“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Thursday, February 2, 2017

Petaka Mapala UII di Lereng Lawu

Tebing batu yang dijadikan lokasi latihan panjat tebing Mapala UII.
Kabut tebal disertai angin kencang hampir setiap waktu menyelimuti kawasan Dusun Tlogodringo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Suhu udara di kawasan yang berada di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut itu mencapai 18 derajat Celsius.

Di dusun yang berjarak 2 kilometer dari pintu masuk pendakian Cemoro Kandang itu terdapat lahan kosong yang dinamai Watu Lumbung. Lahan seluas ukuran lapangan sepak bola itu, dekat perkebunan perkebunan warga, itu sering dijadikan base camp latihan mahasiswa pencinta alam hingga Korps Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat.


Kondisi alam dan iklim yang tak bersahabat justru dicari untuk mengasah keterampilan menguasai lingkungan dan bertahan hidup. “Semakin ekstrem cuacanya, semakin dicari para mapala untuk diksar,” kata Joko Suratin kepada detikX di rumahnya, Jalan Dlingo, Dusun Tlogodringo RT 01 RW 07, Desa Gondosuli, yang kerap dijadikan base camp.

Begitu juga ketika Mapala Unisi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, menggelar pendidikan dasar (diksar) The Great Camping (TGC) ke-37 pada 14-22 Januari 2017. Sebanyak 37 mahasiswa, yang terdiri atas 34 putra dan 3 putri, mengikuti diksar TGC di tengah cuaca berkabut, angin kencang, dan hujan yang turun sepanjang hari.

TGC merupakan bagian dari rekrutmen anggota baru. Sebelum mengikuti pendidikan lapangan, peserta diseleksi dengan menjalani tes fisik, kesehatan, dan wawancara. Selain itu, mereka diminta mengisi formulir bermeterai. Isinya pernyataan orang tua bahwa mereka tak akan menuntut bila terjadi kecelakaan dan cedera selama diksar.

Jalan setapak menuju hutan Meroto Sewu
Perserta yang datang dari berbagai fakultas mengikuti materi kelas selama dua hari, 11-12 Januari, di kampus UII, Jalan Kaliurang Km 14,5, Sleman. Mereka mendapat 10 materi, antara lain hubungan manusia dengan alam, navigasi darat, mountaineering (pendakian gunung), survival, serta SAR dan teknik P3K.

Jumat, 13 Januari, seluruh mahasiswa itu diangkut menuju hall UII di Jalan Cik Dik Tiro untuk persiapan keberangkatan. Keesokan harinya, mereka berangkat bersama sejumlah anggota Mapala Unisi menggunakan tiga truk ke lereng Gunung Lawu dan tiba siang hari.

Rumah Joko dipakai untuk menyimpan logistik. Setelah mendirikan tenda utama di Watu Lumbung, peserta yang dibagi menjadi lima regu itu melaksanakan praktek pelajaran yang mereka terima sebelumnya. Kegiatan itu dilakukan di hutan Meroto Sewu, yang berjarak 1-2 km dari tenda.

Perjalanan di lereng Lawu itu memang naik-turun, tapi lebih banyak yang mendatar. Di kawasan ini juga terdapat tebing batu, yang dipakai untuk latihan panjat tebing. Empat hari pertama, 14-17 Januari 2017, pelaksanaan diksar TGC berjalan lancar.

Ketika materi survival digelar sehari kemudian, mulai terlihat tanda-tanda tak wajar. Salah seorang peserta dibawa ke base camp, rumah Joko, karena mengalami luka. Peserta itu bernama Syaits Asyam, 19 tahun, mahasiswa Jurusan Teknik Industri.
Syaits Asyam
Muhammad Fadli
Ilham Nurfadmi Listia Adi
Sejumlah panitia membubuhkan obat luka Betadine pada pinggang belakang, paha, dan kukunya yang terkelupas. Joko masih ingat, Asyam berada di base camp selama tiga hari. Asyam pun masih bisa berjalan sendiri dan ikut makan bila tiba waktunya.

