Menjelang terjadinya Perang Qadisiah di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, pemimpin pasukan Persia, Rustum meminta kepada pemimpin pasukan muslim, Sa'ad bin Abi Waqqash Panglima Perang Muslimin mengirim seorang utusan menemuinya untuk melakukan pembicaraan, maka Sa'ad mengirim Rib'i bin Amir RA. Sebelum Rib'i bin Amir, panglima perang Sa'ad juga sudah mengirimkan Mughirah yang sudah mendakwahi Rustum dengan menawarkan 3 opsi yakni Islam, jizyah atau perang.
Rib’i pun segera berangkat menemui Rustum dan masuk ke istananya. Di dalam istana para rajuritnya memakai mahkota dan pakaian yang ditenun dengan warna emas dengan dilengkapi senjata, di lantainya pun digelar permadani dan bantal, sedangkan Rustum sendiri memiliki ranjang dari emas.
Dengan mengendarai kudanya yang kerdil, berpakaian lusuh, berbaju besi dan bertopi baja, serta membawa pedang yang disarungkan dalam lipatan bajunya yang agak usang, ia juga membawa tombak, perisai, dan busur panah.
Rib'i memasuki kastil Rustum yang dipisahkan dengan sebuah jembatan. Memasuki ruang pertemuan yang telah dihiasi dengan bantal-bantal bertahtakan emas dan beralaskan sutera, Rib'i tidak turun dari kudanya. Ketika sampai pada permadani yang terdekat, ia diminta turun dari kudanya, namun Rib’i tetap melewati permadani, dan setelah berada di atas permadani, ia pun turun darinya dan mengikat kudanya dengan dua bantal yang ada dengan membelah bantal itu kemudian memasukkan tali ke dalamnya.
Para prajurit Persia tidak mampu menghalanginya dan mereka berkata kepadanya, “Letakkan senjatamu.” Rib’i menolaknya sambil berkata dengan gagah beraninya, “Aku tidak datang kepada kalian untuk meletakan senjata atas perintahmu. Kalianlah yang mengundangku. Jika kalian tidak suka kedatanganku dengan caraku, maka aku akan kembali.”
Rib’i menolak perintah itu dan berkata, "Bukan aku yang ingin datang menemuimu, tetapi kamu sendirilah yang memanggilku untuk menemuimu. Jika engkau membiarkanku seperti ini, aku akan menunggu. Jika tidak, aku akan kembali."
Para prajurit Persia memberitahukan kepada Rustum tentang sikap Rib’i bin Amir radhiyallahu ‘anhu dan akhirnya Rustum mengizinkan Rib’i menemuinya, ia pun bertanya kepada prajuritnya, “Apakah dia hanya sendiri?” Lalu diberitahukan kepadanya. Rib’i pun datang sendiri dan bersandar dengan tombaknya sambil menusuk bantal dan permadani yang ada di bawahnya, sehingga ia tidak meninggalkan bantal dan permadani kecuali dalam keadaan rusak. Ketika Rib’i bin Amir radhiyallahu ‘anhu telah mendekat kepada Rustum, maka para pengawalnya segera melindungi Rustum, lalu Rib’i duduk di lantai dan menancapkan tombaknya di permadani.
Para pengawal Rustum pun berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu bersikap demikian?” Rib’i menjawab, “Kami tidak suka duduk di atas perhiasan kalian ini!” Maka mulailah Rustum berbicara dengan Rib’i bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Rustum bertanya, “Apa yang kamu bawa?” Rib’i menjawab:
اَللهُ ابْتَعَثَنَ واَاللهُ جَاءَ بِنَ لاِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَ عىِبَادَةِ اللهِ و،َمِنْ ضِيْقِ
الدُّنْيَ إاِلَ سىَعَتِهَ وا،َمِنْ جَوْرِ الْأَدْيَانِ إِلَ عىَدْلِ الْإِسْلاَم ِفَأَرْسَلَنَ باِدِيْنِهِ إِلَ خىَلْقِهِ لِنَدْعُوَهُمْ
إِلَيْهِ ف،َمَنْ قَبِلَ مِنَّ ذاَلِكَ قَبِلْنَ ذاَلِكَ مِنْهُ وَرَجَعْنَ عاَنْهُ و،َتَرَكْنَاهُ وَأَرْضَهُ يَلِيْهَ داُوْنَنَ وا،َمَنْ
“Sesungguhnya Allah mengirim kami untuk mengeluarkan hamba dari penyembahan kepada hamba menuju penyembahan kepada Allah, dari kesempitan dunia menuju kelapangannya, dan dari kezaliman berbagai agama kepada keadilan Islam. Dia mengirim kami membawa agamanya untuk kami ajak manusia kepada-Nya. Barang siapa yang menerimanya, maka kami akan kembali; membiarkan dirinya dan negerinya untuk diatur olehnya; bukan oleh kami. Tetapi barang siapa yang menolaknya, maka kami akan memeranginya selama-lamanya sampai kami memperoleh janji Allah.”
Rustum berkata, “Apa janji Allah itu?” Ia menjawab, “Yaitu surga bagi orang yang meninggal dunia dalam memerangi mereka yang menolak itu dan kemenangan bagi yang masih hidup.”
Rustum berkata, “Saya telah mendengar kata-kata Anda, maka bolehkah Anda menunda tawaran ini agar kami berpikir dan Anda pun menunggu?” Rib’i menjawab, “Ya. Berapa hari yang kamu mau; sehari atau dua hari?” Rustum menjawab, “Tidak, bahkan sampai kami mengirim surat kepada orang-orang berpengalaman di antara kami dan kepada para tokoh kami.”
Ketika itu Rustum mencoba mengadakan pendekatan kepadanya dan mencoba menolak tawaran itu, maka Rib’i berkata, “Sesungguhnya termasuk hal yang ditetapkan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dan dipraktekkan oleh para pemimpin kami adalah tidak membiarkan musuh di luar pengetahuan kami dan tidak memberikan kesempatan kepada mereka lebih dari tiga hari. Kami akan datang kepada kalian selama tiga hari, maka silahkan pikirkan
أَبَى قَاتَلْنَاهُ أَبَداً، حَتَّى نُفْضِيَ إِلَى مَوْعُوْدِ اللهِ
urusan kamu dan mereka, dan pilihlah satu di antara yang tiga setelah habis waktunya; pilih Islam sehingga kami akan biarkan engkau dan negerimu, membayar jizyah (pajak) sehingga kami terima darimu dan membiarkan dirimu, dan jika engkau tidak membutuhkan bantuan kami, maka kami biarkan dirimu, namun jika engkau membutuhkannya, maka kami akan membelamu, atau engkau memilih perang perang pada hari keempatnya.
Kami tidak akan memulainya antara hari ini dengan hari keempat kecuali jika engkau memulainya. Saya menjadi penjaminmu terhadap para sahabatku dan semua orang yang nanti engkau lihat.” Rustum berkata, “Apakah engkau pemimpin mereka?” Rib’i menjawab, “Bukan. Akan tetapi kaum muslimin seperti satu jasad; satu dengan yang lainnya; dimana yang bawah dari mereka melindungi yang atas.” (Tarikh Thabari 3/519-520).
Mendengar keputusan tegas yang dikatakan Rib’i tersebut, Rustum berkata, "Apakah engkau pemimpin pasukan mereka?"
"Bukan," Kata Rib'i, "Tetapi kami umat Islam seumpama satu tubuh manusia, yang di atas akan melindungi yang di bawah, yang di bawah mendukung yang di atas..!!" Setelah itu, Rib'ipun meninggalkan ruang pertemuan dengan Rustum tersebut.
Ternyata dalam tiga hari tersebut, Rustum selalu meminta kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, komandan pasukan muslim untuk mengirimkan seorang utusan. Tetapi akhirnya Rustum tidak bisa "didakwahi" dengan baik-baik untuk memeluk Islam, atau mengijinkan Islam didakwahkan di tanah Persia dengan membayar Jizyah ke Madinah. Setelah tiga hari tersebut, pecahlah Perang Qadisiah, walau jumlah pasukan Rustum sebanyak 120.000 prajurit, tetapi bisa diporakporandakan oleh pasukan muslim yang hanya berjumlah 30.000 prajurit.
Semoga bermanfaat,
DK
Sumber: