“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Monday, June 27, 2016

Islam Menilai Tentang Berjenggot


PENDAHULUAN
Sebagian pembenci Islam menganggap dan mengopinikan jenggot sebagai ciri khas teroris. Jika ada seorang laki-laki memelihara jenggot, maka ia adalah teroris, atau minimal berpikiran radikal dan intoleran. Ini adalah bagian upaya mereka untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran dan ciri khas mereka. Jenggot, celana cingkrang, jilbab, cadar, dan ciri-ciri khas muslim lainnya dianggap dan diopinikan sebagai ciri khas teroris. Sayangnya, opini pembenci Islam ini ‘dimakan mentah-mentah’ oleh sebagian kaum muslimin.


Di sisi yang lain, sebagian umat Islam yang begitu tinggi ghirah Islamnya, dan begitu kuat keinginan mengikuti sunnah-nya, namun kurang memahami persoalan khilafiyah, akhirnya menjadikan jenggot sebagai standar ahlus sunnah atau ahlul bid’ah-nya seseorang. Yang memelihara jenggot, berarti ia ahlus sunnah, sedangkan yang mencukur jenggot, berarti ia ahlul bid’ah. Mereka juga tutup mata dan tutup telinga terhadap fakta bahwa ulama berbeda pendapat tentang kewajiban memelihara jenggot ini. Orang-orang seperti ini mudah mengklaim mutlak kebenaran ada pada dirinya atau komunitasnya, dan yang menyelisihi berarti salah mutlak

DALIL-DALIL
1. Hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
خَالِفُوا المُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

“Selisihilah orang-orang musyrik. Peliharalah (jangan cukur) jenggot dan cukurlah kumis kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 5892)

2. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

“Cukurlah kumis dan biarkanlah (jangan dicukur) jenggot kalian. Selisihilah orang-orang Majusi.” (HR. Muslim no. 260)

3. Hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ.

“Sepuluh perkara yang termasuk fitrah, yaitu mencukur kumis, memelihara jenggot, …” (HR. Muslim no. 261)

Ibnu Hajar menyatakan bahwa orang-orang Majusi ada yang memotong pendek jenggot mereka dan ada juga yang mencukurnya habis (Fathul Bari [10/349]).


KEGUNAAN BERJENGGOT

1. Menyelisihi Perintah Nabi
Memelihara jenggot diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung. Berdasarkan kaedah yang sudah dikenal oleh para ulama bahwa hukum asal suatu perintah adalah wajib. Jadi, jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Biarkanlah jenggot”, karena itu adalah kalimat perintah, maka hukumnya adalah wajib. Perintah ini bisa beralih menjadi sunnah (dianjurkan) jika memang ada dalil yang memalingkannya. Namun dalam masalah membiarkan (memelihara) jenggot tidak ada satu dalil pun yang bisa memalingkan dari hukum wajib. Sehingga memelihara jenggot dan tidak memangkasnya adalah suatu kewajiban.

Di antara hadits yang menunjukkan bahwa hal ini termasuk perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga menghasilkan hukum wajib adalah hadits berikut.

Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى

“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” [HR. Muslim no. 625]

أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.

“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” [HR. Muslim no. 624]

Yang dimaksud dengan membiarkan jenggot adalah membiarkannya sebagaimana adanya, artinya jenggot tidak boleh dipangkas habis. Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar, 16/484, Mawqi’ Al Islam dan Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 1/416, Mawqi’ Al Islam.

Sumber: https://rumaysho.com/625-hukum-memangkas-jenggot.html

2. Tasyabbuh (Menyerupai) Orang Kafir
Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sebagaimana dari Abu Hurairah, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.”
[HR. Muslim no. 626]

3. Tasyabbuh (Menyerupai) Wanita
Kita ketahui bersama bahwa secara normal, wanita tidak berjenggot. Sehingga jika ada seorang pria yang  memangkas jenggotnya hingga bersih, maka dia akan serupa dengan wanita. Padahal,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ

dari Ibnu ‘Abbas “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita.”
[HR. Bukhari no. 5885]

Catatan: Hal ini tidak menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki jenggot -secara alami- menjadi tercela. Perlu dipahami bahwa hukum memelihara jenggot ditujukan bagi orang yang memang memiliki jenggot.

4. Menyelisihi Fitrah Manusia
Dari Aisyah ra, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ

“Ada sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” [HR. Muslim no. 627]

Di antara definisi fitroh adalah ajaran para Nabi, sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan ulama.[7] Berarti memelihara jenggot termasuk ajaran para Nabi. Kita dapat melihat pada Nabi Harun yang merupakan Nabi Bani Israil. Dikisahkan dalam Surat Thaha bahwa beliau memiliki jenggot.
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي
“Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku.“ (QS. Thaha: 94). Dengan demikian, orang yang memangkas jenggotnya berarti telah menyeleweng dari fitrah manusia yaitu menyeleweng dari ajaran para Nabi.



CARA BERJENGGOT

1. Memanjangkan dan Melebatkan Jenggot dengan Treatment Tertentu
Ibn Daqiq al-‘Ied berkata:

لَا أَعْلَمُ أَحَدًا فَهِمَ مِنَ الْأَمْرِ فِي قَوْلِهِ أَعْفُوا اللِّحَى تَجْوِيزَ مُعَالَجَتِهَا بِمَا يُغْزِرُهَا كَمَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ

“Saya tidak mengetahui ada orang yang memahami perintah Nabi dalam sabda beliau, ‘peliharalah jenggot’ dengan kebolehan memberikan treatment tertentu agar jenggot tersebut tumbuh lebat, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang.” (Fathul Bari [10/351]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224])

Jadi, bagi yang memang dari sononya tidak punya jenggot, tidak usah sedih, dan tidak usah juga membeli penumbuh jenggot berharga mahal untuk merealisasikan perintah Nabi ini. Perintah memelihara jenggot ini hanya untuk yang dikaruniai jenggot oleh Allah ta’ala.

2. Memotong Jenggot yang Melebihi Genggaman Tangan
Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Berikut sedikit gambarannya:

2a. Tidak boleh memotong jenggot, walaupun panjangnya melebihi genggaman tangan. Yang berpendapat seperti ini misalnya adalah Imam an-Nawawi. Beliau menyatakan bahwa kebolehan memotong jenggot yang melebihi genggaman tersebut bertentangan dengan zhahir hadits yang memerintahkan membiarkannya (tidak mencukurnya). (Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224])

2b. Boleh memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Hanafiyyah. Mereka melandasi pendapatnya ini dengan atsar dari Ibn ‘Umar:

إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ

Artinya: “(Ibnu ‘Umar) ketika berhaji atau ber-‘umrah beliau menggenggam jenggotnya, dan yang melebihi genggaman tersebut beliau potong.” (HR. Al-Bukhari no. 5892)

Terkait riwayat dari al-Bukhari di atas, Mushthafa al-Bugha memberikan ta’liq­-nya, bahwa yang dimaksud dengan fadhala adalah ‘melebihi dari genggaman’ dan akhadzahu artinya qashshahu (memotongnya).

Secara terperinci, kalangan Hanabilah menyatakan bahwa tidak makruh hukumnya memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan ini yang dinyatakan oleh Imam Ahmad (Syarh Muntaha al-Iradat [1/44]; Nailul Ma-arib [1/57]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).

Sedangkan Hanafiyyah menyatakan bahwa memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad dari Abu Hanifah (al-Fatawa al-Hindiyyah [5/358]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).

Ada juga pendapat dari kalangan Hanafiyyah yang menyatakan wajib memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan berdosa membiarkannya (tidak memotongnya) (Hasyiyah Ibn ‘Abidin [2/417]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).

Adapun memotongnya lebih pendek dari genggaman tangan, maka Ibn ‘Abidin berkata, ‘tidak ada seorangpun yang membolehkannya’ (Hasyiyah Ibn ‘Abidin [2/418]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225])

2c. Jenggot tidak dipotong kecuali jika jenggot tersebut semrawut (tidak rapi) karena begitu panjang dan lebatnya. Pendapat ini dinukil oleh ath-Thabari dari al-Hasan dan ‘Atha. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibn Hajar, dan menurut beliau karena alasan inilah Ibn ‘Umar memotong jenggotnya. ‘Iyadh berkata bahwa memotong jenggot yang terlalu panjang dan lebat itu baik, bahkan dimakruhkan membiarkan jenggot yang terlalu panjang dan lebat sebagaimana dimakruhkan memendekkannya (Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).

Salah satu dalil yang digunakan oleh yang berpendapat seperti ini adalah hadits:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِنْ عَرْضِهَا وَطُولِهَا

Artinya: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu memotong jenggotnya karena sangat lebat dan panjangnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2762, dan beliau berkata, ‘ini hadits gharib’)

Tentang hadits ini, Ibn Hajar dalam Fathul Bari [10/350] memuat pernyataan al-Bukhari tentang ‘Umar ibn Harun (periwayat hadits ini), ‘saya tidak mengetahui hadits munkar darinya, kecuali hadits ini’. Ibn Hajar juga menyatakan bahwa sekelompok ulama mendhaifkan ‘Umar ibn Harun secara mutlak.


LARANGAN MENCUKUR HABIS JENGGOT

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225-226] dinyatakan bahwa mayoritas fuqaha, yaitu kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan satu pendapat dari kalangan Syafi’iyyah mengharamkan mencukur habis jenggot. Di al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], Syaikh Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa kalangan Malikiyyah dan Hanabilah mengharamkan mencukur habis jenggot, sedangkan kalangan Hanafiyyah menyatakan hukumnya makruh tahrim.

Kelompok yang mengharamkan ini beralasan bahwa mencukur habis jenggot bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memeliharanya. Dan Ibn ‘Abidin dalam kitab Hasyiyah-nya (sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya) menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang membolehkan memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan (al-akhdzu minal lihyah duunal qabdhah), sedangkan mencukur habis jenggot (halqul lihyah) lebih dari itu (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]). Maksudnya, memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan saja tidak boleh, apalagi mencukur habis jenggot tersebut.

Dalam Hasyiyah ad-Dusuqi [1/90] dinyatakan, ‘Haram bagi seorang laki-laki mencukur habis jenggot dan kumisnya, dan orang yang melakukan itu diberi sanksi ta’dib’.

Berbeda dengan jumhur fuqaha, pendapat yang ashah dari kalangan Syafi’iyyah menyatakan bahwa mencukur habis jenggot hukumnya makruh (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]). Syaikh Wahbah az-Zuhaili, ulama besar kontemporer bermadzhab Syafi’i, di kitab beliau al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], juga menyatakan hal yang sama, bahwa mencukur habis jenggot menurut madzhab Syafi’i hukumnya makruh tanzih.

Az-Zuhaili juga menukil pernyataan an-Nawawi tentang sepuluh kebiasaan yang dimakruhkan terkait dengan jenggot, dan salah satunya adalah mencukur habisnya. Dikecualikan dari hal ini, jika jenggot tersebut tumbuh pada seorang perempuan, maka mustahab mencukurnya habis (Syarh Shahih Muslim [3/149-150]; al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462]).


PENUTUP

Inilah fakta perbedaan pendapat ulama tentang hukum memelihara jenggot. Sekali lagi ini fakta, dan tidak bisa didustakan, kecuali ada yang bisa menunjukkan bahwa penisbahan pendapat-pendapat di atas kepada empunya pendapat keliru. Dan ini bukan persoalan tarjih, pendapat mana yang lebih kuat. Mengakui ada pendapat yang berbeda itu satu hal, dan memilih pendapat yang dianggap paling kuat itu hal lain lagi.

Namun, walaupun terdapat perbedaan pendapat, bagaimanapun ia tetap sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan disyariatkan bagi kita umat Islam, seluruh ulama sepakat tentang hal ini. Jadi, haram bagi seorang muslim menghina dan mengejek orang yang mengamalkan sunnah ini. Ini adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan umat Islam seharusnya semangat menjalankan sunnah ini, apalagi di masa sekarang, di saat umat Islam banyak yang kehilangan ghirah keislaman dan kebanggaannya terhadap Islam.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Sumber:

Semoga bermanfaat,
DK