Sihir merupakan barang dagangan orang-orang yahudi. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman:
{وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ}
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia …” (QS. Al-Baqarah : 102)
Orang-orang Yahudi telah berusaha menyihir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka seorang laki-laki Yahudi pun menyihir beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersamaan dengan itu, beliau sabar sampai-sampai beliau merasa telah melakukan sesuatu, padahal beliau belum melakukannya.
Diantara hikmah tersihirnya Rasulullah
Hal itu ialah supaya dalam diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat suri tauladan bagi umatnya. Jika salah seorang dari umatnya terkena sihir, maka sungguh orang yang lebih baik darinya (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) pun juga pernah terkena sihir. Bersamaan dengan itu, beliau tidak meminta pertolongan kepada tukang sihir, atau dukun, atau dajjal (untuk melawan sihir yang menimpa beliau -pent). Akan tetapi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala.
Jika salah seorang dari umatnya ditimpa kefakiran, maka sungguh orang yang lebih baik darinya (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) pun pernah mengikatkan batu di perutnya (untuk menahan rasa lapar -pent). Jika salah seorang dari umatnya ditimpa cobaan (dengan musibah -pent), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga pernah ditimpa cobaan. Jika salah seorang dari umatnya diganggu atau disiksa, maka pada diri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat suri tauladan (yaitu pernah diganggu dan disiksa -pent).
Sihir tidak berpengaruh terhadap penyampaian risalah
Hanya saja, sihir yang menimpa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut tidak berpengaruh terhadap penyampaian risalah berupa agama Allah Ta’ala. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan :
سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ حَتَّى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ كَانَ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَمَا فَعَلَهُ حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ وَهُوَ عِنْدِي لَكِنَّهُ دَعَا وَدَعَا ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ مَا وَجَعُ الرَّجُلِ فَقَالَ مَطْبُوبٌ قَالَ مَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ قَالَ فِي أَيِّ شَيْءٍ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ وَجُفِّ طَلْعِ نَخْلَةٍ ذَكَرٍ قَالَ وَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَجَاءَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ كَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ أَوْ كَأَنَّ رُءُوسَ نَخْلِهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا اسْتَخْرَجْتَهُ قَالَ قَدْ عَافَانِي اللَّهُ فَكَرِهْتُ أَنْ أُثَوِّرَ عَلَى النَّاسِ فِيهِ شَرًّا فَأَمَرَ بِهَا فَدُفِنَتْ.
Seseorang dari Bani Zuraiq, yang bernama Labid bin Al-A’sham, menyihir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga beliau merasa melakukan sesuatu yang tidak dilakukannya. Sampai pada suatu hari atau pada suatu malam ketika beliau berada di sisiku, beliau terus berdo’a dan berdo’a. Kemudian beliau bersabda:
“Wahai ‘Aisyah, apakah kamu tahu bahwa Allah telah memperkenankan do’aku tentang apa yang aku tanyakan kepada-Nya? Ada dua orang yang mendatangiku, satu diantaranya duduk di dekat kepalaku dan yang satunya lagi berada di dekat kakiku."
Lalu salah seorang diantara keduanya berkata kepada temannya,”Sakit apa orang ini?”
“Terkena sihir,” sahut temannya.
“Siapa yang telah menyihirnya?” tanya temannya lagi.
Temannya menjawab, “Labid bin al-A’sham.”
“Dengan apa?”
Dia menjawab, “Dengan sisir dan rontokan rambut ketika disisir, dan mayang kurma jantan.”
“Lalu dimana semuanya itu berada?” tanya temannya.
Dia menjawab, “Disumur Dzarwan”.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi sumur itu bersama beberapa orang sahabat beliau. Setelah kembali, beliau berkata, “Wahai ‘Aisyah, seakan-akan airnya berwarna merah seperti perasan daun pacar, dan ujung dahan pohon kurma (yang berada di dekatnya) seakan-akan seperti kepala syaitan”.
Lalu ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau meminta dikeluarkan?” Beliau menjawab, “Allah telah menyembuhkanku, sehingga aku tidak ingin memberi pengaruh buruk kepada umat manusia dalam hal itu”. (HR Imam Bukhari di dalam kitab Shahihnya nomor 3268, 5763, 5766, dan 6391)
Imam Muslim telah meriwayatkan hadits yang sama, namun di dalamnya terdapat pertanyaan Aisyah kepada Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam terapi sihir, yang ditemukannya di dasar sumur, apakah dibakar? Sebagaimana ucapannya, Aisyah berkata: “Ya Rasulullah, apakah engkau akan membakarnya?” Rasul menjawab: “Tidak, adapun aku semoga diampuni Allah Subhanahu wa Ta’ala aku takut dia akan memberi pengaruh jahat kepada umatku yang lain, maka aku perintah untuk menguburnya.”(HR Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya nomor 2189)
Sebagian ahlul kalam mengingkari hadis tersebut
Mereka menyangka bahwasanya hal ini bertentangan dengan ke-ma’shum-an beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (yakni menetapkan bahwasanya beliau pernah tersihir, mengharuskan adanya aib bagi risalah yang beliau sampaikan -pent).
