“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Friday, May 7, 2021

Keistimewaan Abdurrahman bin ‘Auf


Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu,

Pada artikel yang kesekian kali ini penulis ingin menyampaikan tentang keistimewaan salah satu sahabat Rasulullah ﷺ yang sudah di jamin masuk surga, yaitu Abdurrahman bin ‘Auf. Apa saja yang membuat beliau dijamin masuk surga oleh Rasulullah , ikuti penjelasan dibawah ini.

Nasab beliau adalah Abdurrahman bin ‘Auf bin Abdi ‘Auf bin ‘Abdul Harits bin Zahrah bin Kilab. Beliau mempunyai kunnya Abu Muhammad. Ketika zaman jahiliyah itu ia diberi nama ‘Abdul Ka’bah atau Abdu `Amr; kemudian diberi nama `Abdurrahmân oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Ash-Shahâbah, Syaikh Shâlih bin Thaha `Abdul Wâhid, Maktabah al-Ghurabâ`, Dâr al-Atsariyah, cet. Ke-1 tahun 1427H)

Nama ibunya adalah Shafiyah. Menurut versi yang lain Namanya Shafa. Ada yang mengatakan pula nama ibunya adalah Syifa, ini namanya yang paling masyhur, juga Az-Zuhriyah. Ibunya adalah membidani kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayahnya bernama 'Auf berasal dari Bani Zuhrah.

Abdurrahman bin ‘Auf lahir 10 tahun setelah peristiwa Gajah/580M dan wafat di usia 72 tahun pada tahun 32 Hijriyah/652M di makamkan di Baqi. 

Abdurrahman bin ‘Auf merupakan saudara sepupu dari Sa'ad bin Abi Waqqas yang merupakan sahabat Rasulullah ﷺ lainnya. Abdurrahman juga adalah suami dari saudara seibu Utsman bin Affan, yaitu anak perempuan dari Urwa bint Kariz (ibu Utsman) dengan suami keduanya.

Ia adalah salah seorang dari delapan orang pertama (As-Sabiqunal Awwalun) yang menerima agama Islam, yaitu dua hari setelah Abu Bakar.

Abdurrahman bin ‘Auf mempunyai 12 orang istri, akan tetapi 8 orang meninggal dunia dan yang tersisa tinggal 4 orang yang mendapatkan warisan disaat beliau wafat, dan dia memiliki anak yang banyak.

Nama-nama anak keturunan Abdurrahman bin Auf tercatat antara lain Abu Ishaq Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf, Humaid bin Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Ibrahim, Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim bin Abdurrahman, dan seterusnya.

Berikut cerita dari hadits shahih saat pernikahan pertama Abdurrahman bin 'Auf. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia menyatakan bahwa: Abdurrahman bin Auf pernah dipersaudarakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan Saad bin Ar-Rabi Al-Anshari. Ketika itu Saad Al-Anshari memiliki dua orang istri dan memang ia terkenal sangat kaya. Lantas ia menawarkan kepada Abdurrahman bin Auf untuk berbagi dalam istri dan harta. Artinya, istri Saad yang disukai oleh Abdurrahman akan diceraikan lalu diserahkan kepada Abdurrahman setelah iddahnya. Abdurrahman ketika itu menjawab, "Semoga Allah memberkahimu dalam keluarga dan hartamu. Cukuplah tunjukkan kepadaku di manakah pasar."

Lantas ditunjukkanlah kepada Abdurrahman pasar lalu ia berdagang hingga ia mendapat untung yang banyak karena berdagang keju dan samin. Suatu hari Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat pada Abdurrahman ada bekas warna kuning pada pakaiannya (bekas wewangian dari wanita yang biasa dipakai ketika pernikahan, pen.). 

Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas mengatakan, "Apa yang terjadi padamu wahai Abdurrahman?" Ia menjawab, "Wahai Rasulullah, saya telah menikahi seorang wanita Anshar." Rasul shallallahu alaihi wa sallam kembali bertanya, "Berapa mahar yang engkau berikan kepadanya?" Abdurrahman menjawab, "Aku memberinya mahar emas sebesar sebuah kurma (sekitar lima dirham)." Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata ketika itu, Lakukanlah walimah walaupun dengan seekor kambing." (HR. Bukhari, no. 2049, 3937 dan Muslim, no. 1427. Lihat Syarh Shahih Muslim, 7:193)


Berikut keistimewaan seorang Abdurrahman bin ‘Auf yang membuat dia dijamin Rasulullah  masuk surga:


1. Sangat kaya dan dermawan

`Abdurrahmân bin `Auf adalah seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan pebisnis ulung dan sangat dermawan yang sangat memperhatikan dakwah Islam, berikut ini adalah sebagian kisahnya: 

`Abdurrahman bin Auf pernah menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar, kemudian membagi-bagikan uang tersebut kepada para fakir miskin bani Zuhrah, orang-orang yang membutuhkan dan kepada Ummahâtul Mukminin (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). 

Al-Miswar berkata: “Aku mengantarkan sebagian dari dinar-dinar itu kepada Aisyah Radhiyallahu anhuma. Aisyah Radhiyallahu anhuma dengan sebagian dinar-dinar itu.” Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata: “Siapa yang telah mengirim ini?” Aku menjawab: “`Abdurrahmân bin Auf”. Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata lagi: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : Tidak ada yang menaruh simpati kepada kalian kecuali dia termasuk orang-orang yang sabar. Semoga Allah Azza wa Jalla memberi minum kepada `Abdurrahmân bin Auf dengan minuman surga" [Fadhâilus Shahâbah, Imam Ahmad, hlm 909]

Dalam hadits lain disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan (sesuatu) kepada sekelompok Sahabat Radhiyallahu anhum yang di sana terdapat `Abdurrahmân bin Auf Radhiyallahu anhu ; namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan apa pun kepadanya. 

Kemudian `Abdurrahmân Radhiyallahu anhu keluar dengan menangis dan bertemu Umar Radhiyallahu anhu. Umar Radhiyallahu anhu bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan sesuatu kepada sekelompok Sahabat, tetapi tidak memberiku apa-apa. Aku khawatir hal itu akibat ada suatu keburukan padaku”

Kemudian Umar Radhiyallahu anhu masuk menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan keluhan `Abdurrahmân Radhiyallahu anhu itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab: "Aku tidak marah kepadanya, tetapi cukup bagiku untuk mempercayai imannya." [Fadhâilus Shahâbah, Imam Ahmad, hlm 908]”

Dikisahkan bahwa pada masa perang Tabuk, Abdurrahman menjamin logistik pasukan dengan mengeluarkan harta sebanyak 200 uqiah emas atau setara dengan 6.200 gr emas yang jika dirupiahkan sekarang kurang lebih jumlahnya sekitar 4,34 miliar rupiah. Harta kekayaannya cukup fantastis. Untuk ukuran saat ini pun, agak sulit mendapatkan konglomerat yang berani mengeluarkan kocek pribadi sebanyak Abdurrahman bin Auf.

Pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, `Abdurrahmân bin `Auf Radhiyallahu anhu pernah menyedekahkan separuh hartanya. Setelah itu dia bersedekah lagi sebanqak 40.000 dinar. Kebanyakan harta bendanya diperoleh dari hasil perdagangan [al-Ishâbah halaman 1182]. 

Ja`far bin Burqan mengatakan, “Telah sampai kabar kepadaku bahwa `Abdurrahmân bin Auf Radhiyallahu anhu telah memerdekakan 3000 orang. [al-Ishâbah halaman 1183]

Imam Bukhâri menyebutkan dalam kitab tarikhnya bahwa `Abdurrahmân pernah memberikan wasiat kepada semua Sahabat yang mengikuti perang badar dengan 400 dinar. Dan jumlah mereka ketika itu 100 orang.[al-Ishâbah halaman 1184].

Pada saat meninggal, Abdurrahman meninggalkan harta warisan sebanyak 1500 dinar emas, 1000 ekor unta, 300.000 ekor domba, dan 100 ekor kuda. Fakta ini membuktikan bahwa kedermawanan Abdurrahman bin Auf tidak sedikitpun mengurangi harta bendanya, bahkan kekayaannya terus bertambah untuk diwariskan kepada anak-cucunya.


2. Tidak Sombong

Abdurrahman bin Auf, biarpun dia kaya dia tetap puasa, puasa sunnah, tetap rajin beribadah, tidak sombong dan tidak angkuh, semakin banyak dia menyumbang, semakin banyak Allah kasih harta kepadanya.

`Abdurrahmân bin `Auf walaupun memiliki harta yang banyak dan menginfakkanya di jalan Allah Azza wa Jalla , namun dia selalu mengintrospeksi dirinya. `Abdurrahmân Radhiyallahu anhu pernah mengatakan : “Kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diuji dengan kesempitan, namun kami pun bisa bersabar, kemudian kami juga diuji dengan kelapangan setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami pun tidak bisa sabar” [ash-Shahâbah, hlm 252]


3. Menjadi teman yang baik

Suatu hari `Abdurrahmân Radhiyallahu anhu diberi makanan, padahal dia sedang berpuasa. Ia mengatakan, “Mush`ab bin Umair telah terbunuh, padahal dia lebih baik dariku. Akan tetapi ketika dia meninggal tidak ada kafan yang menutupinya selain burdah (apabila kain itu ditutupkan di kepala, kakinya menjadi terlihat dan apabila kakinya ditutup dengan kain itu, kepalanya menjadi terlihat). Demikian pula dengan Hamzah, dia juga terbunuh, padahal dia lebih baik dariku. Ketika meninggal, tidak ada kafan yang menutupinya selain burdah. Aku khawatir balasan kebaikan-kebaikanku diberikan di dunia ini. Kemudian dia menangis lalu meninggalkan makanan tersebut."  [ash-Shahâbah, hlm 253]

Maksud dari hadits diatas yaitu begitu Abdurahman bin 'Auf melihat Mush'ab bin Umair dan Hamzah terbunuh, dia berpikir kondisi jenazah mereka berdua sangat memprihatinkan karena Allah tidak membalas kebaikan mereka di dunia melainkan akan membalas kebaikannya di akhirat. Abdurahman bin 'Auf tidak mau kebaikan dia dibalas Allah di dunia dengan menerima pemberian dari orang lain. (Pen.)

Senada dengan kisah di atas, Naufal bin al-Hudzali berkata, “Dahulu `Abdurrahmân bin Auf Radhiyallahu anhu teman bergaul kami. Beliau adalah sebaik-baik teman. Suatu hari dia pulang ke rumahnya dan mandi. Setelah itu dia keluar, ia datang kepada kami dengan membawa wadah makanan berisi roti dan daging, dan kemudian dia menangis". Kami bertanya, “Wahai Abu Muhammad (panggilan `Abdurrahmân), apa yang menyebabkan kamu menangis?” Ia menjawab, “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia dalam keadaan beliau dan keluarganya belum kenyang dengan roti syair. Aku tidak melihat kebaikan kita diakhirkan".[al-Ishâbah 2/1183]

Dari hadits kedua ini Abdurahman bin 'Auf berfikir bahwa dia tidak mau melihat orang terdekat yang paling mulia seperti Rasulullah ﷺ dan para sahabat Rasulullah ﷺ lainnya tidak ada kebaikan diakhir hayatnya. Makanya dia selalu berbuat baik dengan para sahabat lainnya. (Pen.)

Demikian selintas kisah tentang seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat kaya, seorang konglomerat pada jamannya, namun amat sangat dermawan dan tidak sombong. Semoga menjadi tauladan bagi kita semua. Wallâhu a`lam

Wassalam,
DK


Sumber:


No comments:

Post a Comment