“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Monday, July 5, 2021

Singapura Berteman Dengan COVID 19


Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuhu,

Sejak pandemi corona ini, sudah banyak orang disekitar kita yang terpapar positiv virus Corona, bahkan hingga meninggal dunia karena wabah COVID 19 yang sudah sangat akut dideritanya. Kali ini penulis ingin berbagi informasi bagaimana negara tetangga kita Singapura mengatasi pandemi Covid tersebut. Memang Singapura pun ada puluhan ribu orang yang terpapar positif (62,630 orang updated 6 Jul 2021), akan tetapi tingkat kematian disana sangatlah rendah (36 orang updated 6 Jul 2021) dibandingkan dengan Indonesia saat ini (0.057% rasio kematian). Lantas bagaimana penanganan kesehatan di Singapura tersebut, ikutilah penjelasan dibawah ini.

“Melihat virus corona yang nampaknya sulit untuk dihilangkan, pemerintah Singapura percaya COVID-19 akan berakhir sebagai endemik. Oleh karena itu, negeri ini menyiapkan strategi agar warganya bisa hidup berdampingan dengan virus corona. Dengan vaksinasi, tes, pengobatan, dan tanggung jawab sosial, warga Singapura pun diharapkan bisa beraktivitas dengan normal, meski masih ada virus corona.”

Melihat pandemi virus corona yang tidak kunjung mereda hingga saat ini, malahan muncul varian virus yang baru, pemerintah Singapura percaya bahwa virus corona mungkin tidak akan pernah hilang. Pada akhirnya, COVID-19 akan berakhir menjadi endemik. Artinya, virus corona tidak akan hilang, melainkan akan terus ada di sekitar manusia selama beberapa tahun ke depan.   

Oleh karena itu, ‘Negeri Singa’ ini berencana untuk menyiapkan cetak biru atau blueprint agar warganya bisa hidup berdampingan dengan COVID-19. Blueprint tersebut disusun agar warga Singapura bisa menjalani aktivitas normal meskipun masih ada COVID-19, tanpa harus menjalani karantina dan lockdown. Berikut ulasannya.


Apa yang Dimaksud dengan Endemik COVID-19?

Virus corona yang terus bermutasi diprediksi akan tetap ada di tengah masyarakat dan berakhir menjadi endemik. Apa maksudnya?

Salah satu contoh penyakit endemik adalah influenza. Setiap tahun, banyak orang terkena flu. Sebagian besar pengidap bisa sembuh tanpa perlu dirawat di rumah sakit, dan dengan sedikit atau tanpa pengobatan. Namun, sebagian kecil pengidap, terutama orangtua dan mereka yang memiliki penyakit penyerta, bisa mengalami sakit parah dan beberapa meninggal.

Di negara besar, jumlah orang yang dirawat di rumah sakit karena influenza sangat besar. Misalnya, di Amerika Serikat, sekitar ratusan ribu orang dirawat di rumah sakit setiap tahun karena flu, dan puluhan ribu meninggal.

Namun, karena risiko mengalami sakit parah karena influenza sangat rendah, orang-orang bisa hidup dengannya. Mereka bisa melanjutkan aktivitas sehari-hari, bahkan selama musim flu, dengan menerapkan tindakan pencegahan sederhana atau mendapatkan suntikan flu tahunan.

Nah, begitu juga yang dibayangkan oleh pemerintah Singapura mengenai COVID-19 sebagai endemik. COVID-19 mungkin tidak bisa dibasmi sepenuhnya, namun pandemi bisa diubah menjadi sesuatu yang tidak terlalu mengancam, seperti influenza, dan orang-orang bisa melanjutkan hidup mereka seperti sedia kala.


Berikut beberapa tips yang bisa kita contoh:

1. Kuncinya adalah Vaksinasi
Strategi pertama yang dilakukan pemerintah Singapura dalam mengubah pandemik COVID-19 menjadi endemik adalah dengan melakukan vaksinasi. Saat ini, pemerintah Singapura sedang mempercepat proses vaksinasi. Pemerintah menargetkan agar dua pertiga dari populasi warganya sudah mendapatkan setidaknya dosis pertama pada awal Juli. Dengan begitu, pada awal Agustus, dua pertiga dari populasi warga Singapura sudah mendapatkan vaksin penuh.

Vaksinasi terbukti efektif dalam mencegah penularan virus corona. Bahkan bila kamu terinfeksi virus tersebut pun, vaksin bisa mencegah terjadinya gejala COVID-19 yang parah. Itulah mengapa vaksinasi dianggap penting bila ingin hidup berdampingan dengan COVID-19.

Singapura akan memakai vaksin dari manapun sepanjang vaksin tersebut aman dan efektif melawan pandemi Covid-19, Perdana Menteri Lee Hsien Loong menyampaikan dalam wawancara dengan BBC, Minggu (14/03/2021).

Lee menuturkan, Singapura tidak akan mendiskriminasi vaksin berdasarkan dari negara manakah vaksin tersebut diproduksi. “Kita akan memakai vaksin dari sumber manapun. Vaksin tidak memiliki kewarganegaraan. Yang penting pertanyaannya apakah vaksinnya bagus atau tidak bagus. Apakah vaksinnya bekerja atau tidak bekerja. Jika bekerja, Singapura akan menggunakannya.” ucap Lee.