Mereka telah salah dalam perkara ini. Sebagaimana telah berlalu, bahwasanya sihir tersebut tidak berpengaruh terhadap penyampaian risalah (sehingga menetapkan bahwasanya beliau pernah tersihir, tidak bertentangan dengan ke-ma’shum-an beliau -pent) *.
Wanita yahudi meracuni Rasulullah
Sedangkan racun, seorang wanita yahudi telah menaruhnya untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
ان النبي صلى الله عليه وسلم يقول ثَمَّ في مرضه الذي مات فيه: “يا عائشة ما أزال أجد أَلَمَ الطعام الذي أكلته بخيبر فهذا أوان وجدت انقطاع أبهري من ذلك السم” (رواه البخاري مُعلّقاً)
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda ketika menderita penyakit yang akhirnya beliau meninggal dunia karenanya, “Wahai ‘Aisyah, aku senantiasa merasakan nyeri akibat makanan yang aku makan ketika aku berada di daerah Khaibar, dan sekarang ini adalah saatnya urat nadiku terputus karena pengaruh racun itu” (HR. Bukhari jil. 5, hal. 137, Dar al-Fikr, Beirut, 1401H)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu juga menceritakan:
, أَنَّ امْرَأَةً يَهُودِيَّةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا فَجِىءَ بِهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَسَأَلَهَا عَنْ ذَلِكَ فَقَالَتْ أَرَدْتُ لأَقْتُلَكَ. قَالَ « مَا كَانَ اللَّهُ لِيُسَلِّطَكِ عَلَى ذَاكِ ». قَالَ أَوْ قَالَ « عَلَىَّ ». قَالَ قَالُوا أَلاَ نَقْتُلُهَا قَالَ « لاَ ». قَالَ فَمَا زِلْتُ أَعْرِفُهَا فِى لَهَوَاتِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Sesungguhnya seorang wanita Yahudi pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa daging kambing yang sudah diracuni. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan daging tersebut. Lalu wanita tadi dipanggil untuk menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tentang perbuatan wanita tersebut tadi. Wanita tersebut pun berkata, “Aku ingin membunuhmu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah tidaklah memberimu kekuatan untuk maksudmu tadi.” (Periwayat hadits ini ada yang mengatakan), “(Allah tidaklah memberimu kekuatan) untuk mencelakakanku.” Lantas para sahabat berkata, “Apakah sebaiknya dia dibunuh saja?” “Jangan!” jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya melihat bekas racun itu senantiasa berada di langit-langit mulut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”(HR. Bukhari no. 2617 dan Muslim no. 2190)
Catatan Penting:
Maksudnya, bekas racun tersebut tetap ada hingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. **
Perlu diingat Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wassalam wafat pada tahun 11 Hijriyah, sedangkan peristiwa Rasulullah di racun di daerah Khaibar tersebut terjadi pada tahun 7 Hijriyah. Jadi kalau dihitung sejak peristiwa Rasulullah di racuni hingga Beliau wafat sekitar 3~4 tahun lamanya. Jadi kesimpulannya Rasulullah tidaklah wafat seketika akibat racun tersebut, melainkan hanya merasakan nyeri yang teramat sangat akibat racun tersebut. Karena Allah tidaklah memberikan kekuatan kepada orang yahudi tersebut untuk mencelakakan Rasulullah.
Maksudnya, bekas racun tersebut tetap ada hingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. **
Perlu diingat Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wassalam wafat pada tahun 11 Hijriyah, sedangkan peristiwa Rasulullah di racun di daerah Khaibar tersebut terjadi pada tahun 7 Hijriyah. Jadi kalau dihitung sejak peristiwa Rasulullah di racuni hingga Beliau wafat sekitar 3~4 tahun lamanya. Jadi kesimpulannya Rasulullah tidaklah wafat seketika akibat racun tersebut, melainkan hanya merasakan nyeri yang teramat sangat akibat racun tersebut. Karena Allah tidaklah memberikan kekuatan kepada orang yahudi tersebut untuk mencelakakan Rasulullah.
Terkumpulnya Nubuwwah dan Syahadah
Oleh karena itu, berkata sebagian ulama, “Allah telah mengumpulkan pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa kesempurnaan, diantaranya ialah terkumpulnya nubuwwah (kenabian) dan syahadah (mati syahid), dimana beliau wafat dengan membawa bekas racun”.
Dan hal ini menguatkan fakta yang penting yaitu : Sesungguhnya Yahudi tidak akan lepas dari usaha membunuh para nabi. Kalau seandainya ada seseorang yang dapat selamat dari kejelekan mereka yang tersebar, tentu akan dapat selamat makhluk-makhluk pilihan Allah, yaitu “Para Nabi”.
Allahu Ta’ala Maha tinggi lagi maha mengetahui.
Penerjemah : Abu Kaab Prasetyo
Artikel Muslim.Or.Id
Sumber:
Semoga bermanfaat,
Ded Lee