Salah satu pahlawan besar Islam yang banyak dikenang dan diingat orang adalah seorang panglima yang bernama Thariq bin Ziyad. Thariq adalah salah seorang panglima terbesar dalam sejarah Islam yang merupakan prajurit Kerajaan Umawiyah (Bani Umayyah).
Setelah Musa bin Nushair membuka jalan pasukan Islam ke Eropa, Thariq bin Ziyad menyempurnakannya dengan menaklukkan Andalusia. Atas perintah Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, Thariq membawa pasukan Islam menyeberangi selat Gibraltar menuju daratan Eropa dari sinilah sejarah bangsa Ifranji –sebutan untuk orang-orang Eropa- itu berubah.
Jabal Thariq (Bukit Thariq) pintu gerbang Spanyol dari arah Maroko |
Masa Kecil Thariq bin Ziyad
Thariq bin Ziyad dilahirkan pada tahun 50 H atau 670 M di Kenchela, Aljazair, dari kabilah Nafzah. Ia bukanlah seorang Arab, akan tetapi seorang yang berasal dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Masa kecilnya sama seperti masa kecil kebanyakan umat Islam saat itu, ia belajar membaca dan menulis, juga menghafal surat-surat Alquran dan hadis-hadis.
Tidak banyak yang dicatat oleh ahli sejarah mengenai masa kecil Thariq bin Ziyad, bahkan sejarawan seperti Imam Ibnu al-Atsir, ath-Thabari, dan Ibnu Khaldun tidak meriwayatkan masa kecil Thariq bin Ziyad dalam buku-buku mereka.
Dalam Tarikh Ibnu Nushair, sejarawan mengatakan Thariq adalah budak dari amir Kerajaan Umawiyah di Afrika Utara, Musa bin Nushair. Lalu Musa membebaskannya dari perbudakan dan mengangkatnya menjadi panglima perang. Setelah beberapa generasi kemudian, status Thariq sebagai budak dibantah oleh keturunan-keturunannya.
Penaklukan Negeri Maroco (Afrika Utara)
Salah satu daerah yang paling strategis di wilayah Afrika Utara adalah Maroko. Daerah ini telah mengenal Islam sebelum kedatangan Musa bin Nushair dan pasukannya –Thariq bin Ziyad termasuk pasukan Musa bin Nushair-. Namun penduduk di daerah ini belum menerima Islam secara utuh dan keimanan mereka belum kokoh, terbukti dengan seringnya masyarakat wilayah ini berganti agama dari Islam ke agama selainnya.
Posisi Kota Al-Hoceima yang penting dalam penaklukkan Maroko |
Di antara penyebab pergantian agama ini karena penaklukan Maroko di masa Uqbah bin Nafi’, kurang memperhatikan pendidikan keagamaan. Islam belum mapan di suatu daerah, Uqbah dan pasukannya sudah berangkat ke daerah lainnya. Selain itu keadaan bangsa Barbar di Afrika Utara yang memang mewaspadai pergerakan Uqbah bin Nafi’. Keadaan demikian menyebabkan masyarakat Maroko sering murtad setelah masuk ke dalam Islam (Qishshatu al-Andalus min al-Fathi ila as-Suquth, Hal. 30).
Dalam perjalanan menaklukkan Afrika Utara, Musa bin Nushair dibuat kagum dengan kesungguhan dan keberanian salah seorang pasukannya yang bernama Thariq bin Ziyad. Setelah menaklukkan beberapa wilayah, akhirnya pasukan ini berhasil menaklukkan Kota Al-Hoceima, salah satu kota penting di Maroko. Kota ini sebagai wilayah strategis yang mengantarkan pasukan Islam menguasai semua wilayah Maroko. Musa kembali ke Qairawan sedangkan Thariq menetap di sana dan memberi pengajaran keagamaan kepada masyarakat Barbar Maroko.
Penaklukan Negeri Spanyol (Andalusia)
Setelah Rasulullah Saw wafat, Islam menyebar dalam spektrum yang luas. Tiga benua lama Asia, Afrika, dan Eropa pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia). Ini negeri di daratan Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan Kekhalifahan Bani Umayyah.
Cordova Spanyol |
Sebelumnya, sejak tahun 597 M, Spanyol (Andalusia) dikuasai bangsa Gotic, Jerman. Raja Roderick yang berkuasa saat itu. Ia berkuasa dengan zalim. Ia membagi masyarakat Spanyol (Andalusia) ke dalam lima kelas sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat. Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi. Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Mereka paling menderita hidupnya.
Peta Spanyol (Andalusia) |
Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol (Andalusia) tidak Betah tinggal Di negeri tersebut. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara. Di sini di bawah Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda yang dinodai Roderick ikut mengungsi.
Melihat kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol (Andalusia) sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa.
Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama.
Ilustrasi: Pasukan Thariq bin Ziyad |
Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang kedua.
Thariq bin Ziyad berasal dari bangsa Barbar, saat ini merupakan daerah sekitar Algeria. Mengenai sukunya, para sejarawan masih berbeda pendapat, dari suku Nafza atau suku Zanata. Ia bekas seorang budak yang kemudian dimerdekakan oleh Musa bin Nushair, Gubernur Afrika Utara dari dinasti Umayyah ketika menaklukkan daerah Tanja (ujung Maroko). Di tangan Musa ini pula ia memeluk Islam bersama orang-orang Barbar lainnya.
Thariq berperawakan tinggi, berkening lebar, dan berkulit putih kemerahan. Dia masuk Islam di tangan seorang komandan muslim bernama Musa bin Nusair, orang yang dikagumi karena kegagahan, kebijaksanaan dan keberanianya.Setelah masuk Islam, mereka menjalankan seluruh syariat Islam dengan taat. Oleh karena itu, sebelum Musa bin Nushair pulang ke Afrika, ia meninggalkan beberapa orang Arab untuk mengajari mereka Al-Qur’an dan syariat Islam. Setelah itu Musa bin Nushair mengangkat Thariq, yang merupakan prajurit Musa yang terkuat, menjadi penguasa daerah Tanja dengan 19.000 tentara dari bangsa Barbar, lengkap dengan persenjataannya.
Pada bulan Rajab tahun 97 H (Juli 711 M), Thariq bin Ziyad mendapat perintah dari Musa bin Nushair untuk membebaskan semenajung Andalusia. Maka, dengan 7000 prajurit yang sebagian besar dari bangsa Barbar, Thariq berangkat menyeberangi selat Andalusia yang jaraknya 13 mil dengan perahu-perahu pemberian Julian, gubernur Ceuta di Afrika Utara, yang bersekutu dengan kaum muslimin untuk menentang raja Roderick, penguasa kerajaan Visigoth di Andalusia.
Pada bulan Ramadhan 97 H pasukan Kaum Muslimin mendarat di pantai karang Andalusia. Thariq beserta pasukannya dihadapkan dengan 25.000 prajurit Visigoth. Sebuah peperangan yang tidak seimbang dalam segi jumlah. Tapi tentu saja, bagi kaum muslimin hal itu sama sekali bukan masalah. Bukankah sekian banyak peperangan yang dimenangkan oleh kaum muslim, adalah ketika jumlah mereka jauh lebih sedikit dari musuh.
Pada mulanya kedatangan pasukan Thariq ini membuat heran Tudmir, penguasa setempat yang berada di bawah kekuasaan Raja Roderick, karena mereka datang dari arah yang tidak diduga-duga, yaitu dari arah laut. Namun, yang fenomenal adalah, tindakan yang diambil oleh sang panglima Thariq bin Ziyad yang memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah membawa para pasukan kaum muslimin!!!! Sebuah langkah yang sampai sekarang dicatat dalam sejarah sebagai suatu bentuk keberanian dan keyakinan yang tiada banding, yang hanya bisa dilakukan atas dasar keimanan yang besar dan keyakinan akan pertolongan Allah SWT ditengah suasana pertempuran dan kondisi pasukan muslim yang saat itu sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Ilustrasi Tharig bin Ziyad membakar semua kapal perangnya |
Sebuah pidato panjang yang disampaikan oleh panglima mereka, Thariq bin Ziyad yang membuat jiwa kaum muslimin yang siap berjihad menggelora.
