Semalam, usai Khalifah Utsman bin Affan melakukan shalat malam, dan membaca Al-Qur’an sebanyak seperti biasanya, kemudian beliau bersujud dan menjatuhkan diri dihadapan Rabbnya sambil bermohon dan berdo’a. Setelah itu beliau pergi ke tempat tidurnya, lalu dalam tidurnya itu dilihatnya Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, mengatakan kepada dirinya, “Datanglah berbuka bersama kami besok, hai Utsman!”.
Alangkah indahnya kata-kata itu, hingga menjadikannya seolah-olah sebagai makhluk baru. Dan, sungguh, itu adalah mimpi yang sebenarnya. Utsman yakin kebenarannya. Maka, tidak ada waktu tersisa untuk berkemas-kemas menemui Nabi al-Musthafa dan mengadakan perjalanan keabadian, dan itu hanya sebentar saja.
Pada hari itu beliau sedang shaum, dan memang semenjak beliau masuk Islam sebagian besar dari siangnya dipergunakannya untuk shaum, sedangkan dari malamnya untuk shalat dan beribadah lainnya.
Dan, kala itu diserukannya kepada sekalian orang yang berada dalam rumah dan dihadapannya, yakni orang-orang yang membawa senjata dengan maksud untuk membela dan mempertahankannya, agar meletakkan senjata mereka dan meninggalkan rumahnya. Khalifah Utsman ingin segera berjumpa Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam dan Rabbnya.
Meskipun, ada diantara mereka yang bersiteguh ingin tetap menjaga beliau, seperti Hasan dan Husien yang diperintah oleh ayahnya Ali, dan Ibnu Zubeir serta Ibnu Umar.
Namun, diluar suara hiruk-pikuk para pemberontak, yang mereka sudah dikuasai hawa nafsunya, dan amarahnya sudah menggelegak, tak tertahankan lagi. Lalu saat itu, Utsman berkata, “Hai umat Muhammad, Janganlah kalian membunuh aku. Karena, demi Allah, jika kalian membunuhku, maka kalian tidak akan pernah lagi berkasih-kasihan sepeninggalku untuk selama-lamanya, dan tak akan pernah shalat bersama-sama sepeninggalku untuk selama-lamanya”, ujar Khalifah Utsman.
Kemudian, Khalifah Utsman kembali ke dalam kamarnya, shalat dua rakaat, dan diambilnya Al-Qur’an dengan kedua tangannya, serta membacanya, menikmati ayat demi ayat, dan mengagumi taman-tamannya yang indah permai. Surganya.
Dan, ketika kebencian para pemberontak sudah menjadi-jadi, dan setan-setan kian merasuk ke dalam dada mereka, merekapun lalu memperhatikan sekeliling rumah Khalifah Utsman. Dalam waktu sekejap mereka berhamburan memanjat tembok dinding, dan menyelinap ke dalam rumah Khalifah Utsman.
Dan, Khalifah Utsman mendapati Muhammad bin Abu Bakar berada di barisan paling depan, dan dengan cekatan Muhammad memegang janggut Khalifah Utsman. “Hai anak saudaraku! Lepaskan janggutku ini, karena demi Allah, bapakmu memuliakannya. Dan, seandainya ia melihatmu di tempatku sekarang ini, tentulah ia akan merasa malu”, ucap Utsman. Mendengar itu, Muhammad seakan-akan bumi yang dipijaknya berputar dan badannya lemas, dan dilepaskannya janggut Khalifah Utsman itu.
Lagi-lagi para pemberontak itu, ibaratnya sudah seperti serigala yang lapar, dan siap menerkam, dan mereka menghamburi Khalifah yang sedang membaca al-Qur’an, “Yaitu orang-orang yang menta’ati Allah dan Rasul-Nya yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan : ”Sesungguhnya manusia (orang-orang Qurays) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab : “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah sebaik-baik penolong”.
Khalifah Utsman tidak bergeming dan beranjak dari tempat duduknya sambil tetap memegangi mush’ab al-Qur’an, dan terus membacanya, saat itu orang-orang dan para pemberontak semakin kalap. Khalifah Utsman tidak memperdulikan mereka. Sebab, yang dipegangnya adalah ayat-ayat Allah, sedang menjadi idamannya, ialah jamuan surga yang dalam waktu yang tidak lama lagi akan dinikmatinya.
Semua itu telah menutup dari pandangannya bayang-bayang setan dan tipudayanya. Ia tidak melawan dan tidak bergerak dan tidak melepaskan mush’abnya. Ketika itu, salah satu dari tebasan-tebasan pedang menjurus ke telapak tangannya, dan mengenai bagian dalamnya, maka diucapkan ayat al-Qur’an : “Demi Allah, itulah tangan pertama yag menulis mush’af dan mencatat ayat-ayat al-Qur’an”.
Pembunuhan itu yang mengakhiri nyawa Khalifah Utsman itu terjadi di antara waktu Ashar dengan petang hari, hingga dengan demikian masih cukup waktu bagi ruhnya untuk memenuhi janjinya di jamuan berbuka, yakni di waktu senja (magrib) di dalam surga…”
Khalifah Utsman menemui Khaliqnya pergi menghadiri jamuan itu dengan hati yang bahagia. Sungguh Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, sedang menunggunya di sana dengan hati yang rindu, demikian pula kedua shahabatnya, Abu Bakar Shidiq dan Umar Ibn Khattab al-Faruq.
Dia tinggalkannya dunia yang penuh dengan fitnah, dan tidak ada gunanya itu, serta beliau menemui kekasihnya, Rabbul Alamin. Wallahu’alam.
Sumber:
Semoga bermanfaat,
DK