Pada 20 Januari 2017, sepulang dari pertemuan warga di rumah tetangga pada pukul 13.00 WIB, Joko kaget ketika melihat mobil Ford Ranger milik mapala keluar dari Watu Lumbung. Mobil itu membawa Muhammad Fadli, 19 tahun, seorang peserta yang terluka, ke Puskesmas Tawangmangu.

Sejumlah anggota mapala perempuan berpelukan dan menangis saat itu. Mereka juga memeluk Asyam, yang juga menangis. Belakangan, Fadli dinyatakan meninggal sebelum tiba di puskesmas.

“Ada bagian tubuh yang sudah kaku. Kami menduga korban sudah meninggal tiga jam sebelumnya,” tutur Supadi, dokter Puskesmas Tawangmangu yang memeriksa tubuh mahasiswa Jurusan Teknik Elektro itu.

Malam itu juga, di tengah cuaca berkabut dan hujan, seluruh peserta dievakuasi dari hutan Meroto menuju lapangan Watu Lumbung. Lantas peserta diksar TGC ke-37 dan sejumlah peralatan pun ditarik pulang menuju Yogyakarta menggunakan truk.

Ketua Mapala Unisi Imam Noorizky bilang, sejak pemaparan materi kelas pada 12 Januari 2017, Fadli memang mengeluhkan keram di sekujur badannya sehingga dilakukan relaksasi tanpa bantuan obat. Setelah itu, ia kembali ke kelas untuk mengikuti pemaparan materi.

Ketua panitia diksar Mapala Unisi UII Wildan Yusuf Nuzula (kiri)
dan Ketua Mapala Unisi UII Imam Noorizky (kanan)
Begitu tiba di Tlogodringo, Fadli masih dalam kondisi sehat meski cuaca ekstrem. Ia masih bisa mengikuti materi diksar hingga tiga hari. Nah, ketika dilakukan pemeriksaan kesehatan seluruh peserta oleh tim Mapala Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta, Fadli mengeluh pusing kepala, sesak napas, dan nyeri.

Lalu Fadli kembali mengeluh sakit perut dan sesak napas sehingga diistirahatkan agar kondisinya tak semakin buruk. Saat mengikuti kegiatan survival dan renungan malam, Fadli mengeluh sakit parah hingga akhirnya diberi oksigen bantuan dan minum obat yang dibawanya sendiri.

Menurut Imam, Fadli sempat mengganti pakaian basah dengan yang kering saat diangkut mobil Ford Ranger. Ia juga diberi biskuit, air hangat, dan oksigen kembali. Lalu ia dibawa dengan cara ditandu menuju base camp dan kemudian ke puskesmas.

Jumat, 20 Januari, sekitar pukul 23.00 WIB, jenazah Fadli tiba di posko Mapala Unisi. Saat itu Rektor UII Harsoyo dan jajaran pejabat kemahasiswaan menyambut kedatangan jenazah. Keesokan harinya, jenazah Fadli dibawa keluarganya ke Batam.

Namun, duka rupanya tak berhenti di Fadli. Pada hari yang sama, Asyam mengembuskan napas terakhir ketika terbaring di RS Bethesda, Yogyakarta. Dua hari kemudian, mahasiswa Fakultas Hukum, Ilham Nurfadmi Listi Adi, 20 tahun, juga meninggal di rumah sakit tersebut.

Ilham sempat mendapatkan pengobatan bersama 10 peserta diksar TGC lainnya di RS Jogja International Hospital. Lantas ia pulang ke tempat kosnya di kawasan Tamsis. Namun, setiba di tempat kos, Ilham ambruk.

Kepada paman dan bibinya, Bambang dan Siti Munawaroh, Ilham sempat mengaku diinjak, dipukul, dan dipecut oleh panitia diksar. Kedua lengannya mengalami luka-luka, perutnya membesar, serta duburnya mengalami perdarahan.

Saat itu, paman dan bibinya menyarankan Ilham melapor ke polisi. Namun keponakannya itu hanya menggelengkan kepala. Sebab, menurut Ilham, peserta tak bisa mengadu karena sudah menandatangani surat perjanjian bermeterai sebelumnya.