“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian!!”
Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya. Dan Pasukannya Meneriakkan dengan Kalimat “Allahu Akbar”.
Dan pada 19 Juli 711 M, pasukan Thariq yang saat itu berjumlah 12000 personil setelah ada tambahan pasukan dari Ifriqiya, berhadapan dengan Raja Roderick dan pasukannya di mulut sungai (Rio) Barbate. Peperangan di bulan Ramadhan itu berlangsung sengit selama delapan hari. Pasukan Roderick pada awalnya sempat unggul, namun kelemahan di sayap kiri dan kanan pasukan mereka berhasil dimanfaatkan oleh Pasukan Islam. Dan pasukan Roderick pun terdesak, hingga akhirnya dipukul mundur. Pasukan Islam berhasil meraih kemenangan gemilang. Roderick sendiri menghilang, dan dia di duga tenggelam di Sungai Barbate. Kuda dan sepatunya ditemukan di tepi sungai. Gubernur Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Khalifah Al-Walid, melukiskan jalannya peperangan Rio Barbate. “Penaklukan ini berbeda dari penklukan-penaklukan lain. Peristiwa seperti kiamat,” tulisnya.
Kemenangan telak dalam pertempuran di Sungai Barbate itu membentang jalan bagi masuknya Thariq bin Ziyad menuju kota Sevilla yang dijaga oleh benteng-benteng kuat. Tapi sebelum merebut Sevilla, Thariq lebih dulu menaklukkan daerah-daerah lain yang lebih lemah. Sebagian ditaklukkan dengan cara damai, tapi sebagian terpaksa dengan kekerasan karena warga setempat melawan. Mereka bersikap ramah terhadap penduduk yang tidak melawan.
Pasukan Thariq yang sudah lebih besar karena ada tambahan pasukan baru, kini mengarah ke Toledo, ibukota Visigoth (Gotik Barat). Di jalan ke Toledo itu mereka menyapu kota Ecija dimana sempat terjadi perdamaian dan menerima kekuasaan Muslim atas wilayah itu.
Dengan cepat Thariq berusaha menaklukkan sebagian besar tanah Spanyol, yang oleh orang Arab dinamakan Al-Andalus (Andalusia) itu. Ia lalu membagi-bagi pasukannya ke dalam beberapa kelompok. Satu pasukan berhasil merebut Arkidona tanpa perlawanan, dan pasukan lainnya juga dengan mudah merebut kota Elvira dekat Granada. Ia lalu menaklukkan Cordoba dan sebagian wilayah Malaga. Kemudian diteruskan dengan mengepung Granada yang berhasil ditaklukkan dengan jalan kekerasan.
Thariq lalu menuju ibukota Toledo. Di dalam perjalanan dia menyerang kota Murcia dan menghancurkan kerajaan tersebut. Ketika pasukan Islam di Toledo ternyata para pemimpin Gotik telah meninggalkan wilayah itu. Thariq memasukinya dengan mudah. Ketika itu pasukannya didukung pula oleh ksatria-ksatria Kristen lokal yang tak suka kekuasaan Bangsa Gotik Barat di negaranya.
