“ittaqunnar walau bisyiqqo tamrotin: Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”(Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)

Saturday, February 20, 2016

Bahayanya Menyebarkan Berita Seputar Obat Herbal

Asssalamualaikum wr.wb.

Seringkali didalam jejaring sosial kita melihat informasi berita yang di share dari saudara, teman-teman kita ataupun dari orang lain mengenai khasiat dari tumbuh-tumbuhan (herbal).
Seperti contoh: gambar yang di share dibawah ini:



Perlu kita ketahui bahwa pada prinsipnya, obat-obatan herbal memiliki potensi efek samping yang sama dengan obat-obatan sintetis atau konvensional. Tubuh kita tidak bisa membedakan antara pengobatan menggunakan herbal dengan pengobatan sintetis. Produk obat herbal merupakan bagian-bagian dari tumbuhan (misalnya akar, daun, kulit, dll) dan mengandung banyak senyawa kimia aktif. Senyawa ini, selain mempunyai khasiat penyembuhan juga dapat memiliki efek samping yang dapat merugikan.

Para ahli pengobatan herbal meyakini bahwa penggunaan kombinasi ekstrak tumbuhan memiliki efek penyembuhan yang lebih ampuh dibanding dengan hanya menggunakan satu komponen tumbuhan saja. Kombinasi dari tumbuh-tumbuhan ini memiliki efek sinergi, yang saling melengkapi dan bahkan menambah daya khasiatnya. Kombinasi ini juga diklaim dapat mengurangi efek samping yang tidak diinginkan, misalnya dapat mengurangi kejadian keracunan dibanding hanya dengan menggunakan satu jenis herbal. Namun, secara teoritis, kombinasi zat kimia aktif dalam beberapa jenis herbal juga bisa berinteraksi untuk membuat ramuan herbal menjadi lebih beracun daripada menggunakan satu jenis herbal.


Beberapa kejadian kesalahan dalam penggunaan obat herbal:
Di sebuah seminar tentang tanaman obat di Universitas Indonesia awal tahun lalu, Eko, bapak berusia 50-an tahun, bercerita tentang pengalamannya dengan herbal.

Setelah minum ramuan mahkota dewa, ia pingsan. Usut punya usut, Eko yang ingin sembuh dari penyakit hipertensi ini merebus lima buah mahkota dewa berikut bijinya. Air rebusan itu lalu dia minum banyak-banyak dengan harapan penyakitnya cepat sembuh. Ia pingsan karena tekanan darahnya turun drastis.

Prapti Utami, dokter yang menekuni pengobatan herbal dan tergabung dalam Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan Tradisional Timur, menuturkan pengalaman lain yang dialami pasiennya sebelum akhirnya ditangani Prapti.

Pasien yang masih remaja itu juga pingsan gara-gara ikut-ikutan ibunya minum ramuan jati belanda untuk melangsingkan badan. ”Dia punya masalah dengan mag, sementara jati belanda punya efek mengiritasi lambung,” kata Prapti.

Ia mengingatkan, meskipun terbuat dari bahan alam, herbal juga mengandung zat kimia aktif seperti obat-obatan kimia umumnya. Karena itu, penggunaan herbal sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter yang mendalami masalah herbal.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat-obatan herbal antara lain:
  1. Keamanan obat herbal pada umumnya;
  2. Kandungan racun yang mungkin dikandung tanaman herbal yang digunakan;
  3. Efek yang merugikan pada organ tertentu, seperti sistem kardiovaskuler, sistem saraf, hati, ginjal dan kulit;
  4. Keamanan obat-obatan herbal untuk pengguna yang rentan, misalnya: anak-anak dan remaja, lansia, wanita selama kehamilan dan menyusui, pasien dengan kanker dan pasien bedah;
  5. Interaksi yang mungkin terjadi di antara komponen obat herbal;
  6. Waktu penggunaan yang tepat.

Contoh penggunaan obat herbal yang perlu diperhatikan:

Mahkota dewa
Bijinya tidak boleh dikonsumsi secara langsung karena sangat beracun. Tidak boleh digunakan wanita yang lagi haid.

Daun Seledri (Apium graveolens)
Tanaman ini telah terbukti mampu menurunkan tekanan darah, tetapi pada penggunaannya harus berhati-hati karena pada dosis berlebih (over dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga jika penderita tidak tahan dapat menyebabkan shock. Oleh karena itu dianjurkan agar jangan mengkonsumsi lebih dari satu gelas perasan seledri untuk sekali minum.

Gambir
Gambir umum digunakan untuk menghentikan diare. Akan tetapi penggunaan lebih dari ukuran satu ibu jari justru bukan hanya menghentikan diare tetapi akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama berhari-hari.

Minyak Jarak (Oleum recini)
Minyak ini biasa digunakan untuk mengobati urus-urus. Akan tetapi jika penggunaannya tidak terukur akan menyebabkan iritasi saluran pencernaan.

