“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Friday, June 24, 2016

Islam Menilai Tentang Musik


1. PENDAHULUAN
Sebagaimana yang terjadi saat ini dimana terjadi pro kontra dikalangan para ulama terhadap hukum nyayian dan alat musik. Didalam madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Ahmad) dimana mereka mengharamkan menggunaan alat-alat untuk menyanyi, seperti : lute, drum, seruling, rebab dan yang lainnya termasuk memetik gitar, flute, klarinet dan yang lainnya.

2. DALIL TENTANG MUSIK

a. Al Qur'an
a1. Surat Luqman: Perkataan yang tidak berguna

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan." (QS. Luqman : 6)


a2. Surat Al-Anfal: Siulan dan Tepukan
وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ
"Sholat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu." (QS. Al-Anfal : 35)
Menurut pendukung haramnya nyanyian dan musik, Allah SWT telah mengharamkan nyanyian dan musik lewat ayat ini. Logika yang digunakan adalah bahwa kalau sekedar bersiul dan bertepuk tangan saja sudah haram, apalagi bernyanyi dan bermusik. Tentu hukumnya jauh lebih haram lagi.

b. Hadits yang Melarang
b1. Dari Abdur Rahman bin Ghanmin

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ غَنْمٍ اْلاَشْعَرِيّ قَالَ: حَدَّثَنِي اَبُوْ عَامِرٍ اَوْ اَبُوْ مَالِكٍ اْلاَشْعَرِيُّ وَ اللهِ مَا كَذَبَنِى سَمِعَ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: لَيَكُوْنَنَّ مِنْ اُمَّتِى اَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ اْلحِرَّ وَ اْلحَرِيْرَ وَ اْلخَمْرَ وَ اْلمَعَازِفَ وَ لَيَنْزِلَنَّ اَقْوَامٌ اِلىَ جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوْحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيْهِمْ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُوْا اِرْجِعْ اِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيّتُهُمُ اللهُ وَ يَضَعُ اْلعَلَمَ وَ يَمْسَخُ آخَرِيْنَ قِرَدَةً وَ خَنَازِيْرَ اِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ.البخاري 6: 243

Dari‘Abdur Rahman bin Ghanmin Al-Asy’ariy, ia berkata : Abu‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ariy menceritakan kepadaku, demi Allah dia tidak berbohong kepadaku, bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda,“Sungguh akan ada di kalangan ummatku kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik, dan beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi, mereka datang dengan berjalan kaki untuk suatu keperluan. Lantas mereka (yang didatangi) berkata,“Kembalilah kepada kami besok pagi”. Pada malam harinya Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka, dan (Allah) merubah yang lainnya menjadi kera dan babi hingga hari qiyamat”. 
[HR. Bukhari juz 6, hal. 243]
Hadits ini di Shahihkan oleh Imam Bukhari sendiri, Ibnu Hibban, Al Ismaili, Ibnu Sholah, Imam Nawawi, Ibnu Taimiyah Al hambali, Ibnu Kasir As syafii, Ibnu Hajar Asqolani, dan ulama besar lainnya.

b2. Dari Ibnu‘Abbas

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله ص: اِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيَّ اَوْ حُرّمَ اْلخَمْرُ وَ اْلمَيْسِرُ وَ اْلكُوْبَةُ. قَالَ: وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ. قَالَ سُفْيَانُ: فَسَأَلْتُ عَلِيَّ بْنَ بَذِيْمَةَ عَنِ اْلكُوْبَةِ، قَالَ: اَلطَّبْلُ. ابو داود 3: 331، رقم: 3696