Thariq terus mengejar para pejabat Gotik ke gunung, hingga mendapatkan harta rampasan yang sangat banyak. Harta dan para tawanan dibawa ke Toledo. Di sana para tawanan dipekerjakan untuk membangun kembali kota itu, antara lain dengan membangun 365 tiang terbuat dari batu Zabarjud. Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Thariq bin Ziyad, dan memerintahkannya untuk menghentikan gerakan, dan tetap berada di tempat surat itu tiba. Tapi, Thariq malah mengumpulkan para pejabatnya, merundingkan strategi perang. Semuanya berpendapat melaksanakan perintah Musa akan mempersulit strategi perang mereka. Sebab, sudah terbuka untuk merekrut pasukan asal Toledo dan meraih momentum untuk menyerang lawan yang belum menyadari situasi.
Karena itu Thariq melanjutkan penaklukan seraya merekrut milisi dari warga Toledo yang sudah kalah. Thariq mengabarkan keputusannya ini kepada Musa bin Nushair disertai alasan-lasannya. Ketika pesan Thariq sampai, Musa langsung berangkat ke Spanyol pada bulan Juni 712 M dengan membawa 18.000 tentara, kebanyakan orang Arab. Dan seperti yang pernah disepakati dengan Thariq, pasukan Musa bin Nushair segera menuju Sevilla, kota terkuat Spanyol saat itu. Sebelum ke Sevilla pasukan Musa menaklukkan Medina Sidon dan Carmona. Musa mengepung ketat kota Sevilla dan akhirnya berhasil menghancurkan kota pusat kebudayaan Spanyol itu. Namun kota itu ditinggalkan Musa dalam keadaan kobaran api dan ia melanjutkan perjalanan ke arah Toledo.
Warga Sevilla tetap tak rela terhadap pendudukan oleh pasukan Muslim di sana. Setelah panglima Musa bin Nushair meninggalkan kota itu, milisi Sevilla kembali beraksi mengobarkan pemberontakan. Mereka dapat membunuh tentara Muslim. Mendengar berita itu, Musa segera mengirim anaknya Abdul Aziz, untuk kembali ke Sevilla. Ia sendiri terus menuju Toledo.
Mendengar kabar akan datangnya panglima utamanya, Musa bin Nushair, Thariq segera keluar ke perbatasan Toledo untuk menyambut Musa. Namun Musa sangat marah kepadanya. Thariq dianggap telah mengabaikan perintahnya untuk menghentikan sementara penaklukkan sampai ia datang ke Spanyol. Begitu marahnya Musa sampai ia memasukkan jendralnya itu ke dalam penjara layaknya seorang penjahat.
Di depan sidang dewan pertahanan, Musa menyatakan memecat Thariq bin Ziyad, dengan tujuan memperbaiki segala sesuatu yang telah dilakukan Thariq. Sekalipun Thariq berupaya menjelaskan bahwa keputusannya itu dilakukan demi kemaslahatan kaum Muslimin dan sudah dimusyawarahkan dengan para penasehat, Musa tetap teguh pada pendiriannya. Ia mengganti Thariq dengan Mughits bin Al-Harits, tapi Mughits menolaknya. Ia segan menjadi komandan di atas Thariq sang pemberani.
Mughits bahkan bertekad membela Thariq bin Ziyad. Diam-diam dia mengirim kabar kepada Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik tentang situasi yang berkembang. Al-Walid sangat marah mendengarnya. Ia lalu menyurati Musa dan memerintahkan agar kedudukan Thariq dipulihkan sebagai komandan pasukan. Dan Musa menaati perintah pemimpinnya di Damaskus itu.
Kemudian kedua panglima itu bergerak terus ke utara, hingga berhasil menaklukkan Castilla, Aragon dan Catalonia (Barcelona). Keduanya bahkan sampai ke pegunungan Pyrennes yang menjadi batas antara Spanyol dan Perancis. Sekiranya tidak ada perintah dari Damaskus untuk menghentikan penaklukan, niscaya gerakan mereka berdua tak tertahankan untuk menguasai seluruh benua Eropa.
Thariq lalu menuju ibukota Toledo. Di dalam perjalanan dia menyerang kota Murcia dan menghancurkan kerajaan tersebut. Ketika pasukan Islam di Toledo ternyata para pemimpin Gotik telah meninggalkan wilayah itu. Thariq memasukinya dengan mudah. Ketika itu pasukannya didukung pula oleh ksatria-ksatria Kristen lokal yang tak suka kekuasaan Bangsa Gotik Barat di negaranya.
Thariq terus mengejar para pejabat Gotik ke gunung, hingga mendapatkan harta rampasan yang sangat banyak. Harta dan para tawanan dibawa ke Toledo. Di sana para tawanan dipekerjakan untuk membangun kembali kota itu, antara lain dengan membangun 365 tiang terbuat dari batu Zabarjud.
Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Thariq bin Ziyad, dan memerintahkannya untuk menghentikan gerakan, dan tetap berada di tempat surat itu tiba. Tapi, Thariq malah mengumpulkan para pejabatnya, merundingkan strategi perang. Semuanya berpendapat melaksanakan perintah Musa akan mempersulit strategi perang mereka. Sebab, sudah terbuka untuk merekrut pasukan asal Toledo dan meraih momentum untuk menyerang lawan yang belum menyadari situasi.
Karena itu Thariq melanjutkan penaklukan seraya merekrut milisi dari warga Toledo yang sudah kalah. Thariq mengabarkan keputusannya ini kepada Musa bin Nushair disertai alasan-lasannya. Ketika pesan Thariq sampai, Musa langsung berangkat ke Spanyol pada bulan Juni 712 M dengan membawa 18.000 tentara, kebanyakan orang Arab. Dan seperti yang pernah disepakati dengan Thariq, pasukan Musa bin Nushair segera menuju Sevilla, kota terkuat Spanyol saat itu. Sebelum ke Sevilla pasukan Musa menaklukkan Medina Sidon dan Carmona. Musa mengepung ketat kota Sevilla dan akhirnya berhasil menghancurkan kota pusat kebudayaan Spanyol itu. Namun kota itu ditinggalkan Musa dalam keadaan kobaran api dan ia melanjutkan perjalanan ke arah Toledo.
Warga Sevilla tetap tak rela terhadap pendudukan oleh pasukan Muslim di sana. Setelah panglima Musa bin Nushair meninggalkan kota itu, milisi Sevilla kembali beraksi mengobarkan pemberontakan. Mereka dapat membunuh tentara Muslim. Mendengar berita itu, Musa segera mengirim anaknya Abdul Aziz, untuk kembali ke Sevilla. Ia sendiri terus menuju Toledo.
Mendengar kabar akan datangnya panglima utamanya, Musa bin Nushair, Thariq segera keluar ke perbatasan Toledo untuk menyambut Musa. Namun Musa sangat marah kepadanya. Thariq dianggap telah mengabaikan perintahnya untuk menghentikan sementara penaklukkan sampai ia datang ke Spanyol. Begitu marahnya Musa sampai ia memasukkan jendralnya itu ke dalam penjara layaknya seorang penjahat.
Di depan sidang dewan pertahanan, Musa menyatakan memecat Thariq bin Ziyad, dengan tujuan memperbaiki segala sesuatu yang telah dilakukan Thariq. Sekalipun Thariq berupaya menjelaskan bahwa keputusannya itu dilakukan demi kemaslahatan kaum Muslimin dan sudah dimusyawarahkan dengan para penasehat, Musa tetap teguh pada pendiriannya. Ia mengganti Thariq dengan Mughits bin Al-Harits, tapi Mughits menolaknya. Ia segan menjadi komandan di atas Thariq sang pemberani.
Mughits bahkan bertekad membela Thariq bin Ziyad. Diam-diam dia mengirim kabar kepada Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik tentang situasi yang berkembang. Al-Walid sangat marah mendengarnya. Ia lalu menyurati Musa dan memerintahkan agar kedudukan Thariq dipulihkan sebagai komandan pasukan. Dan Musa menaati perintah pemimpinnya di Damaskus itu.
Kemudian kedua panglima itu bergerak terus ke utara, hingga berhasil menaklukkan Castilla, Aragon dan Catalonia (Barcelona). Keduanya bahkan sampai ke pegunungan Pyrennes yang menjadi batas antara Spanyol dan Perancis. Sekiranya tidak ada perintah dari Damaskus untuk menghentikan penaklukan, niscaya gerakan mereka berdua tak tertahankan untuk menguasai seluruh benua Eropa.
Perjalanan hidup panglima Thariq bin Ziyad, sang penakluk Spanyol yang agung telah menjadi bagian dari sejarah patriotisme Islam melalui penaklukan Spanyol (Andalusia). Nama pejuang Islam ini begitu harum, hingga diabadikan di semenanjung perbukitan karang setinggi 425 m tempat pasukan Thariq mendarat pertama kali di pantai tenggara Spanyol, yaitu Gibraltar atau Jabal Tariq.
Dalam kitab Tarikh al-Andalus, disebutkan bahwa sebelum meraih keberhasilan ini, Thariq telah mendapatkan firasat bahwa ia pernah bermimpi melihat Rasulullah SAW bersama keempat Khulafa’Al-Rasyidin berjalan di atas air hingga menjumpainya, lalu Rasulullah Saw memberitahukan kabar gembira bahwa ia akan berhasil menaklukkan Spanyol(Andalusia). Kemudian Rasulullah Saw menyuruhnya untuk selalu bersama Kaum Muslimin dan menepati janji.
Kembali ke Damaskus
Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad tidak hanya mengalahkan penguasa-penguasa zalim di Eropa, namun mereka berhasil menaklukkan hati masyarakat Eropa dengan memeluk Islam. Mereka berhasil menyampaikan pesan bahwa Islam adalah agama mulia dan memuliakan manusia. Manusia tidak lagi menghinakan diri mereka di hadapan sesama makhluk, kemuliaan hanya diukur dengan ketakwaan bukan dengan nasab, warna kulit, status sosial, dan materi. Musa dan Thariq juga berhasil menanamkan nilai-nilai tauhid, memurnikan penyembahan hanya kepada Allah semata.
Memandang keberhasilan Musa dan Thariq menaklukkan Andalusia dan menanamkan nilai-nilai Islam di negeri tersebut, khalifah al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka beruda kembali ke Damaskus.
Penutup
Sekali lagi, kisah Thariq bin Ziyad merupakan buah dari kebijakan-kebijakan Kerajaan Umawiyah yang seolah-olah dilupakan para pembencinya. Mereka disibukkan dengan isu-isu yang dibuat oleh orang-orang Syiah bahwa Bani Umayyah menzalimi ahlul bait Rasulullah. Mereka juga larut dengan kalimat-kalimat orientalis yang mengatakan Kerajaan Umawiyah jauh dari syariat Islam. Mereka tenggelam dengan kabar-kabar palsu itu dan lupa dengan jasa-jasa Bani Umayyah.
Bagi bangsa Eropa, tentu saja kedatangan Islam melalui Thariq bin Ziyad membawa dampak besar terhadap perkembangan peradaban mereka, sebagaimana tergambar pada kemajuan Kota Cordoba. Ini adalah awal kebangkitan modern dan terbitnya matahari yang menerangi kegelapan benua Eropa. Kediktatoran dan hukum rimba berganti dengan norma-norma humanis yang membawa kedamaian.
Jasa-jasa Thariq dan kepahlawanannya diabadikan dengan nama selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol dengan nama Selat Gibraltar. Gibraltar adalah kata dalam bahasa Spanyol yang diartikan dalam bahasa Arab sebagai Jabal Thariq atau dalam bahasa Indonesia Bukit Thariq.
Semoga Allah membalas jasa-jasa Thariq bin Ziyad rahimahullah…
Wassalam,
DK
untuk dafpusnya bisa di share min?
ReplyDelete