Vaksin yang telah diterima dan lolos uji klinis di Singapura adalah buatan Pfizer-BioNTech dan Moderna.

Lee sendiri telah divaksin pada bulan Januari lalu. Dia optimis vaksinasi di Singapura akan selesai paling lambat akhir tahun 2021. Vaksinasi di Singapura bersifat sukarela namun sangat dihimbau. Biaya vaksinasi akan ditanggung gratis oleh pemerintah Singapura khusus untuk warga Singapura, Permanent Resident, dan pemegang izin tinggal jangka panjang termasuk pekerja asing di asrama yang merupakan mayoritas besar korban virus corona.

2. Mengubah Fokus Tes dan Pemantauan
Strategi yang kedua adalah mengubah fokus tes Corona dan pemantauan. Pemerintah Singapura mengatakan bahwa mereka masih membutuhkan pengujian yang ketat di perbatasan untuk mengidentifikasi siapa pun yang membawa virus, terutama varian yang menjadi perhatian. 

Namun, di dalam negara Singapura sendiri, fungsi tes COVID-19 tidak lagi untuk memagari dan mengkarantina orang yang terpapar dengan orang yang terinfeksi. Sebaliknya, tes dilakukan untuk memastikan bahwa acara, kegiatan sosial dan perjalanan ke luar negeri bisa berlangsung dengan aman, serta untuk mengurangi risiko penularan, terutama bagi mereka yang rentan terhadap infeksi.

Selain itu, pemerintah Singapura juga mengungkapkan bahwa alih-alih hanya mengandalkan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yang tidak nyaman dan membutuhkan berjam-jam untuk mendapatkan hasil, mereka akan menggunakan tes COVID-19 yang lebih cepat dan mudah. 

Tes rapid antigen, termasuk tes mandiri sudah diedarkan ke poliklinik, klinik swasta, apotek, dan perusahaan farmasi. Bahkan ada alat tes yang lebih cepat, yaitu breathalyser, yang hanya membutuhkan waktu sekitar 1-2 menit untuk memberikan hasil dan tidak melibatkan proses swabbing. Nantinya, tempat-tempat yang berisiko tinggi terjadinya penularan virus, seperti bandara, pelabuhan laut, perkantoran, mal, rumah sakit, dan sekolah bisa menggunakan alat tes ini untuk menyaring staf dan pengunjung.

3. Menemukan Pengobatan yang Lebih Baik
Strategi ketiga yang dimiliki Singapura dalam mempersiapkan warganya untuk hidup dengan COVID-19 adalah dengan menemukan dan menerapkan pengobatan yang lebih baik lagi untuk melawan virus tersebut. 

Delapan belas bulan sejak pandemi dimulai, Singapura sekarang sudah memiliki banyak agen terapi yang efektif dalam mengobati sakit kritis, mempercepat pemulihan, dan mengurangi perkembangan penyakit, keparahan dan kematian akibat COVID-19. Kementerian Kesehatan juga secara teratur memantau perkembangan ini dengan cermat, memastikan bahwa persediaan obat-obatan memadai. Peneliti medis di Singapura juga secara aktif berpartisipasi dalam pengembangan perawatan baru.

Tim dokter di Singapura tengah melakukan uji klinis remdesivir untuk penanganan pasien infeksi virus corona (Covid-19). Obat yang mulanya dibuat untuk mengatasi Ebola itu kini diberikan ke beberapa pasien Covid-19 di Singapura. Remdesivir merupakan obat antivirus yang disebut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai salah satu terapi yang menjanjikan untuk pasien Covid-19.

Dikutip dari Channel News Asia, dokter Shawn Vasoo yang merupakan Direktur Klinis di Pusat Nasional untuk Penyakit Menular (NCID) menjelaskan bahwa memang belum ada terapi yang terbukti manjur untuk menangani pasien virus corona jenis baru (SARS-CoV-2). Namun remdesivir diketahui sebagai salah satu di antara sejumlah obat yang tengah diuji coba dalam upaya penyembuhan pasien Covid-19.

4. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Tetap Penting
Pada akhirnya, keberhasilan mengubah pandemi COVID-19 menjadi endemi juga tergantung pada perilaku warga Singapura.

Bila semua masyarakat mempraktikkan kebersihan pribadi yang baik, maka keamanan diri pun bisa terjaga. Bila semua masyarakat peduli satu sama lain, menjauhi keramaian saat merasa kurang sehat, penularan pun bisa dicegah.

Itulah langkah-langkah strategi yang dimiliki Singapura dalam mengubah pandemi COVID-19 menjadi endemik. Nah, mengingat pandemi corona masih belum berakhir, mari tetap jaga kesehatan sebaik mungkin dengan melakukan gaya hidup sehat.

Semoga bisa membantu kita untuk melewati suasana mencekam saat ini. Aamieen...

Wassalam,
DK

Sumber:

No comments:

Post a Comment