“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Wednesday, December 5, 2018

Cara Tayamum


Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Biasa kita selalu berwudhu sebelum sholat atau mengerjakan ibadah apapun, lantas bagaimana apabila tidak ada air disekitar kita, atau apabila ada udzur yang memastikan kita tidak bisa bersentuhan dengan air, maka untuk itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita bagaimana bertayamum atau berwudhu menggunakan selain air.


Pengertian Tayamum

Tayammum secara bahasa artinya sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti bermaksud atau bertujuan atau memilih. Allah berfirman:
وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ

“Janganlah kalian bersengaja memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan hal itu, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya” (Qs. Al-Baqarah: 267).

Kata تَيَمَّمُوا dalam ayat di atas artinya bersengaja, bermaksud, atau bertujuan. (As-Suyuthy & Al-Mahali, Al-Jalalain, Al-Baqarah: 267)

Sedangkan secara istilah syari’at, tayammum adalah tata cara bersuci dari hadats dengan mengusap wajah dan tangan, menggunakan sho’id yang bersih. Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil.


Dalil Tayamum

Allah berfirman:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (QS. Al Maidah: 6).

وَإنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أو على سَفَرٍ أو جَاءَ أحَدٌ مِنْكُمْ من الغَائطِ أو لامَسْتُم النِّسَاءَ فلمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً فَامْسَحُوا بِوجُوهِكُمْ وَأيْديكمْ إنَّ اللَّهَ كَانَ عَفوَّاً غَفورَاً

“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); usaplah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa’: 43)


Dari hadits ‘Ammar bin Yasir berikut ini.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّى أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ الْمَاءَ . فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِى سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ ، وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ

Ada seseorang mendatangi ‘Umar bin Al-Khatthab, ia berkata, “Aku junub dan tidak bisa menggunakan air.” ‘Ammar bin Yasir lalu berkata pada ‘Umar bin Al-Khatthab mengenai kejadian ia dahulu, “Aku dahulu berada dalam safar. Aku dan engkau sama-sama tidak boleh shalat. Adapun aku kala itu mengguling-gulingkan badanku ke tanah, lalu aku shalat. Aku pun menyebutkan tindakanku tadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Cukup bagimu melakukan seperti ini.” Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dengan menepuk kedua telapak tangannya ke tanah, lalu beliau tiup kedua telapak tersebut, kemudian beliau mengusap wajah dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari, no. 338 dan Muslim, no. 368)

Dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,
الصَّعِيدُ الطَيِّبُ وضُوءُ المُسلِمِ وَإِن لَم يَجِد المَاءَ عَشرَ سِنِين

“Tanah yang suci adalah wudhunya muslim, meskipun tidak menjumpai air sepuluh tahun”. (Abu Daud 332, Turmudzi 124 dan dishahihkan al-Albani)


Kondisi Yang Memperbolehkan Tayamum

Diantara hikmah tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini. Sehingga semakin nampak kepada kita bahwa Allah sama sekali tidak ingin memberatkan hamba-Nya. Setelah menyebutkan syariat bersuci, Allah mengakhiri ayat tersebut dengan firman-Nya:

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Qs. Al Maidah: 6).

Dari beberapa dalil Alqur'an dan hadits diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa tayamum dilaksanakan apabila kondisi:

1. Dalam perjalanan (musafir)
Apabila kita dalam perjalanan sebagai contoh didalam kendaraan (pesawat terbang, kereta api, mobil, dan lainnya) maka kita diperbolehkan bertayamum.

2. Tidak ada air disekitar kita
Sebagai contoh di perkotaan biasanya menggunakan air dari pemerintah (PDAM), apabila suatu saat air dari PDAM mati, sementara kita tidak punya air yang disimpan, maka kita diperbolehkan bertayamum.

3. Sakit atau ada udzur tertentu yang menyebabkan kita tidak bisa bersentuhan dengan air.
Contoh apabila kita sehabis operasi yang dimana jahitan tidak boleh terkena air, maka sepatutnya kita bertayamum.

4. Ada air tapi dalam jumlah terbatas
Apabila di rumah kita dalam kondisi mati listrik sehingga pompa air tidak menyala, sementara air yang tersimpan hanya cukup untuk minium dan masak, maka kita diperbolehkan untuk bertayamum.

5. Ada air tapi di lokasi orang yang memusuhi kita
Sebagai contoh apabila musim kemarau, dimana air di sumur kita kering, sementara di depan rumah kita ada sebuah rumah yang dihuni orang non muslim yang memusuhi kita, maka tidak sepatutnya kita meminta air dari rumah orang tersebut, melainkan sebaiknya kita bertayamum.

6. Suhu air sangat dingin dan susah dihangatkan
Biasa disuatu daerah pegunungan dimana airnya sangat dingin, sementara kita tidak punya alat untuk memanasi air tersebut atau kita punya kompor akan tetapi dikhawatirkan tidak cukup untuk kebutuhan masak sehari-hari, maka kita diperbolehkan bertayamum.

7. Waktu sholat tinggal sedikit
Sebagai contoh kita tertidur saat waktu sholat dzuhur, dan kita terbangun saat 5 menit lagi akan masuk sholat ashar, dalam hal ini kita diperbolehkan untuk bertayamum, guna meminimal waktu agar tidak terlewat waktu sholat dzhuhur.

Bahkan apabila diawal waktu sholat apabila kita tidak mendapatkan air, maka sebaiknya kita bertayamum di akhir waktu sholat. Karena, di awal waktu sholat apabila tidak ada air kita masih ada waktu untuk mencari air tersebt, sebaliknya apabila sudah di akhir waktu sholat maka tidak ada lagi waktu untuk mencari dan sebaiknya bertayamum.

Selain itu tayammum hanya sah dilakukan apabila waktu shalat telah masuk, bila dilakukan sebelum masuk waktu shalat, maka tayammum itu tidak sah, dan harus mengulangi lagi.


Yang digunakan untuk Tayamum

Al-Quran menyebutkan bahwa media yang bisa digunakan untuk tayamum adalah sha’id. Allah berfirman,
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

“Jika kalian tidak menjumpai air, lakukanlah tayammum dengan menggunakan sha’id yang suci.” (QS. An-Nisa: 43).

Makna kata sha’id secara bahasa adalah permukaan bumi. Az-Zajjaj dalam tafsirnya mengatakan,

لا أعلم بين أهلِ اللغةِ اختلافاً في أن الصعيد وجهُ الَأرض

“Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat diantara ahli bahasa bahwa makna dari kata sha’id adalah permukaan bumi.” (Tafsir Ma’ani al-Quran, 2/56).

Dan bagian permukaan bumi selain air, tidak harus berbentuk debu atu tanah. Ada juga yang berbentuk bebatuan, kerikil, pasir, dst. Meskipun yang paling bagus untuk tayamum adalah tanah yang menghasilkan debu (thurab al-Harts). Ibnu Abbas pernah mengatakan,

أَطيَبُ الصَّعِيد تُرَاب الحَرْث
Sha’id yang paling bagus adalah tanah pertanian. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/280)

Sha’id yang tidak berupa tanah, seperti bebatuan, atau kerikil, apakah bisa digunakan untuk tayamum? Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Dan pendapat yang lebih kuat adalah, bisa digunakan untuk tayamum. Pendapat ini dinilai kuat oleh Syaikhul Islam (Majmu’ al-Fatawa, 21/364), dan as-Syaukani (Nailul Authar, 1/305).

Karena itulah, media yang bisa digunakan tayamum ada 2:
[1] Semua permukaan bumi selain zat cair, apapun bentuknya.
[2] Unsur bumi yang menempel di benda yang bukan unsur bumi. Misalnya debu yang menempel di kain atau di plastik. Debu bagian dari unsur bumi, sementara kain dan plastik bukan unsur bumi.

Ibnu Qudamah mengatakan,

وإن ضرب بيديه على لبد أو ثوب أو جوالق أو برذعة فعلق بيديه غبار فتيمم به جاز، نص أحمد على ذلك كله، وكلام أحمد يدل على اعتبار التراب حيث كان

Jika ada orang menepukkan tangannya di kain wol atau baju atau wadah dari kulit atau taplak, lalu ada debu yang menempel, dan dia gunakan untuk tayamum, hukumnya boleh. Demikian yang ditegaskan Imam Ahmad. Dan pernyataan Imam Ahmad, menunjukkan bahwa tayamum harus menggunakan unsur tanah, apapun alasannya.

Lalu beliau menegaskan,

فعلى هذا لو ضرب بيده على صخرة أو حائط أو حيوان أو أي شيء فصار على يديه غبار جاز له التيمم به، وإن لم يكن فيه غبار فلا يجوز
Oleh karena itu, jika ada orang yang menepukkan tangannya di batu atau dinding atau binatang atau benda apapun dan di tangannya ada debu yang menempel, maka boleh digunakan untuk tayamum. Dan jika tidak ada debu, tidak bisa untuk tayamum. (Al-Mughni, 1/281).

Lantas bagaimana bertayamum di pesawat? Benda yang ada di ruang kabin pesawat bukan termasuk unsur bumi. Dinding pesawat, kursi, jendela, semua bukan unsur bumi. Karena itu, secara dzatnya, benda-benda ini tidak bisa digunakan untuk tayamum. Kecuali jika pada benda ini ada debu yang menempel. Sehingga apakah sah tayamum dengan dinding kabin pesawat?

Jawabannya, apakah ada debu yang menempel di sana? Jika tidak ada, maka tidak bisa digunakan untuk tayamum.

Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya mengenai hukum tayamum di pesawat. Jawaban beliau,

إذا كان يمكن أن يتيمم على فراش الطائرة تيمم، وإذا لم يمكن بأن كان خالياً من الغبار فإنه يصلي ولو على غير طهر، فإذا قدر هذا الطهر تطهر

"Jika mungkin untuk tayamum di jok pesawat, silahkan tayamum. Jika tidak mungkin, misalnya, tidak ada debu, maka penumpang boleh shalat meskipun tidak bersuci sama sekali. Jika dia mampu bersuci, silahkan bersuci." (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/413).

Keterangan yang lain disebutkan dalam Fatwa Syabakah Islamiyah,

فإذا كانت المقاعد ليس عليها غبار ولم تجدوا صعيدا آخر وخشيتم فوات الصلاة جازت لكم الصلاة بدون طهارة نظرا للضرورة

Jika di jok tidak ada debu, sementara anda tidak menemukan sha’id (unsur bumi) yang lain, dan anda khawatir bisa ketinggalan shalat, maka boleh shalat tanpa bersuci, dengan pertimbangan darurat. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 35636).

Orang yang tidak bisa wudhu dan tayamum karena udzur syar’i, contohnya orang yang lumpuh kaki tangannya, sementara tidak ada yang bisa mewudhukan atau mentayamumkan, dia boleh shalat tanpa bersuci, jika dikhawatirkan bisa habis waktu shalat apabila ditunggu.

Termasuk mereka yang berada di dalam pesawat. Jika tidak memungkinkan untuk berwudhu, dan juga tayamum, sementara jika menunggu mendarat akan keluar waktu shalat, maka boleh shalat tanpa wudhu dan tayamum.


Cara Bertayamum

Dalil lain dari hadits ‘Ammar bin Yasir berikut ini.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّى أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ الْمَاءَ . فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِى سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ ، وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ

Ada seseorang mendatangi ‘Umar bin Al-Khatthab, ia berkata, “Aku junub dan tidak bisa menggunakan air.” ‘Ammar bin Yasir lalu berkata pada ‘Umar bin Al-Khatthab mengenai kejadian ia dahulu, “Aku dahulu berada dalam safar. Aku dan engkau sama-sama tidak boleh shalat. Adapun aku kala itu mengguling-gulingkan badanku ke tanah, lalu aku shalat. Aku pun menyebutkan tindakanku tadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Cukup bagimu melakukan seperti ini.” Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dengan menepuk kedua telapak tangannya ke tanah, lalu beliau tiup kedua telapak tersebut, kemudian beliau mengusap wajah dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari, no. 338 dan Muslim, no. 368)

Dalam riwayat Muslim diatas disebutkan,

ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الْيَمِينِ وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ

“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menepuk kedua telapak tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, kemudian beliau usap tangan kiri atas tangan kanan, lalu beliau usap punggung kedua telapak tangannya, dan mengusap wajahnya.”

Namun dalam riwayat Muslim ini didahulukan mengusap punggung telapak tangan, lalu wajah. Ini menunjukkan bahwa urutan antara wajah dan kedua telapak tangan tidak dipersyaratkan mesti berurutan.

Hadits ‘Ammar di atas menunjukkan tayamum cukup sekali tepukan untuk wajah dan telapak tangan. Jadi kurang tepat dilakukan dengan cara satu tepukan untuk wajah dan satu lagi untuk telapak tangan hingga siku.

Jadi kita bisa simpulkan untuk langkah-langkah dalam bertayamum yaitu:
1. Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
2. Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya hingga pergelangan tangan sebanyak satu kali usapan (tidak sampai siku seperti pada saat wudhu).
3. Kemudian langsung menyapu wajah dengan dua telapak tangan dengan satu kali usapan.
4. Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum. Maksudnya boleh menyapu muka dahulu baru telapak tangan atau sebaliknya telapak tangan dulu baru muka.


Yang membatalkan Tayamum
1. Sama halnya dengan semua yang membatalkan wudhu
2. Apabila ditemukan air bagi orang yang tidak ada air
3. Sudah mampu terkena air bagi yang sakit atau udzur
4. Tayamum dilakukan setiap sekali sholat wajib, begitu sholat wajib kedua harus tayamum lagi.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu :
مِنَ السُّنَّةِ أَنْ لاَ يُصَلِّيَ الرَّجُل بِالتَّيَمُّمِ إِلاَّ صَلاَةً وَاحِدَةً ثُمَّ يَتَيَمَّمَ لِلصَّلاَةِ الأْخْرَى
"Termasuk bagian dari sunnah, agar seseorangtidak shalat dengan bertayammum kecuali hanya satu kali shalat saja, kemudian hendalkan dia bertayammum lagi untuk mengerjakan shalat yang lain." (HR. Ad-Daruquthni)

Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah menyebutkan bahwa tidak boleh mengerjakan dua shalat wajib hanya dengan sekali tayammum. Namun bila yang dilakukan itu bukan shalat wajib melainkan shalat sunnah (nafilah), hukumnya diperbolehkan.

Itu saja yang bisa penulis sampaikan, dalam hal ini penulis mendapatkan masukan dari berbagai nara sumber yang syar'i dimana menggunakan hadits syahih. Semoga bermanfaat buat kita semua.


Video Cara Bertayamum:



Wassalam,
DK

Sumber:

No comments:

Post a Comment