Sementara itu, Sri Handayani, ibunda Asyam, mengungkapkan putranya mengalami luka di bagian punggungnya. Luka itu, kata Asyam, didapatkan akibat pecutan dan diinjak-injak sebanyak 10 kali ketika membawa air jeriken di pundaknya.

Asyam juga bilang siksaan itu dilakukan seniornya bernama Yudi asal Sulawesi. Saat jenazahnya diautopsi, paru-paru Asyam mengalami luka memar. Asyam sempat ingin mundur, tapi dilarang seniornya.

Ketua panitia diksar Wildan Yusuf Nuzula mengakui memang ada salah satu korban meninggal yang ingin mundur. Namun panitia ingin agar peserta tetap bersama-sama hingga selesai. Dan Asyam tidak mengikuti kegiatan survival setelah dinyatakan tak sehat.

“Asyam dibawa ke base camp. Almarhum diistirahatkan dan tak ada kegiatan apa pun, full istirahat. Didampingi panitia,” kata dia.

Kematian tiga mahasiswa UII yang tengah melaksanakan diksar TGC ke-37 itu mengundang tanya. Kepolisian Resor Karanganyar langsung melakukan penyidikan dengan meminta keterangan kepada 20 saksi dan keluarga korban.

Polisi juga telah mengantongi hasil autopsi Asyam dan Ilham. Kapolres Karanganyar AKBP Ade Safri Simanjuntak mengatakan korban mengalami luka akibat pukulan benda tumpul. Bagian tubuh di dekat organ vital korban, seperti paru-paru dan jantung, mengalami trauma.

Tim dokter dan kesehatan Polres Karanganyar memeriksa kesehatan
tersangka Angga Septiawan alias Waluyo
"Ya, diperkirakan seperti itu (pukulan benda tumpul). Kemudian di beberapa organ vital itu, baik di dekat paru-paru, jantung, maupun di kepala belakang, ada semacam mengalami trauma," ujar Ade.

Para penyidik dari Satuan Reserse Kriminal Polres Karanganyar sempat mengalami kesulitan ketika hendak meminta keterangan kepada pihak Mapala Unisi. Sebab, mereka seolah menyembunyikan anggota Mapala yang diduga melakukan tindak kekerasan.

Wahyudi alias Yudi sedang diperiksa tim dokter dan kesehatan Polres Karanganyar,
Bahkan Mapala Unisi UII berkukuh akan melakukan investigasi sendiri. Hanya, ternyata kasus ini menjadi semakin besar. Polres Karanganyar pun semakin intensif melakukan pengusutan.

Setelah melakukan gelar perkara selama lima jam pada Minggu, 29 Januari, penyidik akhirnya menetapkan dua panitia diksar TGC ke-37 Mapala Unisi sebagai tersangka. Keduanya adalah Wahyudi, 25 tahun, dan Angga Septiawan alias Waluyo, 27 tahun.

Keduanya merupakan senior di Mapala Unisi UII. Senin sehari kemudian, Yudi ditangkap pihak Satreskrim Polres Karanganyar di posko Mapala UII pukul 05.30 WIB. Sedangkan Angga ditangkap di kosnya.

Polisi juga melakukan penggeledahan dan penyitaan beberapa barang yang diduga berkaitan dengan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan keduanya. Barang bukti yang dibawa di antaranya tiga unit ponsel, dua pasang sepatu gunung, dua tas milik kedua tersangka, serta seragam Mapala Unisi milik keduanya.

Polisi juga menemukan rotan di tempat kos kedua tersangka yang diduga digunakan untuk memukul ketiga korban. Saat ini Yudi dan Angga ditahan di Polres Karanganyar. Keduanya dijerat dengan Pasal 170 ayat 2 juncto Pasal 351 KUHP, yang ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun penjara.

Reporter: M. Rizal, A. Haris Utiarahman, Audrey Santoso
Redaktur: M. Rizal
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

Semoga bermanfaat,
Ded Lee

Sumber: