiang tersebut hanya berlaku untuk makmum yang shalat berjamaah, karena larangan memutus shaf. Apabila kita sholat sunah sendiri maka tidak terlarang untuk sholat diantara tiang masjid.
Pada awalnya sebelum mengetahui hadits tersebut, penulis juga melakukan hal yang dilarang Rasulullah yaitu dengan hanya mengisi shaf yang terdapat tiang tersebut, dikarenakan keterbatasan ilmu yang dimiliki. Akan tetapi setelah memahaminya maka penulis mencoba mencari masjid yang sekiranya tidak terdapat tiang penyangga masjid tersebut.
Semoga bermanfaat,
DK
Sumber:
No comments:
Post a Comment