Dari Ibnu‘Abbas, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadaku atau diharamkan (kepadaku) khamr, judi dan Kuubah”. Dan beliau bersabda,“Setiap yang memabukkan adalah haram”. Sufyan berkata : Lalu aku bertanya kepada‘Ali bin Badzimah tentang arti Kuubah. Ia menjawab,“(Kuubah itu adalah) tambur”.
[HR. Abu Dawudjuz 3, hal. 331, no. 3696]

b3. Dari Abu Malik Al-Asy’ariy
عَنْ اَبِى مَالِكِ اْلاَشْعَرِيّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ اُمَّتِى اْلخَمْرَ يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوْسِهِمْ بِاْلمَعَازِفِ وَ اْلمُغَنّيَاتِ، يَخْسِفُ اللهُ بِهِمُ اْلاَرْضَ وَ يَجْعَلُ مِنْهُمُ اْلقِرَدَةَ وَ اْلخَنَازِيْرَ. ابن ماجة 2: 1333، رقم:4020

Dari Abu Malik Al-Asy’ariy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,“Sungguh ada segolongan dari ummatku yang minum khamr yang mereka menamakannya bukan nama (asli)nya, kepala mereka disibukkan dengan musik dan biduanita. Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam tanah dan merubah mereka menjadi kera dan babi”.
[HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1333, no. 4020]

c. Hadits yang Memperbolehkan
b4. Ibnul Atsir rahimahullah tatkala mengomentari hadits Aisyah yang berkata :
دخل علي أبو بكر وعندي جاريتان من جواري الأنصار تغنيان بما تقاولت به الأنصار في يوم بعاث قالت وليستا بمغنيتين فقال أبو بكر أبمزمور الشيطان في بيت النبي صلى الله عليه وسلم وذلك في يوم عيد الفطر فقال النبي صلى الله عليه وسلم يا أبا بكر إن لكل قوم عيدا وهذا عيدنا
"Abu Bakar masuk ke rumahku dan di sisiku ada dua orang budak wanita kecil dari budak-budak kaum anshoor yang sedang menyanyi dengan apa yang disenandungkan oleh kaum Anshoor pada peristiwa perang Bu'aats. Dan mereka berdua bukanlah penyanyi. Maka Abu Bakar berkata, "Apakah ada suara seruling syaitan di rumah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?". Dan hari itu adalah hari raya 'idul fitri. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Wahai Abu Bakar, sesungguhnya bagi setiap kaum ada hari rayanya, dan ini adalah hari raya kita"
[HR Ibnu Maajah no 1898 dan dishahihkan oleh Al-Albani]

b5. Dari Anas bin Malik

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص مَرَّ بِبَعْضِ اْلمَدِيْنَةِ فَاِذَا هُوَ بِجَوَارٍ يَضْرِبْنَ بِدُفّهِنَّ وَ يَتَغَنَّيْنَ وَ يَقُلْنَ: نَحْنُ جَوَارٍ مِنْ بَنِى النَّجَّارِ، يَا حَبَّذَا مُحَمَّدٌ مِنْ جَارٍ. فَقَالَ النَّبِيُّ ص: اَللهُ يَعْلَمُ اَنّى َلاُحِبُّكُنَّ. ابن ماجه 1: 612، رقم: 1899

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW pernah melewati bagian dari kota Madinah, tiba-tiba beliau melewati para wanita yang memukul rebana dan bernyanyi, mereka mengucapkan,“Kami tetangga dari Bani Najjar. Alangkah baiknya Muhammad sebagai tetanggaku”. Maka Nabi SAW bersabda,“Allah mengetahui bahwa aku mencintai kalian”.
[HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 612, no. 1899]

b6. Dari Aisyah ra

عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا زَفَّتِ امْرَأَةً اِلىَ رَجُلٍ مِنَ اْلاَنْصَارِ فَقَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: يَا عَائِشَةُ، مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ فَاِنَّ اْلاَنْصَارَ يُعْجِبُهُمُ اللَّهْوُ. البخارى 6: 140

Dari‘Aisyah bahwasanya ia mengantar (mengiring) pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki dari kaum Anshar, lalu Nabiyyullah SAW bersabda,“Hai‘Aisyah, apakah tidak ada hiburan pada kalian, karena sesungguhnya orang-orang Anshar itu suka hiburan”. 
[HR. Bukhari juz 6, hal. 140]

b7. Dari Aisyah ra.

عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ اَبَا بَكْرٍ دَخَلَ عَلَيْهَا وَ عِنْدَهَا جَارِيَتَانِ فِى اَيَّامِ مِنًى تُدَفّفَانِ وَ تَضْرِبَانِ وَ النَّبِيُّ ص مُتَغَشّ بِثَوْبِهِ فَانْتَهَرَهُمَا اَبُوْ بَكْرٍ فَكَشَفَ النَّبِيُّ ص عَنْ وَجْهِهِ وَ قَالَ: دَعْهُمَا يَا اَبَا بَكْرٍ، فَاِنَّهَا اَيَّامُ عِيْدٍ. وَ تِلْكَ اْلاَيَّامُ اَيَّامُ مِنًى. وَ قَالَتْ عَائِشَةُ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ ص يَسْتُرُنِى وَ اَنَا اَنْظُرُ اِلىَ اْلحَبَشَةِ وَ هُمْ يَلْعَبُوْنَ فِى اْلمَسْجِدِ، فَزَجَرَهُمْ، فَقَالَ النَّبِيُّ ص دَعْهُمْ اَمْنًا بَنِى اَرْفِدَةَ يَعْنِى مِنَ اْلاَمْنِ. البخارى 2: 11

Dari‘Aisyah, bahwasanya pada hari Mina Abu Bakar datang kepadanya, sedangkan di dekatnya ada dua wanita yang bernyanyi dan bermain rebana, sedangkan Nabi SAW menutupi wajahnya dengan pakaiannya, lalu Abu Bakar membentak kedua wanita (yang bermain rebana tadi), maka Nabi SAW membuka wajahnya dan bersabda,“Biarkan keduanya hai Abu Bakar, karena ini adalah hari raya. Dan hari itu adalah hari-hari Mina”.‘Aisyah berkata,“Aku melihat Nabi SAW menutupiku, sedangkan aku melihat kaum Habsyi mereka bermain di masjid. Maka (‘Umar) membentak mereka”. Lalu Nabi SAW bersabda,“Biarkanlah aman kaum Bani Arfidah, yakni dengan aman”.
[HR. Bukhari juz 2, hal. 11]

b8. Dari Ibnu Abbas

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: اَنْكَحَتْ عَائِشَةُ ذَاتَ قَرَابَةٍ لَهَا مِنَ اْلاَنْصَارِ فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ ص فَقَالَ: اَهْدَيْتُمُ اْلفَتَاةَ؟ قَالُوْا: نَعَمْ. قَالَ: اَرْسَلْتُمْ مَعَهَا مَنْ يُغَنّى؟ قَالَتْ: لاَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّ اْلاَنْصَارَ قَوْمٌ فِيْهِمْ غَزَلٌ. فَلَوْ بَعَثْتُمْ مَعَهَا مَنْ يَقُوْلُ: اَتَيْنَاكُمْ اَتَيْنَاكُمْ فَحَيَّانَا وَحَيَّاكُمْ. ابن ماجه 1: 612، رقم:

Dari Ibnu‘Abbas, ia berkata : Dahulu‘Aisyah pernah menikahkan kerabatnya dari kaum Anshar, lalu Rasulullah SAW datang dan bersabda,“Apakah kalian mengantarkan wanita (pengantin perempuan) ?”. Mereka menjawab,“Ya”. Beliau SAW bertanya,“Apakah kalian mengantarkannya disertai dengan orang yang akan menyanyi ?”.‘Aisyah menjawab,“Tidak”. Maka Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya kaum Anshar itu adalah kaum yang suka hiburan. Alangkah baiknya kalau kalian mengantar dengan disertai orang yang menyanyikan,“Kami datang kepada kalian, kami datang kepada kalian, penghormatan kepada kami dan penghormatan kepada kalian”. 
[HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 612, no.]


3. PENDAPAT ULAMA

Ulama yang Melarang Musik
Adapun imam empat madzhab melarang musik, maka perkataan mereka tentang masalah ini sudah terkenal bagi setiap orang yang memperhatikan kitab-kitab mereka serta meneliti ucapan-ucapan mereka.

a. Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) (80H - 148H)
Beliau berkata: “Nyanyian (musik, hukumnya) haram dan termasuk bagian dari dosa-dosa” Bahkan pengikut-pengikut beliau menjelaskan dengan terang-terangan akan keharaman seluruh alat-alat musik. Secara terang-terangan mereka mereka menyatakan bahwa musik adalah sebuah maksiat yang mewajibkan kefasikan, dan tertolaknya kesaksian karenanya. Bahkan yang lebih nyata dari itu adalah mereka berkata: “Sesungguhnya mendengarkan nyanyian (musik) adalah kefasikan, dan menikmatinya adalah kekufuran”
Lihat Talbis Iblis, 282 karya Ibnu Al-Jauzi

b. Imam Malik bin Anas (93H - 179H)
Beliau pernah ditanya tentang nyanyian (musik) yang dirukhshah (dibolehkan, diberi keringanan) oleh penduduk Madinah, maka beliau berkata: “Yang melakukannya disisi kami hanyalah orang-orang fasiq” Dan beliau berkata: “Jika ada seseorang membeli seorang budak wanita, dan ternyata dia mendapatinya adalah seorang penyanyi, maka boleh baginya untuk mengembalikan budak wanita itu dengan menyebutkan aibnya (karena keahlian nyanyi merupakan aib)”
Lihat Talbis Iblis, 284 karya Ibnu Al-Jauzi

c. Imam Syafi’i (150H - 204H)
Maka para sahabat-sahabatnya yang mengenal madzhabnya secara terang-terangnya menegaskan akan keharaman alat-alat musik tersebut. Bahkan telah mutawatir darinya bahwa dia berkata: “Aku tinggalkan Baghdad (yang padanya terdapat) sebuah perkara yang dibuat-buat oleh orang-orang zindiq, mereka menamakannya dengan at-Taghbir, dengannya mereka memalingkan manusia dari al-qur`an” At-Taghbir adalah sya’ir-sya’ir yang mengajak untuk zuhud di dunia, dimana salah seorang vokalis melantunkannya sesuai dengan nada-nada pukulan gendang dan semisalnya.
Lihat Talbis Iblis, 283 karya Ibnu Al-Jauzi

Maka subhanallah, Imam Syafi’i secara terang-terangan menegaskan bahwa orang yang melakukan perbuatan tersebut adalah zindiq, maka bagaimana pula seandainya dia mendengar nyanyian-nyanyian musik di zaman sekarang yang para pembantu-pembantu syetan telah berupaya untuk memperdengarkannya kepada manusia baik ridha atau tidak ridha? Bagaimana seandainya Imam Syafi’i mendengar perbuatan sebagian orang yang menisbahkkan dirinya kepada madzhabnya pada hari ini yang mengatakan bolehnya mendengarnya nyanyian (musik) dan tidak haram? Dan mereka mengatakan bahwa itu adalah syair yang kebaikannya adalah baik, dan keburukannya adalah buruk? Dimana mereka telah mencampur aduk perkara manusia dalam urusan agama mereka, dan seakan-akan mereka datang dari jagat lain dan tidak mengenal nyanyian (musik) pada hari ini.

Imam Syafi’i Rahimahullah- berkata: “Pemilik budak wanita, jika dia mengumpulkan manusia untuk mendengarkan nyanyian budak tersebut, maka dia adalah orang dungu yang tertolak kesaksiannya.” Dan beliau berkata tentangnya dengan perkataan keras: “Itu adalah perbuatan diyatsah (yaitu perbuatan yang menunjukkan tidak adanya cemburu pada diri seorang laki-laki terhadap kemaksiatan yang dilakukan oleh keluarganya, dan sikap seorang dayyuts diancam oleh Nabi dengan “Tidak akan masuk kedalam sorga”)

d. Imam Ahmad bin Hanbali (164H - 241H)
Maka putra beliau yaitu Abdullah bin Ahmad berkata: “Aku pernah bertanya kepada bapakkau tentang nyanyian (musik), maka dia menjawab: “Nyanyian (musik) itu akan menumbuhkan kemunafikan di dalam hati, dan itu tidaklah membuatkan takjub” Kemudian dia menyebutkan ucapan Imam Malik: “Yang melakukannya di sisi kami hanyalah orang-orang fasiq”
Lihat Talbis Iblis, 280 karya Ibnu Al-Jauzi

Ulama yang Memperbolehkan Musik
a. Ibnu Hazm (384H - 456H)
Beliau adalah seorang alim ulama yang besar dan senior yang memiliki buku-buku yang banyak, akan tapi beliau bukan seorang ahli hadits seperti Imam Bukhari. Beliau juga ahli dalam usul (usul fiqih) dalam buku-bukunya Al Hikam, Al Muhalla tentang pokok-pokok dalam masalah fiqih.

Beliau menyatakan didalam Kitabnya Al Muhalla bahwa semua hadits yang berhubungan dengan musik itu adalah bathil (tidak benar) dan palsu, kalaupun ada yang shahih itupun tidak sharik (tidak ada penyebutan musik yang jelas).

Orang-orang yang mengikuti pendapat beliau sesudahnya seperti Muhammad Al Ghozali, Syekh Yusuf Qordowi, maupun Abu Zahro yang menyatakan bahwa hadits di atas memiliki cacat sehingga mereka pun menghalalkan musik selama tidak membuat orang itu lalai. Alasannya, mereka mengatakan bahwa sanad hadits ini munqothi’ (terputus) karena Al Bukhari tidak memaushulkan sanadnya (menyambungkan sanadnya). Akan tetapi pendapat tentang terputusnya sanad tersebut di bantah oleh Ibnu Hajar Asqolani yang bermahzab Syafii karena dia yang menyambungkan sampai 9 jalur hadits Imam Bukhari tersebut yang tersambung sampai Rasulullah SAW, dan terbukti hadits Imam Bukhari ini diterima oleh ulama-ulama mahzab yang empat.

Sampai saat ini hampir semua ulama-ulama sekarang kebanyakan mengikuti Ibnu Hazm,  dalam arti menyambung dan menguatkan perkataannya Ibnu Hazm. Karena itu Ibnu Hazm dikenal dengan imam yang menghalalkan musik.


4. KESIMPULAN
1. Dilihat dari kelahirannya Ibnu Hazm tahun 384H dengan wafatnya Imam empat yang terakhir yaitu Imam Ahmad tahun 241H, terdapat perbedaan waktu selama 143 tahun. Dan perbandingan antara wafatnya Imam Ahmad dan wafatnya Imam Hazm yaitu 235 tahun.

Sementara Ibnu Hazm berpendapat bahwa musik itu halal. Apakah kita akan membenarkan perkataan Ibnu Hazm yang menghalalkan musik dimana beliau terlahir setelah 143 tahun ke 4 imam mahzab wafat, dimana ke 4 imam mahzab tersebut jelas-jelas mengharamkan musik?

2. Dari hadits yang melarang dan pendapat 4 imam mahzab diatas menyatakan bahwa semua alat musik adalah tidak diperbolehkan baik itu seruling, gendang, gitar, tamborin, dan semua alat musik. Karena musik adalah pasangannya dari zina dan khamr.

3. Dari hadits yang memperbolehkan musik, dimana musik diperbolehkan hanya disaat ada acara-acara khusus seperti Hari Raya, Nikahan, atau Sunatan. Itupun alat musik yang menggunakan rebana.

4. Syair-syair penyemangat (tanpa iringan musik) seperti pada peperangan, pendidikan, pelajaran diperbolehkan selama tidak mengandung perkataan yang sia-sia.

Secara menyeluruh memang susah untuk menghindarkan dari musik, karena musik ini sudah mendarah daging dari sejak kita kecil. Akan tetapi mulailah diri menjauhinya dari sekarang selama masih ada waktu sebelum ajal menjemput. Tatkala kita secara tidak sengaja hadir didalam suatu tempat yang ada musik, maka perbanyaklah istighfar kepada Allah.

Wallahu A’lam

Sumber:


Semoga bermanfaat,
Ded Lee