Keji beling atau pecah beling (Strobilantus crispus)
Tanaman ini digunakan untuk mengobati batu ginjal. Akan tetapi jika pemakaian melebihi 2 gram serbuk sekali minum, bisa menimbulkan iritasi saluran kemih. Selain itu, pada beberapa pasien yang mengonsumsi keji beling untuk mengobati sakit batu ginjal, ternyata ditemukan adanya sel-sel darah merah dengan jumlah melebihi batas normal pada urinenya. Kemungkinan hal ini disebabkan daun kejibeling merupakan diuretik kuat sehingga dapat menimbulkan iritasi pada saluran kemih. Akan lebih tepat bagi mereka jika menggunakan daun kumis kucing (Ortosiphon aristatus) yang efek diuretiknya lebih ringan dan dikombinasi dengan daun tempuyung (Sonchus arvensis) yang tidak mempunyai efek diuretik kuat tetapi dapat melarutkan batu ginjal berkalsium.

Pasak bumi
Jika digunakan jangka panjang dapat merusak hati.

Efek samping obat herbal ini bisa dihindari jika cara pemakaian benar dan sudah diuji praklinik dan uji klinik, seperti dilakukan pada obat konvensional.


Kenapa Dokter tidak pernah menganjurkan obat herbal?

Guru Besar Ilmu Farmasi Universitas Indonesia menyatakan bahwa suatu produk obat herbal dinyatakan aman apabila keamannya telah dibuktikan secara ilmiah melalui rangkaian uji keamanan yang terdiri atas uji toksisitas akut, uji toksisitas subakut, uji toksisitas kronik, serta uji teratogenik.

Obat tradisional, khususnya obat herbal, hingga sekarang masih sering menjadi bahan perdebatan seru yang tak kunjung habis. Para pengobat tradisional mendewa-dewakannya, tapi kalangan dokter sering berargumen, "Belum ada buktinya!"

Tidak terlalu sulit mencari contohnya. Hampir tiap tahun muncul primadona baru di jajaran obat tradisional. Sebut saja buah mahkota dewa, lalu virgin coconut oil (VCO), kemudian buah merah, dan yang paling mutakhir, sarang semut.

Agar bisa setara dengan obat modern, obat tradisional harus harus melewati banyak tahap. Persis seperti obat modern. Ambil contoh, kumis kucing (Orthosiphon stamineus). Secara empiris, tanaman ini sudah biasa dipakai kakek-nenek kita sebagai obat tekanan darah tinggi. Pada tahap ini, derajat kumis kucing masih sebagai jamu. Secara empiris khasiatnya sudah diakui, tapi belum ada bukti ilmiah yang mendukungnya. Masyarakat dipersilakan memakai, tapi dokter belum sudi meresepkannya.

"Agar bisa diresepkan, obat tradisional harus punya bukti ilmiah dulu," kata dr. Hedi R. Dewoto, Sp.FK, farmakolog Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Supaya punya bukti ilmiah, tanaman ini harus diuji dahulu efeknya pada binatang coba. Jika terbukti aman dan menunjukkan efek penurunan tekanan darah, dokter baru akan mengakui khasiatnya. Pada tahap ini pun dokter masih belum bersedia meresepkannya.

Kumis kucing baru akan dianggap setara dengan obat modern jika telah diuji pada manusia. Bukan hanya pada binatang coba. Tahapan inilah yang dikenal sebagai uji klinis. Setelah lulus uji klinis, obat ini baru bisa setara dengan obat-obat modern antihipertensi seperti kaptopril, hidroklorotiazida (HCT), dan sebangsanya.

Begitu lulus uji klinis, obat tradisional bisa memakai baju Fitofarmaka yang layak diresepkan dokter dan bisa masuk pelayanan formal seperti di rumah sakit atau puskesmas. Di Indonesia, baru ada beberapa gelintir Fitofarmaka, seperti Tensigard Agromed (antihipertensi), X-Gra (antidisfungsi seksual pria), Stimuno (peningkat daya tahan tubuh), Nodiar (antidiare), dan Rheumaneer (antinyeri). Obat tradisional kategori ini sudah layak diresepkan karena memang sudah punya bukti klinis yang mendukung. Bukan sekadar pengakuan Pak Wayan ataupun Bu Susi.


Pendapat Islam mengenai penyebaran suatu berita atau informasi

Dijelaskan didalam QS Al-Hujurat Ayat 6:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". [Al Hujurat : 6].

Apabila kita menyebarluaskan informasi yang sekiranya akan menambah buruk orang yang menggunakannya maka kitapun secara tidak langsung kita juga akan dituntut di yaumil akhir nanti. Maka sebaiknya berhati-hatilah dalam menyebarkan informasi terutama untuk pengobatan. Karna banyak orang awam yang akan langsung mencoba-cobanya. Sementara pihak kedokteran saja tidak berani meresepkan pengobatan secara herbal tersebut.


Kesimpulannya:

Beberapa obat-obatan herbal sampai saat ini masih belum ada hasil uji klinis, oleh sebab itu dokter pun belum ada yang berani meresepkannya kepada pasien. Selain itu juga takaran obat-obatan herbal tselalu berbeda-beda apabila setiap orang yang menggunakannya.

Berhati-hatilah dalam men-share atau berbagi informasi seputar obat-obatan dari herbal tersebut, karena apabila orang yang menggunakannya akan berakibat buruk maka kita yang akan menanggung dosanya sampai akhirat.

Itu saja yang dapat saya sampaikan selaku penulis, semoga bermanfaat,
Ded Lee

Sumber: