VIVAnews - Misteri Orang Pendek masih menjadi teka-teki di kalangan ilmuwan. Minimnya data ilmiah tak sebanding dengan segudang cerita warga yang seakan tak pernah sepi tentang makhluk yang satu ini. Keragaman cerita dan kesamaan ciri fisik yang berkembang di sejumlah daerah membuat beberapa akademisi meyakini keberadaan Orang Pendek.
Debbie Martyr, warga negara Inggris, rela menghabiskan waktunya selama enam tahun untuk membuktikan kebenaran mitos tersebut. Berawal dari liburan pasca cuti sebagai jurnalis, Debbie sampai ke Kerinci, Jambi, dan memulai penelusurannya pada mitos Orang Pendek.
Reporter VIVANews, Eri Naldi dan Arjuna Nusantara, berkesempatan mewawancarai Debbie Martyr di kediamannya di Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Berikut kutipan wawancara dengan mantan editor BBC Inggris ini.
Apa yang membuat Anda sampai ke Kerinci dan menghabiskan waktu begitu lama meneliti soal Orang Pendek yang katanya tak lebih dari mitos?
Saya awalnya seorang jurnalis. Tahun 1989 ambil cuti dan liburan ke Asia termasuk Kerinci. Di sini saya mendengar ada cerita Orang Pendek. Awalnya saya juga beranggapan sama, itu hanya mitos. Namun setelah melihat, saya yakin itu bukan mitos.
Anda pernah bertemu orang pendek?
Saya tidak bertemu, tapi saya melihat. Saya pernah melihat dua kali. Tolong dibedakan antara bertemu dengan melihat. Kalau saya bertemu, mungkin saya bisa mengucapkan salam (ujarnya sambil tertawa ringan).
Kapan Anda pernah melihatnya dan di mana lokasinya?
Saya melihat pertama kali tahun 1994 dan terakhir tahun 1996. Tahun 1994 saya melihat di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yakni di Gunung Tujuh dan kedua di Gunung Kerinci. Tahun 1995 di Solok Selatan (kawasan TNKS) dan hutan lindung di perbatasan Pasaman dengan Sumatera Utara. Lalu pada tahun 1996 perbatasan Muko Muko dengan Bengkulu Utara (hutan produksi). Dan terakhir di tahun yang sama di Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan (masuk wilayah TNKS).
Saat melihat Orang Pendek Anda tidak mengabadikannya?
Sebenarnya waktu itu saya memegang kamera. Tapi karena kaget, tidak terpikir untuk memotret. Setelah itu, saya penasaran dan ingin mendokumentasikan dan meneliti lebih dalam. Akhirnya saya ajak beberapa pihak. Akhirnya di bawah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) saya meneliti, bekerjasama dengan TNKS.
Kemudian saya pasang sekitar 10 kamera di beberapa titik, namun hasilnya nihil. Akhirnya, saya bersama teman saya Jeremy Holden sebagai teknisi kamera, memutuskan untuk mengumpulkan jenis satwa seperti burung yang terdapat di TNKS. Karena, orang TNKS tidak punya peta lokasi satwa di TNKS.
Sejak itu, saya berkeliling di sepanjang TNKS dan beberapa hutan lindung di pulau Sumatera. Maka bertemulah saya dengan Orang Pendek ini.
Seperti apa ciri-ciri Orang Pendek itu?
Badannya agak besar. Tinggi sekitar 130 cm. Warna kulitnya madu tua, bulu di kepala sedikit tebal. Perawakan wajahnya hampir sama dengan Orang Utan tapi tidak mirip dengan manusia.
Apakah yang Anda lihat sama dengan ciri-ciri yang disampaikan warga?
Hampir sama. Hanya saja yang saya lihat lebih kecil dari ciri-ciri yang disampaikan warga.
Apakah dia berjalan seperti manusia?
Bukan, jalannya sedikit berbeda dari manusia dan tidak sama dengan Orang Utan. Dia berjalan dengan kaki dua sangat lancar. Waktu itu saya lihat dia berjalan pelan dan hati-hati. Tangannya di kedepankan sambil menguak tumbuh-tumbuhan yang ada di depannya.
Dari sekian lama Anda meneliti, kira-kira apa makanan Orang Pendek?
Makannya sayur-sayuran, buah dan akar. Tapi sepertinya dia tidak makan cabai.
Menurut Anda, apakah Orang Pendek tergolong ke manusia atau bagaimana?
Oh, tidak. Mereka tergolong primata, bukan manusia.
Lebih dekat ke spesies apa pada jenis primata?
Asumsi saya dia lebih dekat ke Siamang. Mereka tidak berkelompok. Tapi tumbuh dalam keluarga kecil —satu ibu dan anak-anak tanpa pejantan.
Soal penemuan Orang Pendek oleh polisi hutan di Way Kambas, bagaimana menurut Anda?
Mereka boleh saja menemukan itu. Secara ciri-ciri, berbeda dengan yang pernah saya lihat. Di sini, lebih besar dari yang dilihat polisi hutan Way Kambas. Ingat, Way Kambas bukan taman nasional besar, teman-teman peneliti di sana menemukan Badak Sumatera, anehnya, masyarakat tidak tahu sebelumnya.
Kita tunggu saja hasil kamera tersembunyi mereka. Bisa jadi yang dilihat di sana memang berbeda dengan yang ada di Kerinci, karena Hutan Sumatera sangat kaya. Tanpa keinginan untuk membantah penemuan itu, tapi saya yakin yang ada di Way Kambas berbeda dengan yang di Kerinci.
Anda tidak yakin jika mereka berkelompok?
Saat melihat Orang Pendek, dia hanya sendiri. Tidak pernah saya melihat mereka berkelompok.
Anda telah memulai, apakah tidak ada keinginan untuk terus meneliti Orang Pendek hingga bisa dibuktikan secara ilmiah?
Saya sudah pernah melihat, dan ini bisa menjadi awal bagi para ilmuwan untuk membuktikannya secara ilmiah. Sejak tahun 2000, saya fokus melakukan monitoring Harimau di TNKS, jadi fokus saya sekarang berbeda. Bukan saya tidak ingin mengakhiri penelitian ini dengan keberhasilan Orang Pendek tertangkap kamera pengintai. Tapi pekerjaan saya sekarang cukup padat, membantu orang di TNKS untuk meneliti satwa.
Ada keinginan untuk kembali ke Inggris?
Saya merindukan Inggris, tapi saya selalu ingin pulang ke Kincai (sebutan Kerinci bagi masyarakat setempat).
Semoga bermanfaat,
DK
Sumber:
Oleh : Edy Haryadi, Arjuna Nusantara (Padang), Eri Naldi (Padang)